32 Pikiran Bercabang (18+)

Kaki telanjang itu terus berjalan mundur dengan wajah menunduk. Kedua lengan itu bahkan tak bisa sekalipun beralih dari genggamannya yang begitu erat di celana setengah paha yang dikenakan. Jantungnya berdentum dengan sangat cepat seolah memberi pertanda jika malam ini tak akan berakhir dengan tenang.

Bunyi detik jam yang terdengar begitu jelas memberi sinyal sunyi di ruangan itu. Hembusan angin yang secara tiba-tiba membawa tirai putih menari-nari, Nathan baru memahami jika tatapan tajam itu menyumbang aura mendebarkan yang sangat membahayakan untuknya.

Kaki Nathan terus saja menjalankan tugasnya untuk terus menjauh dari pemilik aura dominan kelam yang terus mengikuti geraknya itu.

" Hahahh... melihatmu seperti ini, imut juga."

" Max! Sumpah, aku begitu takut denganmu!"

Punggung yang sudah mencapai batas geraknya itu pun membuat Nathan seketika menahan napas kala pandangan itu semakin berkesempatan untuk mengintimidasinya.

" Eh!" Nathan terpekik pelan. Lengannya secara tiba-tiba menjadi begitu kaku saat lengan yang lebih besar mencengkramnya dengan sangat erat.

" Bukankah sudah ku peringatkan jika kau harus mempersiapkan dirimu? Tapi sepertinya kau adalah tipe orang yang suka dipaksa, ya?"

Suara berat yang menghembus tepat di depan wajahnya sangat membuat nyalinya menciut. Keberaniannya sampai sirna dengan tubuh yang lebih berat mengungkungnya.

Wajah kecilnya yang semakin tertunduk dalam seolah mengesampingkan egonya yang begitu tinggi. Max menghancurkan kepercayaan dirinya sebagai seorang pria.

" Awalnya aku berpikir kita akan saling bertarung fisik dulu... tapi ternyata perkiraanku sangat salah, menundukkanmu ternyata jauh lebih mudah dari yang kubayangkan."

Semua berjalan begitu singkat, kedua lengan besar itu kini beralih menangkup rahangnya. Menarik untuk saling bertatapan dengan ia yang mendongakkan kepala. Mata yang terlihat begitu memerah menyeramkan tak kuasa membuat netra Nathan tertutup rapat. Ia tak ada ruang gerak, tubuh besar itu mengungkungnya.

" Tubuh yang sangat menggiurkan."

Dahi Nathan berkerut dalam. Pikirannya menalar ke hal yang sangat jauh saat satu lengan Max meraba dengan penuh seksualitas. Dada, pinggang dan bergerak memutar di perut bawahnya. Nathan tak bisa memberi perlawanan, tubuhnya sangat lemas. Matanya bahkan tak berani terbuka untuk melihat pelecehan Max di tubuhnya itu.

" Kulit mulus, hingga membuatku ketagihan untuk terus merabanya tanpa penghalang."

" Eh!"

Nathan seperti pria yang sangat pengecut. Tubuhnya seperti tak memberi kekuatan untuk mendorong Max yang sekarang memeluknya dengan erat. Matanya seketika terbuka, aroma yang sangat jantan mendekapnya semakin erat. Satu lengan di belakang kepala serta yang lain seperti tak berhenti diam. Mengelus punggung, dan beralih semakin bawah.

" Akh!"

Nathan menjerit tertahan. Aliran darahnya seperti mengalir begitu deras, wajah dan tubuhnya sangat panas. Lengan itu bahkan tak mengerti kode dari rontaan tubuhnya yang sedikit demi sedikit tersadar. Max yang bergerak tanpa peduli dan semakin meliar dengan meremas pantatnya keras. Semakin bergerak menurun dengan meraba pahanya yang tak terlapisi apa pun.

" Akh! Max. Ini gila, Cepat lepaskan aku!" perintah Nathan dengan suara yang sudah kembali. Kedua lengannya segera mencengkram pinggang Max untuk memaksa pria itu melepaskannya.

Ini jelas-jelas sudah diluar batas. Dia bukan orang yang bisa dipaksa, dan Max membuatnya hilang muka dengan menjerit tak berdaya di hadapan pria itu.

" Max, kumohon!" pinta Nathan. Suaranya seperti sedikit terlelan dengan nafasnya yang semakin terbatas, dan Max masih dengan tindakannya tanpa mempedulikan Nathan yang hampir sekarat.

" Memohon untuk berlanjut ke hal yang lebih intim?"

Semua gerak tubuh seperti bukan miliknya. Kepala yang sedikit terhempas itu sedikit membuatnya linglung. Matanya beberapa kali mengerjap cepat, sebuah seringai membuat ketakutan Nathan berlanjut.

" Max?"

" Hem?"

" Max?"

" Sttss! Diamlah!"

" Eughh..."

Posisi berbaring dengan tubuh besar diatasnya membuat Nathan tak sanggup berkutik. Kedua lengan yang diberi batasan gerak dengan mencengkram erat di kedua sisi kepalanya.

Max semakin bertindak tak bermoral, wajah yang bersembunyi di ceruk lehernya dengan ciuman-ciuman rakus itu membuatnya menggerang.

" Eungh... Max, lepas!"

" Bilang saja kalau kau menikmatinya, tubuhmu tak bisa berbohong. Bahkan mulut yang biasa berbicara kasar, kini tak kuasa untuk mengerang dengan mata setengah terbuka... kau berniat membangunkan sisi liarku, ya?"

" Max. Bukan be- akh...!"

Nathan seperti tak bisa menghalangi singa yang menerkamnya itu. Lehernya sedikit perih dengan rasa dingin jika tersapu hembusan nafas, Max menggigitnya. Beberapa kecupan dan tarian lidah panas Max di setiap bagian leher begitu dirasakan Nathan.

Mendorong, meninju atau pun berlari lepas dengan cepat harusnya yang ia lakukan. Alih-alih melakukan salah satu tindakan itu, mulut Nathan malah tak berhenti mengeluarkan suara menjijikkan. Tubuhnya begitu lemas dan semakin tenggelam di kasur empuk yang dibaringinya itu.

Begitu diluar batas, lengan yang saat ini melepaskannya itu tak membuatnya sedikit bernafas lega.

" Aku seperti mencanduimu, Nath!"

Dan dari seper sekian detik, Nathan masih terlamun. Hisapan bibir bawahnya begitu terasa menggetarkan. Lidah yang bergerak memutar di permukaan memaksanya untuk membuka. Seolah terhipnotis dengan mata yang menatapnya penuh tuntutan itu, Nathan pun membuka belah bibirnya dan langsung disambut cepat.

Lidah Max menjelajah dengan lancang, mengobrak-abrik seluruh mulut Nathan dan memaksa lidahnya untuk bertautan. Saliva yang saling bercampur dan mengalir keluar tak membuat Max berhenti. Kedua lengan Nathan yang mendorong tubuh diatasnya itu tak berpengaruh. Nafasnya yang sudah tersengal tak dipedulikan Max.

" Eungh... Akhh...!"

Gigitan di bibir atasnya tak sebanding dengan remasan di pusat dirinya. Cengkraman yang mengelusnya di balik celana tak bisa membuatnya protes. Peluh ditubuhnya menandakan panasnya ruangan dengan kegiatan dewasa itu.

" Jika dengan ku, kau tak perlu bertindak susah. Cukup hanya dengan berbaring dan nikmati pelayananku. Menjadi pria di posisi bawah kurasa sangat cocok denganmu."

Nathan dengan lengan yang sudah terbebas itu tak melakukan gerakan perlawanan sedikit pun. Max yang bahkan sudah membuka lebar kedua kakinya dengan sangat mudah. Nathan seperti tertawan dengan tatapan mendominasi dari Max.

" Eungh... Akkh... Max!"

" Eunghh... kenapa rasanya seperti ini, ini- ini gila!"

Max hanya menyeringai. Tubuhnya terus saja menempelkan kedua pusat mereka. Bergerak dengan tempo teratur, atas dan ke bawah.

" Eungh... ini memang gila. Gila dalam artian yang ternikmat, akhhh..." desah Max.

" Eungh..."

" Nath! bangunlah, aku orang yang begitu sempurna untukmu. Lepaskan kekasihmu yang tak punya setia untukmu itu."

" Max, Max, Max....!"

" Nath. Hei, Nath!"

Nathan seolah tertarik ke dunia lain. Suara dan suasana secara tiba-tiba berubah. Kenikmatan yang diakui Nathan itu perlahan mulai menghilang. Mata yang semula terpejam di bujuk untuk terbuka dengan panggilan dan tepukan beberapa kali di pipi kirinya.

" Sial! menjauh dariku, Max!"

" Stts...! kau bisa membangunkan kawan-kawanmu." balas Max.

Nathan membangunkan tubuhnya dan menghempas lengan Max yang masih menempel di wajahnya. Ia menatap sekitar dengan linglung, keadaan yang memang sangat kontras dengan apa yang dialaminya tadi. Saat tubuh yang mengungkungnya dengan paksa dan memaksakan dirinya.

Membelalakkan mata, Nathan cepat-cepat membuka selimut yang membungkus tubuhnya. Bendanya setengah terbangun, ini sungguh memalukan.

" Ehem! suaramu cukup keras terdengar. Saat namaku tersebut dengan lenguhan yang mengiringinya, aku jadi berpikir keras tentang apa yang kau impikan. Beritahu aku, aku cukup polos untuk menebak hal-hal seperti itu." goda Max. Pria itu berbisik mendekat ke arahnya.

" Brengsek!"

Nathan yang ingin memberikan pelajaran dengan melayangkan bogem mentahnya ke Max itu seketika tertahan. Max mencekalnya dengan erat. Pandangan marah yang diarahkan Nathan seolah tak sedikitpun mempengaruhi Max.

" Aku tak bisa menjamin kalau kawan-kawanmu akan terbangun dengan raut biasa. Membelalakkan mata dengan keterkejutan melihatku menciummu dengan rakus... atau kau lebih memilih menuntuskan benda mu itu di kamar mandi?"

Mendengar nada ancaman itu pun Nathan langsung melenggang pergi dengan memindik- mindik. Melewati tubuh-tubuh yang berselancar di alam mimpi itu. Aki yang tidur di sebelah kirinya dan Tommy yang tidur di sofa sebelah jendela tepat di sisi kanan ranjang.

Pandangannya pun menoleh ke arah Max yang masih memandangnya dengan senyum lebar. Wajahnya pun entah mengapa menjadi memanas, matanya yang menjadi tak percaya diri untuk berpandang. Nathan pun kembali ke niat awalnya, membuka pintu kamar mandi dan membasuh wajahnya di wastafel.

" Ini gila! Bagaimana bisa aku memimpikan hal jorok bahkan di sebelah orangnya langsung!"

avataravatar
Next chapter