webnovel

Crystal Pair

Fantasy
Completed · 140.5K Views
  • 235 Chs
    Content
  • 5.0
    28 ratings
  • NO.200+
    SUPPORT
Synopsis

Sejak kecil, Liza tahu kalau dia berbeda. Liza diberkahi sepasang mata yang memiliki kemampuan aneh, yaitu melihat kristal cahaya gaib yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia. Selama ini Liza mengira kristal cahaya itu tidak berarti apa-apa, sampai suatu ketika ia terseret dalam sebuah kejadian tak terduga. Sejak itulah Liza mendapatkan suatu fakta mencengangkan tentang kebenaran jati dirinya yang ternyata adalah seorang keturunan penyihir putih legendaris yang pernah hidup di zaman abad pertengahan bernama Adera. Konon penyihir putih legendaris itu adalah penyihir yang mampu mengendalikan tujuh cakra dalam tubuhnya untuk mengeluarkan sihir dengan fungsi tertentu. Salah satunya adalah cakra jantung, cakra yang berfungsi untuk cinta dan penyembuhan. Dan berkat kemampuan sihir yang dimilikinya, Liza mampu menyembuhkan manusia dari serangan magis dan juga menolong mereka untuk menemukan jodoh sejati hanya dengan melihat pola-pola kristal gaib yang dia lihat. Itu seperti menemukan dan menyatukan jodoh kepingan puzzle. Sampai suatu hari, Liza memiliki keinginan untuk mencari siapa pasangan jiwa menggunakan kemampuan sihirnya itu. Namun anehnya, Liza masih belum menemukannya hingga sekarang. Keberuntungan jodoh seolah tidak berpihak padanya. Alih-alih mencari pasangan, Liza malah dipertemukan terus dengan Chistone, pria misterius yang memiliki pola kristal jodoh yang tidak terbaca. Siapakah sebenarnya Christone? Bagaimana bisa kristal jodoh pria itu tidak bisa terbaca oleh Liza? Lalu apakah nanti Liza bakal menemukan jodohnya? Follow untuk info dan update cerita di : @fenlykim

Tags
4 tags
Chapter 1Liza - Keturunan Penyihir Putih Legendaris?

Sebuah Volkswagen creme membelah jalan aspal yang berkelok di sepanjang lembah bersalju menuju wilayah Arlberg.

Kelima penumpang mobil tersebut terlihat mengenakan seragam gelap dengan ID card yang terkalung di masing-masing leher mereka. Melihat barang-barang yang dibawa bagasi mobil tersebut, jelas kalau mereka ini adalah para wartawan dari perusahaan pers yang hendak melakukan peliputan berita.

Hampir satu jam perjalanan, salju mulai turun deras disertai angin kencang. Namun mereka tetap melanjutkan perjalanan, tanpa peduli hujan salju semakin lebat.

Liza Meissa, salah seorang kru wartawan yang duduk paling depan dekat supir itu terlihat paling khawatir, sedangkan teman-teman kru lainnya tampak santai dan bahkan saling bersenda gurau.

Sepasang manik dark purple milik Liza lantas bergerak ke Pak Albert, supir yang duduk di sampingnya.

"Pak, apa sebaiknya kita berhenti dulu? Lihatlah, hujan saljunya cukup lebat. Saya khawatir kalau di tengah perjalanan akan ada badai salju. Itu akan membahayakan kita," ucap Liza bernada khawatir, dengan telunjuk yang mengarah ke luar jendela.

Pak Albert terkekeh sejenak. "Tinggal tiga kilometer lagi kita akan sampai. Asal kita berjalan pelan dan fokus memperhatikan jalan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Nona."

"Setengah jam lagi pembukaan olimpiade ski. Jadi kita tidak boleh terlambat, Liz. Boss akan sangat marah kalau kita sampai gagal meliput tepat waktu."

Yang memberi peringatan tadi adalah Nyonya Sarah, senior wartawan yang kebetulan menemani dan mengawasi peliputan bersama Liza dan kawan-kawan krunya.

"Tapi--"

"Hahaha! Ayo main lagi!"

Ucapan Liza menggantung saat menyadari para kru lain kini malah sedang asyik game. Sementara senior Sarah sedang sibuk dengan tablet di hadapannya.

"Hmmm ..." Liza menghembuskan napas pasrah.

Liza sudah tidak kaget dengan sikap mereka. Maklum saja, Liza masih junior dibandingkan para kru lain. Usia Liza pun juga paling muda, yaitu 25 tahun. Jadi tidak heran kalau pendapatnya kadang dianggap angin lalu.

Hendak membalikkan badan, Liza sedikit terhenyak. Tanpa Liza disadari, manik mata dark purple Liza tampak berkilat sekilas setelah ia mengedipkan kelopak matanya dengan cepat sebanyak tiga kali.

Bersamaan dengan itu pula, sorot mata Liza juga ikut berubah ketika sepasang manik mata itu menangkap seberkas cahaya solid berwujud kristal terang yang terlihat di bagian dada masing-masing temannya. Tidak hanya teman kru, tapi kristal cahaya itu juga ada di dada Sarah dan Pak Albert.

Sejak kecil, Liza memang sudah sadar kalau dia berbeda. Perempuan itu mampu melihat kristal aneh bin gaib dalam tubuh manusia. Yang mengherankan, hanya Liza yang mampu melihat kristal cahaya tersebut.

Sampai sekarang, Liza sendiri juga tidak tahu itu kristal apa. Yang Liza tahu, kalau dia berkedip cepat sebanyak tiga kali, maka ia mampu melihat kristal itu selama tiga menit.

Kristal cahaya yang dilihat Liza itu terlihat seperti benda kristal yang menempel di bagian dada manusia. Tiap orang memiliki kilauan warna dan kecerahan cahaya yang berbeda.

Liza sendiri juga punya kristal cahaya di bagian dadanya. Warnanya emas cerah, sangat indah. Terkadang, Liza seperti melihat pola-pola aneh yang terbentuk pada kristal miliknya. Begitu juga dengan kristal milik teman-teman Liza yang juga punya pola berbeda-beda.

Entah apa maksud pola itu, Liza tidak tahu dan tidak terlalu penasaran dengan kristal itu. Karena selama ini penghilatan aneh itu sama sekali tidak berpengaruh apa-apa pada hidup Liza.

Tapi sekarang, ada yang berbeda dengan kristal itu. Biasanya Liza melihat kristal-kristal itu bercahaya cukup terang. Kini, cahaya kristal orang-orang itu tampak meredup, seperti kehabisan daya. Itu aneh.

'Apa yang terjadi? Aku tidak pernah melihat cahaya kristal itu meredup seperti ini,' gumam Liza membatin curiga.

Tidak seperti kristal milik para kru yang cahayanya meredup, kristal milik Liza masih tetap bercahaya, walau tidak seterang biasanya. Itu membuat Liza semakin penasaran, juga takut.

Beberapa menit kemudian, mobil pun sampai di pertikungan panjang dengan papan tanda menuju St. Anton am Arlberg.

"Bukankah seharusnya kita sudah melewati tanda itu?" gumam Liza dengan wajah yang mulai menegang.

Liza dengan cepat mengecek jam tangan di pergelangan kirinya. Perempuan itu makin shock dengan waktu yang ditunjukkan jam tangan tersebut.

Astaga! Masih jam delapan? Bukankah seharusnya sudah lewat dari tadi?' panik Liza dalam hati.

Benar juga. Kalau memang perjalanan tinggal tiga kilometer lagi, seharusnya mereka sudah sampai beberapa menit lalu. Waktu yang ditunjukkan juga seharusnya sudah lebih lima belas atau dua puluh menit.

Memastikan kalau Liza tidak berhalusinasi, ia pun mencoba mengecek waktu di ponselnya, juga melihat jam digital di dashboard mobil. Waktunya sama. Masih jam delapan.

"Teman-teman, aku--"

Bermaksud mengatakan kejanggalan itu, entah mengapa mendadak tenggorokan Liza seperti tercekat di pangkal leher. Seperti ada yang menahan suaranya untuk keluar. Liza pun semakin ketakutan.

Keringat dingin mulai mengalir deras dari kening Liza. Bersamaan dengan bulu kuduknya yang mulai merinding ngeri karena memikirkan kejanggalan-kejanggalan itu.

Walaupun begitu, sebisa mungkin perempuan itu mencoba untuk berpikiran positif. Dalam hatinya Liza juga berdoa kepada Tuhan agar ia dan teman-temannya bisa selamat sampai tujuan.

Tak lama setelah semua kejanggalan itu muncul, mobil pun akhirnya mogok di tengah jalan.

Oke. Ini mungkin hanya mogok biasa. Bisa jadi mesin mobil ini sedikit bermasalah akibat cuaca dingin yang cukup ekstrim.

Iseng-iseng Liza menengok ke luar jendela untuk mengamati keadaan sekitar.

Tapi aneh. Sejak kapan jalan raya bisa sesepi ini? Tidak ada kendaraan lain yang lalu lalang seperti biasa. Juga tidak ada orang lain selain mereka.

"Tunggu sebentar. Saya akan keluar untuk mengecek mesinnya."

Pak Albert pun memutuskan keluar dari mobil untuk mengecek mesin mobil. Sementara Liza juga ikut keluar untuk memayungi beliau agar tidak terkena hujan salju.

Bersamaan dengan itu, hujan salju berubah menjadi hujan angin yang sangat kencang. Bahkan beberapa pohon pinus kecil yang tumbuh di sepanjang pinggir jalan itu sampai beterbangan, terseret riak angin lalu jatuh ke tebing.

Menakutkan sekali melihat pohon-pohon kecil itu hancur saat mendarat di tebing itu. Liza sampai bergidik ngeri melihat pemandangan itu. Sementara Pak Albert tidak menghiraukan itu dan tetap melanjutkan pekerjaannya membetulkan mesin mobil.

Namun tiba-tiba Liza menangkap suara angin yang sangat ribut. Kedengarannya sangat dekat.

"Itu--"

Dan benar saja. Sebuah pusaran angin topan yang cukup besar berputar sangat kencang. Angin topan itu datang dari belakang dan menuju ke mobil mereka.

Pak Albert memekik histeris sesaat ia menyadari kedatangan pusaran topan itu. "Astaga!"

Refleks beliau menarik Liza untuk melarikan diri untuk menjauh dari mobil. Tapi Liza menahannya.

"Tidak! Tunggu! Para kru masih di dalam mobil, Pak!"

"Tidak ada waktu! Kita harus segera pergi--AH!!"

BRUKK!

Tidak terduga, tubuh Pak Albert tertumbuk batang kayu yang melayang terseret angin. Hingga pria itu tidak sadarkan diri dan terhuyung ke depan, lalu ikut terbawa oleh derasnya aliran angin.

"PAK ALBERT!!"

Terlambat. Pak Albert dan mobil yang ditumpangi krunya pun sudah lebih dulu tertarik ke pusaran angin topan itu. Sedahsyat itu kekuatan pusaran angin itu, sampai ia mampu membuat mobil terbang.

Berusaha melawan embusan angin dengan langkah tertatih, Liza cepat-cepat pergi ke pinggir jalan dan berpegangan pada satu batang pohon yang cukup besar.

"Aaaaa! Tolooongg! Hiks hiks!"

Air mata Liza mulai mengalir. Ia menangis dan meronta meminta tolong. Beberapa kali ia menjerit panik saat tubuhnya terasa terombang-ambing oleh angin yang berusaha menariknya agar lepas dari batang pohon.

KRAAAKKK!

Tidak terduga, pohon yang digunakan Liza sebagai pegangan pun terlepas. Akarnya tidak mampu melawan terpaan dahsyat dari angin topan itu. Liza pun ikut terseret pusaran angin mematikan itu.

"Arghh!"

Sebisa mungkin perempuan itu berusaha untuk tetap memeluk pohon agar terlindung dari benturan benda-benda yang beterbangan.

Entah berapa lama Liza terombang-ambing dalam lingkaran angin itu, hingga Liza pun kelelahan dan kesadarannya perlahan menghilang.

Bersamaan dengan tubuh Liza yang terbawa oleh angin, sebuah petir menyambar dengan kecepatan tinggi. Membuat pusaran angin besar itu seketika berhenti berputar. Gelegar petir pun terdengar membahana. Suaranya benar-benar sangat menakutkan.

Satu persatu benda yang terbawa angin pun berjatuhan ke tebing. Puing-puing kayu-kayu pohon, batu-batuan, semuanya jatuh dan menimbulkan dentuman-dentuman suara yang sangat keras.

Saat tubuh Liza hampir membentur bibir tebing, seberkas kilat cahaya muncul dan menahan tubuh Liza. Lalu kilat itu dengan cepat membawa perempuan tak sadarkan diri itu pergi.

Tubuh Liza dibawa turun ke sebuah lembah yang tidak jauh dari sana. Menembus hutan, melewati kelokan sungai beku, dan sampai di celah besar mirip gua kecil di lereng gunung.

Liza yang masih belum sadar itu lantas dibawa masuk ke gua itu dan dibaringkan.

Kilat cahaya itu lantas berubah wujud menjadi sosok arwah kakek tua berjanggut putih berbalut jubah putih panjang dan bertudung, busana khas abad pertengahan.

Kakek tua itu lantas merentangkan tangannya dan menyentuh puncak kepala Liza.

Di detik selanjutnya, kelopak mata Liza tampak bergerak-gerak, lalu membuka perlahan.

Melihat penampakan arwah kakek di depannya, refleks Liza terlonjak kaget. "Astaga! Han--tu--!"

"Syukurlah! Anda sudah sadar Nona Adera!" ucap kakek tua itu lega.

Dahi Liza menyeringit bingung. Kepalanya lantas bergerak, menoleh ke belakang. Dia tidak melihat siapapun selain dirinya sendiri dan arwah kakek itu.

Dengan tubuh bergetar karena ketakutan, Liza pun bertanya, "A--Adera siapa?"

Kakek itu terhenyak. "Apakah Nona lupa nama Anda?"

"Maaf, sepertinya kakek salah orang," jawab Liza seraya menggelengkan kepala.

Kakek itu sangat yakin kalau perempuan yang baru saja diselamatkannya ini adalah Adera. Beliau tidak mungkin salah orang, karena wajah Liza sama persis dengan Adera.

Manik mata dark puplenya yang bercahaya, rambut ambernya yang bergelombang, garis wajah yang lembut, paras yang cantik berseri. Benar-benar mirip dengan ciri-ciri Adera yang kakek itu kenal dahulu.

"Saya tidak mungkin salah orang. Anda ini adalah Nona Adera, keturunan penyihir putih legendaris."

Kontan bola mata Liza membelak. "Apa??"

**

To be continued

You May Also Like

Terlahir Kembali Sebagai Jodoh Alpha Terkutuk

Apa yang terjadi ketika seorang dewi jatuh cinta pada seorang shifter? Asara; dewi cinta, dihukum oleh ayahnya, dewa petir. Kesalahannya adalah jatuh cinta pada seorang shifter manusia Alpha. Untuk menebus dosanya ia terlahir kembali sebagai Cassandra LeBlanc; seorang Putri manusia di Kerajaan Speldaria yang magis. Keluarga dan kerajaannya, kecuali saudara perempuannya yang tengah, mengucilkannya karena dia lahir tanpa kemampuan sihir apapun dan dia tidak memiliki ingatan tentang identitas sejatinya. Tunangannya, penyihir komandan yang kuat dari Speldaria, tidak terganggu olehnya. Dia menginginkan seseorang yang kuat. Kehidupan Cassandra terbalik ketika ia diberi seorang budak pejuang oleh Alpha dari Dusartine yang perkasa. Dia diminta untuk berpartisipasi dalam Acara Arena Tahunan dengan berkolaborasi dengan pejuang tersebut. Cassandra yang membenci 'Arena' dengan seluruh nafasnya. Tempat di mana darah mengalir seperti anggur dan kehidupan lebih murah dari udara yang mereka hirup tidak mengerti tujuannya di dalamnya. Di atas itu semua, pejuang misterius itu memengaruhi dirinya dengan cara-cara yang tak terbayangkan. Pandangannya yang hipnotis membuatnya tidak tenang. Essensinya yang langka membuatnya kewalahan. Tubuhnya yang kekar berwarna perunggu membuatnya dipenuhi pikiran berdosa. Bahkan mimpi tentang kehidupan masa lalunya pun menghantuinya. Ketika 'Arena' dimulai, agenda tersembunyi dan kebenaran yang mendasarinya terungkap dan Cassandra diberi nasib oleh takdir. Dia tidak punya pilihan lain selain menyerah dan memilih jalan. Pertanyaannya adalah. Bagaimana Cassandra mengatasi begitu dia mengetahui tentang kutukan yang diletakkan padanya? Akankah dia mampu memperoleh kemampuan sihirnya dan melawan ayahnya? Siapa yang akan membantunya sepanjang perjalanan? ~Penggalan~ Kemudian dia merasakannya, seluruh dirinya. Semua kekasarannya. Kekuatan lengannya. Kelembutan bibirnya. Genggaman tangannya. Kehangatan nafasnya. Otot-otot dalam tubuhnya menegang karena implikasi tidur dalam pelukan seorang pria. Dia belum pernah tidur dalam dekapan seorang laki-laki sebelumnya. Seluruh kulitnya bergetar seperti percikan api kecil yang menari di bagian-bagian yang bersentuhan dengannya. Celah-celah di otaknya memiliki ingatan yang bukan miliknya. Sentuhan ini entah bagaimana tidak terasa asing baginya. Dia merasa aman dalam pelukannya yang menenangkan dan tidak ingin mendorongnya pergi namun dia tahu ini jauh dari pantas. Cassandra mencoba untuk merayap keluar dari genggamannya, lengannya tampaknya terbuat dari besi karena tidak mau bergeming. Pakaian tipis yang dia kenakan terangkat dari paha putihnya yang terbuka saat paha kecokelatan dan kekar dia terlipat di atasnya. Dan sekarang dia bisa merasakan sesuatu yang menusuk punggungnya. Matanya tiba-tiba melebar dari kesadaran dan Cassandra benar-benar panik. “Lepaskan!” Dia bersuara dengan berat. Siroos perlahan mengangkat kakinya dan melonggarkan pegangan di pinggangnya agar dia bisa bergerak menjauh. Dia terbangun ketika dia untuk pertama kalinya menjadi kaku tetapi ingin melihat apa yang akan dia coba. Dengan mata yang terbelalak lebar dia mencuri pandang ke arah pria yang memeluknya seperti harta berharga, hartanya. Mata emas cairnya berkedip terbuka dan ada kelembutan dan keinginan dengan cara dia menatapnya. Rambut coklat lembutnya bergelombang melewati matanya karena dia lupa berkedip, menatap kecantikan abadi yang dia miliki. Aromanya yang unik adalah penyiksaan bagi indranya. Seperti dia ingin menggenggam pergelangan kaki mungilnya, menariknya darinya dan memiliki dia terhampar di bawah dirinya. Untuk mencium kulit yang mengeluarkan aroma sedemikian rupa yang membuatnya gila. Sebagai gantinya, dia menekuk lengannya dan menaruhnya di bawah pipinya, menggunakannya seperti bantal untuk menatapnya dengan mata yang penuh keinginan. Ketenangan canggung di antara mereka berlangsung lama saat Cassandra membersihkan tenggorokannya. “Apakah kamu harus naik di atas saya untuk tidur?” “Itu tidak disengaja tetapi pasti menggoda dan pasti tidak akan terakhir kalinya.” Suaranya yang dalam dan hipnotis bahkan lebih memikat di pagi hari saat itu menggema di sekitarnya. Cover buku adalah milik saya.

Sunny_Shumail · Fantasy
Not enough ratings
264 Chs

Istri Liar Kaisar Hantu: Nona Sulung Pesolek

Yun Luofeng, si jenius dari Sekolah Medis Huaxia, meninggal karena suatu kecelakaan, dan jiwanya menempel pada Nona Sulung yang tidak berguna dari Kediaman Jenderal di Benua Longxia. Tidak hanya si sampah yang tidak mempunyai bakat di bidang seni sastra maupun seni bela diri, tetapi Yun Luofeng juga berdada besar tanpa mempunyai otak, angkuh dan egois. Tidak cukup bagi Yun Luofeng dengan hanya memiliki tunangan yang sempurna seperti Putra Mahkota. Dia juga menarik paksa seorang pria tampan di depan umum, menyebabkan Putra Mahkota membatalkan pertunangannya. Namun, si sampah Yun Luofeng tidak bisa menahan pukulan ini, jadi dia gantung diri untuk mengakhiri hidupnya. Ketika membuka matanya kembali, dia bukanlah nona sulung yang tidak berguna seperti sebelumnya. Dengan kontrak Kode Dewa Medis, kepemilikan ladang herbal spiritual, dan tangan ajaib yang dapat menghidupkan kembali orang mati, keahlian medisnya akan mengejutkan dunia! Mulai dari keluarga kerajaan, bangsawan di atas pedagang dan keluarga yang tua dan berpengaruh, semua akan bersaing untuk menjilatnya. Bahkan Yang Mulia Putra Mahkota, yang sebelumnya membatalkan pertunangannya, datang kembali mengetuk pintu Yun Luofeng dengan keinginan untuk kembali? Dalam hal ini, seorang pria misterius akhirnya tidak bisa menahan lagi dan menyatakan, “Siapapun yang berani datang dan mengganggu wanitaku, biarkan mereka datang tetapi mereka tidak akan pernah kembali!"

Xiao Qiye · Fantasy
4.8
2262 Chs
Table of Contents
Volume 1