33 Maksudnya apa?

Dan untuk kesekian kalinya Max menjadi jalan penghubung antara Nathan dan mamanya. Bahkan pria itu mendahului untuk menuruni tangga menuju lantai bawah diikuti Nathan dan kedua kawannya. Max seolah melupakan perannya sebagai tamu, dan mengabaikan sosok tuan rumah yang menatap dari belakang dengan ketajaman penuh seolah sanggup menghunuskannya ke dada Max dan mengoyak sampai hancur.

Nathan masih begitu jengkel dengan pagi harinya yang begitu buruk. Setelah mimpi erotis yang dengan kurang ajarnya melibatkan Max, pria yang tengah memergokinya langsung itu pun bahkan menampilkan wajah seringai seolah mengamati gerakan tubuh tak nyamannya dari awal. Tak berhenti disitu, saat ia masuk kamar mandi, Max masih terus menyicil tindakan untuk membuatnya semakin membenci. Bagaimana tidak, pria itu dengan tidak sopannya membuka pintu kamar mandi yang memang Nathan lupa untuk mengunci. Max dengan santai melewatinya yang menjerit dan hilang dibalik tirai yang dikhususkan untuk mandi. Meski saat itu, Nathan masih berpakaian lengkap dan sedang tidak berkelakuan macam-macam, tapi tetap saja itu tindakan tidak sopan.

" Kau dan Max memang teman yang begitu dekat," bisik Aki sembari menyampirkan lengannya di bahu Nathan. Pandangannya mengajak pria yang beberapa senti lebih tinggi darinya itu untuk meneliti objek pembicaraan.

" Hah?"

Max yang berjalan cepat itu meninggalkan ketiga orang lainnya yang masih menyusuri tangga dengan pelan. Max nampak bercakap akrab dengan wanita paruh baya yang tak lain adalah Rara, mama Nathan. Pria jangkun itu membuat Nathan marah dan cemburu di saat bersamaan. Saat dari dulu ia sangat sulit untuk berbincang dengan sang mama, dengan sangat mudah Max bahkan bisa membuat bibir wanita itu tersenyum hanya dengan ciuman di tangan sebagai salam.

" Ya, Max terlihat begitu akrab dengan mama mu, berbeda sekali dengan kami. Kau jangan tersinggung, ya! Dulu aku sempat mengumpatnya dalam hati," ucap Aki masih dengan suara pelan dan bibir yang lebih didekatkan ke telinga Nathan. Pandangannya yang semula menatap intens ke arah mama Nathan seolah mengumpulkan emosi masa lalu, ia sontak merasa bersalah karena mendapati pandangan kawannya yang mengkerutkan dahi dan menatap tajam setelah ia beralih ke Nathan.

" Kau jangan menatapku seperti itu, aku bicara kejadian dulu, Nath! Bayangkan saja betapa tidak kesalnya kami, disaat kau dimarahi habis-habisan oleh papamu dan keesokan harinya kau tidak masuk sekolah. Kami berusaha menjengukmu dengan alamat rumah yang kami curi di data siswa. Tapi apa yang terjadi, perjuangan kami kabur dari sekolah tidak membuahkan hasil saat pria dewasa bertubuh kekar menghalangi kami yang akan menerobos masuk rumahmu," sambung Aki dengan mengelus punggung Nathan. Mulutnya yang terbiasa berbicara apa adanya itu terkadang memang berbahaya.

Sedangkan pandangan yang dipahami Aki sebagai raut tersinggung, itu salah besar. Nathan hanya merasa kebingungan sampai harus berpikir begitu keras hingga saat ini, kenapa mamanya dulu terlihat begitu ketat dalam menjaganya. Ia seperti terkurung tanpa bisa melakukan sesuatu yang ia suka. Bukan kasih sayang yang ia dapat, ia malah merasa terkekang tanpa perhatian. Sedangkan setelah semua itu, perilaku mama Nathan seketika berubah begitu drastis, ia seperti tak menganggapnya ada. Tanpa bertanya ataupun rasa khawatir, mungkin?

" Mungkin karena ketidaksopanan kalian dalam berkunjung ke rumah ku yang membuat mama tak suka," balas Nathan berusaha tak menciptakan tampilan yang lebih buruk dari kawan-kawannya lihat dulu.

" Itu tidak mungkin, jelas sekali kalau dari awal kita meminta izin untuk menjengukmu. Tapi para penjaga berbaju serba hitam itu malah berkata kasar dan mengusir kami atas suruhan mamamu. Aku tak tau teka-teki siapa sebenarnya dirimu, kenapa kau dijaga begitu ketat, dulu?"

Pertanyaan Aki sudah searah dengan Nathan. Dari tatapan Aki pun, Nathan bisa menangkap keprihatinan untuknya.

" Jalan seperti siput, ayo cepat!" suara Tommy menyentak Aki dan Nathan. Mereka berdua sontak menoleh ke belakang, dengan melirik tajam. Tatapan kontak antar sahabat yang saling menyalurkan komunikasi telepati itu menjadi terputus dan membuat mereka sangat kesal.

" Kenapa? Apa salahku, kawan-kawan? Aku hanya pria yang sedang kelaparan, jangan diberi tatapan tajam!" rengek Tommy dengan mendramatisir. Ia seketika berlari mengikuti Aki dan Nathan.

" Selamat pagi, tante! Di pagi yang cerah ini, saya merasa amat senang karena setelah sekian lama kita akhirnya bertemu. Perkenalkan saya Tommy, dan kawan saya yang tidak bertambah tinggi sejak zaman SMA yaitu Aki."

Kata pembuka dari Tommy itu, sedikitpun tak mencairkan suasana mencekam yang disalurkan mama Nathan. Senyum yang semula terbentuk dengan sangat berlebihan dari bibir Tommy itu tiba-tiba lenyap.

" Selamat pagi tante, saya Aki."

" Dan sebenarnya ada dua teman kami yang lain yaitu Ilham dan Galang, mereka sedang sibuk dengan duniawi jadi tidak bisa datang berkunjung," timpal Tommy yang pada dasarnya bermuka tebal. Ia dengan santai mengambil banyak lauk yang tersaji, " Tak akan rugi hanya karena makanan segini," itu pikirnya.

" Ya, perkenalan yang sangat detail. Tapi ingatan saya masih begitu tajam untuk mengingat, kalian tenang saja."

Ucapan itu seketika membuat Tommy dan Aki teringat masa kenakalannya dulu sebelum sangat dekat dengan Nathan. Mereka memang pernah membuat kesalahan fatal, tanpa Nathan ketahui. Mereka pernah terlibat tawuran dan menyebabkan mobil mama Nathan yang tak sengaja lewat menjadi rusak parah. Tommy yang saat itu paling berandal, semakin memperparah keadaan dengan lemparan batu besar yang salah sasaran dan mengakibatkan kaca mobil belakang pecah dan mengenai mama Nathan.

" Berhubung makanan sudah tersaji, Max boleh mulai makan kan, tante?"

" Silahkan!"

" Sepertinya kesan buruk terlanjur menempel di diri kita, Ki!" bisik Tommy yang duduk diantara Nathan dan Aki serta Max dan mama Nathan dihadapannya.

" Ya, tatapannya bahkan berubah begitu cepat, saat beralih dari Max ke kita," balas Aki. Meski keadaan genting seperti itu, Tommy seperti tak ingin menyia-nyiakan hidangan lezat yang tersaji tanpa memikirkan ucapan yang baru saja terlontar dari dirinya sendiri.

" Kalian bicara apa, diamlah!" tegur Nathan saat Aki mengomel tak jelas dengan mulut penuh dengan makanan, pada dasarnya Tommy dan Aki sama.

" Gimana hadiah yang aku kirimkan kemarin, tante suka?" tanya Max disela-sela makannya.

" Suka, terimakasih ya!"

" Selama aku keluar kota, Nathan tak membuat masalah kan, tante?" tanya Max memancing perhatian Nathan.

" Pertanyaanmu bisa yang lain, tidak? Kau bukan siapa-siapa ku untuk bisa bertanya seperti itu!"

Dengan melemparkan sendok garpunya di atas piring, Nathan tanpa sadar berbicara dengan keras. Ia masih terbawa kekesalan dengan sikap Max. Matanya melotot fokus ke arah Max dan membuat ketegangan bertambah parah dengan peran yang sudah berganti.

" Memangnya aku harus jadi seperti apa, untuk bisa mengkhawatirkan setiap kegiatanmu?"

" Tidak akan ada peran apa pun untukmu dihidupku!" ucap Nathan. Ketiga orang lain pun langsung beralih profesi menjadi figuran yang hanya datang sebagai pelengkap.

" Eits-eitss! Kau jangan menampilkan wajah seolah ingin menerkam seperti itu, Nath! Max hanya menanyakan pertanyaan yang wajar, dia kan kawan dekatmu, terlebih jika kau beranggapan berbeda," bisik Tommy sedikit menyentil perasaan Nathan.

" Aku cukup tersinggung dengan perkataan mu. Tapi itu tak masalah, karena kau sudah benar-benar lepas dari sosok lain yang selama ini kau tampilkan. Ekspresi mu bahkan sudah terlihat natural marahnya, heheh... ya kan, tante?"

Max seperti suka dengan pancingan yang selalu ditangkap dengan cepat oleh Nathan. Caranya dekat memang sedikit aneh.

Drttt

" Tante, angkat telpon dulu!" ucap mama Nathan setelah mendengar getar ponselnya. Ia segera pergi menjauh tanpa ingin ikut campur permasalahan yang sebenarnya masih melibatkan dirinya. Lagipula, dekat dengan Max adalah bahaya. Ia tak ingin pancingan dari anak sahabat baiknya itu membongkor masa lalu yang dikuburnya dalam-dalam.

" Silahkan!" balas ketiga orang itu serentak. Sedangkan Nathan, ia sudah seperti singa tanpa pawang dan siap menerkam mangsa.

" Apa-apaan kau! Setelah membuatku tampak seperti anak tak diharapkan karena perbedaan jarak sangat jauh dibandingkan dirimu. Lalu apa lagi? Kau mau membuatku merasa terus membutuhkanmu karena kedekatanmu dengan mamaku, begitu?"

avataravatar
Next chapter