13 Pesta Liar yang batal

Nathan menggoyang-goyangkan gelas tinggi yang berisi minuman beralkohol itu dengan pelan. Bibirnya sesekali menyesap dan akan memainkan gelas di tangannya itu lagi. Matanya mengedar jauh saat acara berubah sedikit lebih santai. Malam semakin larut, namun kemeriahan pesta malah semakin meliar. Para tetua yang sudah lebih dulu meninggalkan acara, membuat yang muda semakin kalap. Mereka yang awalnya datang dengan sikap sopan santun, senyum ramah, serta tutur kata yang beradab seakan berubah seratus delapan puluh derajat. Banyak pasangan wanita dan pria yang tanpa malu bercumbu dan menari-menari dengan gerakan erotis. Tersenyum miris, ia seperti melihat dirinya sendiri yang sering kali bermuka dua, Sial!

"Woi! Melamun saja, kenapa?" tanya Aki berdiri di sampingnya. Pria yang lebih pendek darinya itu melipat kedua lengannya di depan dada.

"Aku tak melamun! Oh ya, yang lain mana?" balas Nathan balik bertanya. Sejak beberapa saat lalu, Tommy dan Galang seperti menjelajah untuk berburu mangsa. Nathan yakin mereka akan dapat membawa pulang pujaan hati sesaatnya mereka itu nanti.

"Seperti tak tau saja, yang jelas sekarang mereka pasti lagi tebar pesona," jawab Aki membuat mereka berdua terkekeh pelan.

"Hmmm... benar juga!"

"Oh ya, sebenarnya aku tak menyangka, pesta yang awalnya begitu formal, dalam beberapa saat sudah beralih menjadi klub malam seperti ini. Pesta orang kaya memang seperti ini ya, Nath?"

Aki mengerutkan dahi dan kemudian meneguk pelan minuman cola yang sempat diambilnya tadi. Aki memang kawan Nathan yang jarang sekali meminum alkohol.

"Entah, mungkin saja memang seperti ini."

Nathan mengedikkan bahu setelah itu ia menaruh gelas yang telah kosong di meja dekatnya. Mereka berdua diam beberapa saat dan menatap ke gerombolan dewasa yang sedang asik meliuk-liukkan tubuh dengan musik yang cukup memekakkan telinga. Lampu yang sudah di setel layaknya lampu disko membuat Nathan yakin, Max telah memindahkan konsep klub malam di ballroom hotelnya ini.

"Brother! Ihh... Tunggu sebentar, brother!"

Nathan dan Aki sontak menolehkan pandangannya ke depan. Mereka yang hanya berdua di sudut paling kiri ruangan membuat Max yang berjalan di ikuti Cherlin dan Lea nampak begitu jelas. Mereka berjalan begitu tergesa, raut wajah Max terlihat sangat marah dan Nathan begitu merasa tak nyaman saat ketiganya bergabung dengannya dan Aki.

"Eh! Kalian disini..." tanya Cherlin dan tanpa malu langsung mendekap lengan Nathan. Kepalanya bersandar di bahu dan Nathan seketika langsung membenci wanita yang membuatnya risih itu.

"Cherlin, jaga sikapmu!" peringat Max yang sama sekali tak digubris oleh sang adik. raut Max sudah memerah padam sekarang, Ia merasa begitu cemburu saat adiknya sendiri juga mengincar orang yang sama dengannya.

"Kenapa, sih! Lagipula Nathan saja tak terlihat keberatan, kok! Aku juga tak mengganggu waktu brother dan kak Lea bertingkah mesum di toilet."

"Heh!"

Max tak bisa berkata-kata, ia jadi mengingat kekesalan awal saat Cherlin ternyata sudah merencanakan pesta seperti ini. Sebagian orang yang merupakan anak dari rekan kerjanya yang memang mempunyai hubungan yang baik dengan adiknya itu juga diundang secara pribadi. Ia tak menyangka adiknya akan berani menyulap ballroom hotel elegant yang bahkan sebelumnya telah mengundang para orangtua, Max merasa itu tindakan yang tak sopan. Max yakin, acara seperti ini tak akan hanya berujung para tarian meliukkan badan saja.

"Hei... Jangan memarahi adik mu seperti ini."

"Ckckk!"

Max berdecih dan langsung menghempaskan kasar tangan Lea yang menggenggamnya itu. Wanita yang selalu mencari cela dan selalu berakhir dengan membuatnya geram. Ia juga sempat mendapat cap mesum dari adiknya sendiri karena perlakuan Lea. Mereka seperti bekerja sama, dugaan Max sepertinya benar. Pada saat dirinya memarahi Cherlin karena perbuatannya itu, secara tiba-tiba Lea datang dan menariknya ke toilet wanita. Max tak bisa berbuat banyak, jika Cherlin tau kalau Lea hanya suruhannya saja, Max bisa habis dan berakhir dengan perjodohan yang selalu orangtuanya ajukan.

"Eh- eh! Brother jangan bertindak kasar seperti itu dengan kak Lea! Tadi saja waktu di toilet berduaan dengan sangat mesra. Aku saja sampai mendengar... Opps!"

Max memejamkan mata, meredakan emosi saat aibnya yang diumbar. Ia masih bisa mendengar tawa cekikikan yang ditujukan untuknya. Max tak bisa mengelak, Lea terlanjur licik dengan mengancam dirinya. Wanita itu tak segan-segan akan membocorkan rahasia mereka ke Cherlin. Wanita itu memang sempat mencumbunya tapi dengan cepat Max menyingkirkannya. Entah bagaimana bisa Cherlin mengatakan hal yang mengarahkan pikiran mereka ke hal yang lebih jauh.

Mata Max perlahan terbuka, menatap intens tawa Nathan yang sudah kedua kali ditujukan untuknya. Disatu sisi Max begitu senang, dapat melihat raut bahagia di wajah Nathan. Tapi disisi lain, kenapa ia malah merasa sama sekali tak ada harapan untuk Nathan bisa membalas perasaannya.

"Hai- hai...! Rupanya semua orang sudah berkumpul, kalian tak ikut menari bersama di sana? Oh ya, Max! Terimakasih sudah mengundang kami ke pesta semacam ini. Gila! Sampai sekarang aku tak menyangka jika ternyata aku bisa sefrekuensi ini dengan orang-orang kelas atas," ujar Tommy yang baru datang langsung mengoceh panjang.

Max menoleh ke arah Tommy dan Galang yang tersenyum lebar, mereka berdua yang paling suka dengan suasana hingar bingar dan para wanita yang melenggok-lenggokkan badan memang begitu ringan berkata suka. Sedangkan Max, mungkin saja reputasinya sebagai atasan akan anjlok drastis jika berita ini tersebar.

"Bubarkan kawan-kawan mu sekarang atau jika tidak, pesta ini akan berubah menjadi pesta seks!" perintah final Max dan ia langsung melenggang pergi di ikuti Lea. Nathan dan yang lain menatap kepergian Max dengan mematung.

Max selalu berpikir panjang, semua orang yang ada di sini adalah anak dari kenalannya. Bukan tidak mungkin kalau mereka akan melakukan tindakan diluar batas. Apalagi mereka sekarang ada di hotel dan masih bernamakan acara perusahaannya. Ia tak ingin di sangkut pautkan jika ada suatu masalah nantinya. Max hanya mewanti-wanti, mengembalikan citra baik bukan hal mudah.

"Hei! Kau mau apa?" cegah Lea saat Max memerintahkan bawahannya untuk mencabut listrik di ballroom privatnya.

"Tak usah ikut campur!" balas Max sewot dan langsung menyingkirkan tangan di bahu miliknya.

"Bagaimana aku tidak ikut campur jika kau selalu melibatkanku hanya pada masalahmu?" balas Lea dengan geraman rendah. Wanita itu memukul-mukul dada Max yang masih diam mencerna kata-kata Lea.

"Seingatku, aku hanya menempatkanmu pada hubungan pura-pura ini, bukan yang lain! Dan satu lagi, jangan pernah lagi bersekongkol dengan adik ku hanya demi ke untunganmu!"

Lea hanya diam, hatinya terlalu sakit saat permainan mereka hanya akan menghancurkan dirinya saja. Gigi wanita itu bergemelutuk menahan cairan bening yang pasti akan membuat ia terlihat lemah.

Suara gerakan kaki orang banyak terdengar menghampiri tempat Max dan Lea. Max memang memerintahkan suruhannya untuk memberikan informasi kepada seluruh kenalannya itu untuk menemuinya di basemant.

"Brother! Kenapa kau sampai memutus listrik di ballrom? Kau memang berniat membuat ku malu, ya!" protes Cherlin saat melihatnya. Max berusaha tak menghiraukan adiknya yang masih saja bertindak modus dengan menggandeng lengan Nathan.

"Kalian masih urusanku saat kalian menginjakkan kaki di acaraku. Begitu juga jika tindakan kalian yang di lakukan di acara ku, baik buruknya aku pasti berpengaruh. Maafkan adikku Cherlin jika dia membuat pesta yang terlanjur kalian nikmati itu tiba-tiba terhenti."

Perkataan panjang Max untuk pertama kalinya membuat Nathan tertarik. Batinnya mencibir, "Bagaimana bisa orang yang bertindak mesum di tempat umum kini belaga memberi petuah kepada orang-orang yang belum tentu akan semesum seperti dirinya? Hah... Aku semakin tak menyukai pria itu!"

avataravatar
Next chapter