Byurrr..
Misha tersentak saat dirinya tersiram oleh air dingin, dia dipaksa membuka matanya meski sangat berat.
Gelap.
Hanya itulah yang ada difikirkan Misha. Tempat gelap, pengap dan berdebu. Sepertinya hanya ada sedikit oksigen yang masuk keruangan itu, Misha menghela nafas dan mencoba menggerakkan tangannya yang terikat.
Ikatannya kuat banget__gumam Misha dibatin.
"Kau bukan Putri bungsu Leopard?!"
Terdengar pertanyaan dari pria didepannya dengan nada membentak, Misha hanya melirik tak tertarik padanya.
"Apa maksudmu?" tanya Misha cuek.
"Kalau kau Putri bungsu Leopard, ketika kau sadar pasti kau akan menangis!" bentak pria itu keras.
"Oh udah tau toh," Misha mengangguk tenang.
Plakk..
"Cih, inilah sebabnya aku tidak ingin menculik Putri ketiga Leopard" decih pria itu setelah menampar Misha keras.
"Hei Reno! Kita salah culik!!" seru nya dan beranjak pergi.
"Apa?!"
Tak lama setelah pria itu keluar mereka kembali masuk, namun Misha menegang setelah melihat mereka membawa tongkat besi.
"Putri ketiga Leopard terkenal sangat tenang, kita buat dia sekarat lalu menyuruh Leopard kemari" saran Pria gendut dibelakang pria kurus.
"Dih, masa kalian mukulin anak 10 tahun pakai besi? Kalo aku mati gimana?" tanya Misha remeh.
"Bukannya dapat duit kalian malah akan masuk penjara lho, uu tentang penculikan dan uu penyiksaan anak kalian embat semua nya"
Misha terkekeh geli.
"Untuk dua pasal itu aja kalian udah bisa dipenjara lebih dari 15 tahun, apalagi dengan kekuatan Dad aku kalian bisa dipenjara sampai mati"
Misha seolah sengaja menyulut emosi dari dua orang didepannya, namun sepertinya hanya satu yang tersulut.
"D-Diam kau bocah!"
Pria berbadan gendut membentak tak suka, dia melayangkan tongkat besi itu kearah bahu Misha.
Bugh..
Bugh..
Bugh..
Bugh..
Uhuk..
Pria gendut itu kehilangan kendali dan memukul Misha tanpa ampun, temannya melotot kaget dan menarik temannya menjauh.
"Kau gila?! Rencananya kan hanya menggertak bocah itu!" bentak pria kurus panik.
"Ah! Maafkan aku, karena ucapannya emosiku terpancing" pria gendut itu meringis.
Misha menatap keduanya dengan susah payah, badannya sakit sekali. Bahkan barusan dia batuk darah.
Hei, anak 10 tahun dipukuli menggunakan tongkat besi tanpa belas kasihan. Misha masih sadar saja itu sebuah keajaiban.
"Hee, ternyata tebakanku benar ya" ucap Misha remeh.
Keduanya menegang, saat menyadari bocah didepannya sengaja berbicara seperti itu supaya mereka berdua mendapat pasal berlapis.
"Bocah sialan!" desis pria gendut hendak maju lagi.
"Sudah Reno, ayo kita telfon Leopard sebelum bocah itu pingsan" tegas pria kurus diangguki pria gendut.
"Bocah! Bicaralah!" titah pria kurus setelah berhasil menelfon Leopard, Dad Misha.
"Jangan kau berani apa apakan putriku!" desis Leopard di seberang.
"Terlambat~" pria kurus membuat emosi Leopard di seberang memuncak.
"Jangan menyuruhku!" sinis Misha dan mengalihkan pandangan.
Pria gendut itu benar-benar geram, berjalan mendekati Misha, dia mencengkram dagu Misha dan mengarahkannya ke kamera.
"Hei Leopard, jika kau ingin anak ketigamu selamat maka serahkan semua kekayaanmu pada kami!" kecam pria gendut.
"Hee? Dad kerja keras selama 15 tahun lebih dan kalian main minta aja? Kerja dong" Misha mengejek.
Plakk..
"Oh astaga! Misha! Kau tak apa?! Nak!!" seru Leopard panik ketika pria kurus mengalihkan dari telfon ke vidio call.
"Dad, tak apa. Mereka seperti semut merah"
ucap Misha tersenyum.
"Dad akan segera sampai Misha, bertahanlah!" Leopard berkata membuat dua penculik Misha panik.
"Bagaimana bisa Leopard tau lokasi kita?!"
seru pria gendut panik.
"Oh tidak! Reno cek ponsel bocah ini!" ucap pria kurus dan mematikan telfon.
Craakk..
Ponselnya dihancurkan oleh pria gendut itu, setelah selesai dia mendekat dan menjambak rambut pirang Misha.
"Bocah sialan!" desis pria gendut dan mengeluarkan pisau.
"Hee? Menyiksa aku lagi? Gak mempan~"
ucap Misha santai.
Pria itu menggoreskan pisau di leher, belum pisau itu menancap di lehernya, pintu ruangan itu didobrak bersamaan bunyi letusan senjata api.
Teriakan kesakitan dari pria gendut itu tak lagi Misha pedulikan, dia menatap sosok pahlawan didepannya dengan senyuman hangat.
"Mishaa!" seru Leopard yang awalnya lega, kini panik saat Misha tak sadarkan diri.
***
Misha tak sadarkan diri selama 5 hari, beberapa tulangnya patah karena kekerasan yang dilakukan penculik Misha.
Hiks..
Hiks..
Hiks..
Suara tangis itu membuat Misha tak tega untuk mengabaikannya, dengan pelan mata Misha terbuka. Ia menyipitkan matanya karena cahaya langsung merembes masuk, meringis pelan karena bahunya sangat sakit.
"Hn? Eva? Kau kenapa?"
Misha bertanya dengan nada serak. Mendengar suara yang ia rindukan selama 5 hari, Eva mengangkat kepalanya dan memasang raut sedih.
"Kakak!" pekik Eva dan memeluk Misha.
"Evaa, badanku sakit" ringis Misha saat Eva memeluknya.
"Ah maafkan aku! Aku manggil dokter dulu yah" ucap Eva turun dari kursi.
"Gak usah, ambilin air aja. haus" pinta Misha setelah melirik jam didepannya.
"Baiklah!" ucap Eva semangat dan mengambilkan air untuk Misha.
"Kaka kemana sih kemarin? Tau tau ilang, trus Eva dikasih tau kalo kaka kecelakaan" omel Eva.
"Kan shock Eva nya" kesal Eva menggembungkan pipi nya.
"Maaf" ucap Misha menatap Eva lembut.
Setidaknya kau selamat Eva, jika kau yang ada di posisi ini pasti mental mu akan terganggu__ucap Misha dibatin.
"Eva ayo makan dul-- eeh! Misha kau sudah sadar?!" pekik wanita paruh baya keras.
"Sayang! Misha sadar!" seru wanita itu keluar.
Tak lama pasangan suami istri paruh baya itu masuk dengan tergesa-gesa, di belakang mereka ada dokter yang mengurus Misha.
"Bagaimana perasaanmu? Ada yang sakit?"
tanya dokter.
"Gak ada." Misha berkata sangat singkat.
Crisss..
Leopard menjewer Misha kencang membuatnya meringis, dia memang senang Misha sangat tenang, tapi tidak saat anaknya itu sakit.
"Jawab dengan jujur Misha!" tegas Leopard.
"Iya iya, dari perut sampe leher sakit semua"
ucap Misha akhirnya jujur.
"Baiklah, untuk sementara jangan bergerak terlalu banyak. Saya tadi memeriksa hasil nya tulang adek banyak patah" dokter menaikkan kacamatanya.
"Kalau tau ngapain nanya, bikin masalah jadi ribet aja" ketus Misha.
Mendengar ucapan Misha sang dokter jadi meringis, orangtua Misha hanya berdecak melihat kelakuan anaknya dan Eva nyengir mendengar ucapan kakaknya.
*1 bulan kemudian..
Akhirnya penantian Misha terkabulkan. Hari ini dia akhirnya diizinkan pulang, namun kemarin Dad dan Mom nya mengatakan sesuatu yang membuatnya kaget. Mereka dikirim ke Korea, tepatnya ke mansion Orangtua Dad Misha.
Orangtua Misha dan Eva sangat khawatir jika nanti kejadian seperti ini akan terulang kembali, demi meniadakan kemungkinan itu, mereka memutuskan mengirim keduanya ke Korea.
***
Kini mereka sudah berada di bandara, mereka menjadi pusat perhatian, pasalnya Eva menangis dengan histeris.
"Kenapa aku sama kak Misha di suruh ke Korea?! Dad sama Mom mengusir kami?"
tanya Eva menangis.
"Tidak sayang, ini demi kebaikan kalian" tepis Dad seraya memeluk Eva.
Mom mengajak Misha bergabung dan mereka berpelukan lama, mendapat isyarat mata dari Dad nya Misha menarik tangan Eva menuju penerbangannya.
*FLASHBACK OFF..
"K.. Kak! Oi kak!" pekik Eva panik ketika Misha melamun dari tadi.
"Ayo keluar, laper"
Tersadar dari lamunannya Misha bangkit dan beranjak pergi, dibelakangnya Eva mengejar meski masih heran apa yang dilamunkan kakaknya.
"Kak! Lo mikirin apa tadi? Kok ngelamun kek gitu?" tanya Eva mengejar Misha.
"Gak ada." ucap Misha singkat.
"Oh gue tau, pasti lo bayangin makan martabak kam? Diem diem lo juga kangen kann?" ejek Eva.
"Gak tuh" singkat Misha tanpa berhenti menuruni tangga.
"Udah deh ngaku aja~" ejek Eva mendahului Misha dan menyegat Misha.
"Diem deh babu, jangan halangin langkah gue!" ketus Misha.
Eva terperangah melihat kelakuan kakaknya, bisa bisanya Misha masih memanggilnya babu?!
"Kak! Lo ngapain manggil gue babu!" pekik Eva berlari.
"Makanya diem" Misha berdecak malas.
Eva sangat gemas dan meloncat kearah Misha, untungnya jarak Misha dan dirinya hanya 10 anak tangga. Sehingga dengan mudah dirinya dapat nemplok di punggung Misha, merasakan berat yang tiba-tiba muncul dipunggungnya Misha lagi-lagi berdecak.
"Ngapain sih? Berat" ketus Misha.
"Udah, bayaran karna lu nyebut gue babu adalah bawa gue keruang makan" Eva berkata dengan songong nya.
Sreekk..
"Areeee?!" Eva terpekik saat posisi tubuhnya terbalik.
Kepalanya tepat berada satu jengkal dari lantai dan kakiny ada dibahu Misha, tadi dengan mudah Misha membalikkan tubuh Eva.
"Jangan ngatur gue" desis Misha dan berjalan.
"Uwaaa!"
Eva hanya bisa terpekik saat Misha berjalan, otomatis pandangan Eva dipaksa menatap struktur tangga yang terbalik.
Sesampainya di ruang makan Eva lari ketoilet belakang, dia muntah habis habisan di sana. Melihat itu Misha bersmirk bahagia, namun kebahagiaannya terhenti saat Grandpa dan Grandma nya menatap dirinya tajam.
"Iya maaf, Misha khilaf" Misha meringis.
***
Hai hai..
Fifi disini~
Makasih buat Readers Fifi yang datang dari Wattpad :)
Makasih karna relain beberapa penyimpanan kalian buat donlot Webnovel :)
Tolong tunggu kelanjutan Misha dan Eva yah ;)
sumbang power stone juga, supaya bisa naik rank~
SALAM.
Greentea Or Fifi