Beberapa hari berlalu. Kami menghabiskan waktu dengan melakukan perjalanan, menyuruh Filo dalam wujud Filolial-nya menarik kereta, dan kami berusaha sebaik mungkin untuk menghindari kota dan desa disepanjang perjalanan kami ke timur laut. Akhirnya kami sudah dekat dengan perbatasan.
"Gweh!"
Teriakan Filo terdengar serak dan tajam.
Apa ada musuh?! Mel dan aku mengintip dari tumpukan jerami untuk melihat.
"Heh, heh, heh... Tinggalkan barang-barang berhargamu dan pergilah."
Aku pernah mendengar suara itu sebelumnya. Pastinya, itu adalah kelompok bandit yang sama yang menyerang kami saat kami bepergian bersama pedagang aksesoris.
"Apa kau budek? Kubilang TINGGALKAN BARANG-BARANG BERHARGAMU! Tunggu, apa ini? Dia sangat cantik..."
Mereka sedang menatap Raphtalia yang mengenakan pakaian kotor. Tapi setelah mereka memperhatikan dia dengan cermat, wajah mereka menjadi pucat.
"Kalian belum kapok juga, ya?"
Nggak ada perlunya bersembunyi lagi. Aku melompat keluar dari kereta.
Filo merasa nggak masalah bagi dia untuk menunjukkan wujud aslinya, berubah kembali menjadi Filolial Queen.
"Apa kau akan bertarung?"
Putri kedua kelihatan sangat kuatir.
"Kami akan baik-baik saja."
"Apa? Ada apa dengan kalian?"
Sekitar dua per tiga dari kelompok bandit itu nggak ada saat terakhir kali kami bertemu. Mereka menatap rekan-rekan mereka yang pucat dan kebingungan pada keributan apa ini.
"Uh... Uh... Uh... Orang ini... ada harga buronan yang dipasang untuk kepalanya. Kalau kita membunuh dia... kita akan... jadi pahlawan."
Pria yang berdiri paling depan gemetaran dan berkata dengan nada tinggi yang dibuat-buat.
Dia kelihatan sangat terguncang, sangat nggak yakin.
"Sudah kembali membegal lagi? Mengingat kalian kehilangan semua equipment kalian, kalian betul-betul cepat pulihnya."
Setelah mendengar apa yang kukatakan, para anggota kelompok yang penasaran mulai memasang kuda-kuda dan bersiap bertarung.
"Kau... tutup mulutmu! Semua ini salahmu! Kami sekarang bekerja untuk orang lain, dan kamu berada di tingkatan paling bawah!"
"Sungguh memalukan. Kelompok kecilmu sudah diserap oleh kelompok bandit yang besar dan buruk?"
"Bos kami kembali ke pinggiran kota!"
"Itu bagus buat dia. Dia berhasil membersihkan diri dari profesi kotor kalian."
"Tutup mulutmu! Kami akan menghabisimu!"
Semua orang menghunus senjata mereka dan berlari kearah kami.
"Filo! Raphtalia!"
"Baik!"
"Okeeeeeee!"
Aku mundur untuk melindungi sang putri.
Baik Filo maupun Raphtalia tidaklah selemah itu sampai-sampai merasa terancam oleh sekelompok bandit.
"Rasakan ini!"
Seorang bandit mengayunkan pedangnya pada Filo.
"Filo!"
Sang putri melompat turun dari kereta, mengarahkan tangannya kedepan dan mulai merapal.
Apa? dia bisa bertarung?
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan, dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Tembakan bola air pada mereka! All Zweite Aqua Shot!"
Sebuah bola air besar terwujud didepan dia dan kemudian terbagi menjadi sejumlah bola-bola kecil sebelum terbang kearah musuh. Mereka semua terlempar ke belakang.
Zweite... Kurasa itu artinya itu adalah mantra sihir tingkat menengah, dan "all" pasti itu artinya adalah banyak.
"Ugh!"
"Uwa!"
"Huff..."
Semua musuh yang bersiap menyerang terjatuh ke tanah. Serangan itu pasti sangat kuat.
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Serang mereka dengan pedang air! Zweite Aqua Slash!"
Sang putri segera mengeluarkan mantra lain. Sebual bola air muncul, lalu memanjang menjadi pedang tajam yang terbang di udara dan menebas melewati kelompok pria itu dengan tebasan yang memuaskan. Para pria itu tidak jatuh, tapi sebatang pohon dibelakang mereka terbelah menjadi dua dan tubang sambil menghabiskan suara yang keras.
"Akan kupastikan serangan itu akan mengenai kalian berikutnya."
Dia terengah-engah. Pasti sulit untuk mengeluarkan sihir secara beruntun seperti itu.
"Mereka, ada seorang witch diantara mereka! Dan dia sangat kuat!"
"Filo!"
"Okeeee!"
Para bandit itu tertegun sesaat oleh tindakan Mel, dan Filo mengambil kesempatan itu untuk menyerbu dan menendang mereka.
"Aku sudah selesai disini."
"Belum!"
Aku berbalik dan melihat seorang bandit berwajah pucat menyelinap dibelakang kami. Dia naik ke atap kereta kami, dan hendak melompat kearah sang putri.
"Air Strike Shield!"
"Ugh!"
Dia melompat, tapi perisai muncul dibawah dia di udara, dan dia jatuh keatasnya.
"Satu lagi!"
Bandit terakhir berdiri, mungkin yang terlemah diantara mereka, berlari kearah putri.
"Second Shield! Change Shield!"
Aku mengeluarkan perisai lain, menggunakannya untuk menghentikan bandit yang berlari, dan kemudian menggunakan Change Shield untuk mengubahnya menjadi Bee Needle Shield. Perisai itu memiliki efek racun, yang mana nggak akan membunuh bandit itu melainkan cuma melumpuhkan dia.
"Ugh... Uh..."
Dia terjatuh ke tanah, kejang-kejang.
"Mereka datang lagi."
Para bandit menyerbu kearah putri menggunakan serangan kejutan.
"Tidak, kami sudah selesai."
"Ah..."
Bayangan besar Filo berada diatas para bandit itu. Mereka pasti menyadarinya juga. Mereka mulai berteriak.
Dalam hati mereka mungkin sedang memikirkan kata-kata terakhir mereka, atau melambaikan bendera putih.
"Aku akan menyelamatkanmu, Mel!"
Filo menindis para bandit itu.
"Matahari sudah mulai terbenam. Waktu yang pas. Beritahu dimana persembunyian kalian."
Kami mengikat mereka semua untuk menginterogasi mereka.
"Kalau kami bicara, maka kami akan..."
"Filo."
"Disana!"
"Woi! Apa yang kau lakukan?! Jangan beritahu mereka!"
Sepertinya masih ada bandit yang belum memahami situasi mereka. Salah satu bandit, yang pernah kami temui sebelumnya, mulai berusaha mati-matian menjelaskan situasinya.
"Kalau kau nggak memberitahu apa yang ingin mereka ketahui, mereka akan mengumpankanmu menjadi makanan burung itu!"
"Kau... kau nggak serius kan?"
"Kau pikir dia kelihatan dia sedang bercanda?"
Salah satu dari mereka mengisyaratkan dengan kepalanya ke arahku dan bertanya, "Ada apa dengan orang yang sebelah sana? Ada apa dengan sihir itu?"
"Kau nggak tau!? Dialah si Perisai!"
"Apa?!"
Setelah mereka semua mengetahui siapa aku, mereka menjadi pucat.
"Orang yang bersama burung iblis pemakan manusia?!"
"Ya! Burung itu akan memakanmu—dimulai dari kepala. Kalau burung itu mengejarmu, tamatlah riwayatmu!"
"Pikirkan nyawamu! Berikan saja apa yang dia mau!"
Kurasa rumornya semakin bervariasi sekarang.
Raphtalia, ternganga keheranan, menepukkan tangannya pada keningnya dan menghela nafas.
"Kalau kau bohong...."
"Aku tau! Ku mohon, ampuni kami!"
Mereka menuntun kami ke persembunyian mereka. Sudah jelas, kami mengambil alih persembunyian itu.
Kami menginap di persembunyian mereka, dan menghibur diri dengan semua barang curian mereka yang berharga.
Kebanyakan adalah makanan. Karena kami sedang dalam perjalanan, dan menginap di hutan, makanan kami terdiri dari daging monster—dan aku sudah muak dengan semua itu.
Saat pertama kami memasuki persembunyian itu, sang putri kelihatan sangat ketakutan. Tapi dia pulih cukup cepat. Kami menemukan gold dan barang-barang berharga mereka, yang mana kebanyakan adalah uang. Kami mengambilnya, menyingkirkan barang-barang mereka yang lain dan membakarnya.
Kalau kami melakukan pemusnahan equipment mereka secara setengah-setengah, mereka cuma akan mengambilnya lagi dan mengejar kami. Yang mana itu sangat membuatku jengkel.
Yah sejujurnya, aku menikmati penampilan kekecewaan yang ada di wajah para bandit.
"Hei, Putri. Aku nggak tau kalau kau bisa menggunakan sihir."
"Tentu saja aku bisa. Aku mempelajarinya untuk melindungi diri."
"Seberapa handalnya kau?"
Kalau Mel bisa menjaga diri dalam pertempuran, mungkin itu ide yang bagus untuk menambahkan dia kedalam party.
"Dan berapa levelmu?"
"Levelku... 18. Adapun untuk sihir, aku bisa menggunakan hampir semua sihir air tingkat menengah."
Yah itu lebih rendah dari yang kuduga. Gimanapun juga dia adalah seorang putri. Kupikir levelnya jauh lebih tinggi.
Tapi dia bisa menggunakan sihir tingkat menengah.
"Dan kau ahli dalam sihir air?"
"Ya."
Mungkin karena warna rambutnya biru, pasti ada hubungannya.
"Dan aku bisa menggunakan sedikit sihir tanah juga."
"Sungguh?"
Dia memiliki kemampuan yang luas.
"Itu mengingatkan aku—kakakmu bisa menggunakan sihir angin kan?"
Aku nggak mau mengingatnya. Tapi aku nggak bisa lupa gimana dia menyerangku dari belakang saat duel melawan Motoyasu.
Ugh, cuma memikirkannya saja membuatku jengkel. Lebih baik memikirkan sesuatu yang lain.
"Kakakku? Dia ahli dalam sihir api, tapi dia juga bisa menggunakan sedikit sihir angin."
Kurasa itu masuk akal. Gimanapun dia punya rambut berwarna merah.
"Bunda handal dalam sihir api dan air."
"Huh... Menarik. Ngomong-ngomong, aku akan memasukkanmu dalam party. Terimalah."
"Baik."
Aku nggak berencana mengandalkan dia dalam pertempuran atau apapun. Tapi dia akan jadi jaminan yang bagus untuk dimiliki. Kalau dia bisa bertarung, nggak ada alasan nggak menambahkan dia kedalam party. Meski begitu, aku nggak mau menggunakan dia dalam pertempuran kalau nggak terpaksa.
"Um? Aku penasaran apa yang kau lakukan sampai membuat ayah begitu marah?"
"Kurasa kita memang belum pernah berbicara tentang hal itu. Itu semua bermula saat kakakmu memfitnah aku atas sebuah kejahatan...."
Sepanjang malam, aku menjelaskan semua hal yang telah dilakukan Sampah dan Lonte itu padaku.
Karena suatu alasan Filo duduk disampingku saat aku berbicara dan menyimak seluruh cerita seolah aku sedang mendongeng. Aku nggak menyebutkan kesalahan apapun yang telah kami buat.
Aku juga nggak bohong, aku cuma mengatakan pada dia apa yang sudah terjadi.
Kurasa sedikit dari kebencian dan rasa sakitku menyelinap masuk kedalam perkataanku, tapi aku nggak mempermasalahkannya. Aku menganggap itu bagian dari pembelajaran untuk putri.
"Ayah dan Kakak sungguh kejam! Bagaimana bisa mereka mengeluh tentangmu setelah memperlakukanmu seperti itu?!"
"Iya kan? Aku juga merasa begitu."
"Bunda selalu bilang padaku agar aku baik padamu."
"Huh?"
Apa yang dia bicarakan? Bukankah Pahlawan Perisai dianggap seorang iblis oleh gereja? Sang Ratu bukan bagian dari kepercayaan itu?
"Ada apa, Tuan Pahlawan Perisai?"
"Nggak ada. Aku cuma bertanya-tanya apa yang dipikirkan ibumu tentang aku."
"Hmm... Aku nggak betul-betul tau. Tapi beliau mengirim surat pada ayah, meminta ayah untuk memperlakukan Pahlawan Perisai sama dengan dia memperlakukan para Pahlawan yang lain."
Sejujurnya aku nggak tau maksud dari yang dia katakan, tapi sepertinya nggak masalah untuk mengasumsikan bahwa ratu mengawasi aku. Meski demikian, dia nggak melindungi aku, jadi dimataku dia sama buruknya dengan Sampah itu.
"Master... Banyak hal telah terjadi sebelum aku lahir, ya?"
"Ya."
"Huh?"
Sang putri kedua tiba-tiba terlihat sangat bingung.
"Um... Filo? Berapa umurmu?"
"Sebulan tiga minggu!"
"Apa?!"
Sudah wajar kalau dia terkejut. Para monster berkembang dengan sangat cepat.
"Kau tumbuh begitu cepat!"
"Oh, he, he.... Berhentilah memujiku."
"Kurasa itu bukan pujian."
"Kalau begitu aku adalah kakak tertua disini."
"Kalau kau berbicara tentang usia, maka iya. Kau dan Raphtalia sebenarnya berusia hampir sama."
"Raphtalia adalah...."
Filo menatap Raphtalia, ada sedikit kekecewaan pada wajahnya. Raphtalia cuma kelihatan bingung. Filo bisa betul-betul berubah seketika. Wajar saja kalau bingung.
"A...Apa?"
"Dia adalah seorang demi-human. Jadi meskipun kami berusia sama, dia terlihat lebih tua."
Melty menatap Raphtalia saat dia berbicara. Sesuatu tentang itu membuatku merasa simpati pada Raphtalia.
"Aku nggak tau.... Aku merasa aku kehilangan sesuatu.... Aku nggak tau kenapa."
"Yah karena kita semua tau berapa usia kalian, orang-orang akan berpikir aku adalah orang yang bejat."
Mereka akan mengatakan aku punya penyakit Lolicon. Filo dan putri adalah anak kecil. Ditambah Raphtalia yang juga seorang anak kecil dalam usia, itu artinya aku dikelilingi oleh gadis cilik.
"Yah, itu ya itu. Kamu tetap saja seperti biasanya dirimu, Raphtalia."
"Tuan Naofumi...."
Dengan adanya tiga cewek disekitarku, orang akan mengatakan aku memiliki harem Loli. Aku cuma bisa membayangkan apa yang akan dikatakan para pahlawan lain.
"Pokoknya, kita akan istirahat disini malam ini. Kita akan segera melintasi perbatasan."
"Baik"
"Yay!"
* * * * *
"Whoa....."
Aku menatap titik pemeriksaan di perbatasan dan bergumam takjub.
Yang luar biasa adalah bahwa ada barisan knight yang begitu panjang yang mana mustahil untuk menghitung mereka.
Ada begitu banyak, sepertinya seluruh pasukan ada disana. Mungkinkah mereka dikerahkan semua disini? Gimana kalau negara lain menyerang?
Tidak, nggak mungkin itu adalah keseluruhan pasukan—tapi tentunya itu kelihatan seperti seluruh pasukan.
"Iblis Perisai itu, nggak diragukan lagi, bertujuan melintasi perbatasan menuju Siltvelt! Jangan biarkan dia melintasi perbatasan ini!"
"Baik, pak!"
Mereka terlihat... ketat.
Perbatasan itu dijaga begitu ketat, seolah seekor semutpun nggak akan bisa melintas tanpa ketahuan. Kalau aku sendirian, aku bisa saja berlari menerobos penjagaan itu, tapi dengan adanya Raphtalia dan putri, itu akan sulit.
Aku harus berlari menerobos sendirian dan mereka bisa mengejar belakangan—tapi kalau para pahlawan yang lain ada disana, mereka akan ketahuan.
Belum lagi dengan adanya begitu banyak knight di satu tempat, aku nggak yakin aku bisa menerobos mereka.
Selain itu, gimana mereka tau kalau aku menuju Siltvelt?
Kemungkinan, mereka cuma ingin menghentikan aku memasuki Siltvelt karena hubungan mereka dengan Siltvelt tidaklah bagus. Meski begitu, mereka lebih berpersiapan dalam menghentikan aku daripada yang telah aku antisipasi.
"Gimana menurutmu? Bisakah kita menghindari titik pemeriksaan, dan melintas di suatu tempat lain? Suatu tempat yang jauh dari jalan?"
"Kurasa gak bisa?"
Putri kedua berbisik.
"Kenapa tidak?"
"Sepertinya mereka telah memasang pemeriksaan darurat. Kalau kau melintasi perbatasan, alarm akan berbunyi, dan mereka akan mengejarmu."
"Sialan..."
Yang terbayang dalam pikiranku adalah semacam sinar inframerah. Mereka memasang sesuatu seperti itu di perbatasan. Dengan begitu banyak penjaga, mereka pasa akhirnya akan memburu apapun yang secara ilegal melintasi garis perbatasan. Itu hanyalah masalah waktu saja.
"Apa menurutmu Filo bisa lolos dari mereka?"
"Mereka akan mengepungmu. Alarmnya akan memperingatkan mereka sebelum kau bisa sampai di sisi lain."
"Hm.... Kau betul-betul tau banyak tentang perbatasan."
"Bunda bilang aku harus mengingat hal-hal ini untuk kata kalau ada keadaan darurat. Pemeliharaan sistemnya sangat mahal, tapi semua orang setuju untuk menjaganya untuk berjaga-jaga."
"Perencanaan masa depan yang menakjubkan."
Aku bisa saja membunuh seseorang. Orang-orang ini akan terus menghalangi jalanku.
"Kalau gitu kurasa satu-satunya pilihan kita adalah pergi ke negara lain yang berbatasan dengan Siltvelt, lalu masuk ke Siltvelt melalui perbatasan itu."
Ini adalah negara terdekat, tapi kami sepertinya nggak punya pilihan lain.
Lalu beberapa penduduk lewat sambil membawa kereta yang penuh muatan, dan kami secara nggak sengaja berpapasan dengan mereka.
Kami sedang dalam penyamaran, jadi kami harusnya baik-baik saja. Aku dan putri bersembunyi di balik jerami.
"Um....."
Karena suatu alasan, keheningan yang misterius terjadi diantara Raphtalia dan warga.
"Pahlawan Perisai."
Mereka menemukan kami?! Bisakah kami kabur?!
"Jangan kuatir, kau baik-baik saja. Kau pernah memberi kami sebuah benih tanaman, dan karena benih itulah kemakmuran kembali ke negeri kami. Terimakasih banyak. Kami tidak akan melakukan apapun untuk mengindikasikan lokasimu pada para prajurit."
Aku mengamati lebih cermat. Memang benar, mereka warga lokal melainkan orang-orang dari negeri sebelah. Dan mereka sepertinya adalah para pedagang keliling. Mereka memberiku beberapa pakaian tua.
"Buatlah orang yang bersamamu kelihatan sedikit lebih kotor. Terutama nona demi-human tipe rakun yang cantik itu. Dia bisa membuatmu ketahuan."
Aku nggak bisa membantahnya, diantara para demi-human tipe rakun, Raphtalia memang sangat cantik. Dia bertemu dengan semua penduduk saat kami masih pedagang keliling, jadi dia mungkin telah mendapatkan reputasi sendiri.
Saat aku membeli Raphtalia, si penjual budak mengatakan bahwa tipe rakun nggak populer untuk manusia. Tapi Raphtalia sangatlah cantik, jadi dia tentunya menarik perhatian. Dan kalau salah satu dari mereka pernah melihat dia sebelumnya, mereka mungkin akan langsung mengenali dia.
Aku nggak bisa meninggalkan Raphtalia, jadi kami harus mencari cara untuk menyamarkan dia.
"Jika kau berencana mengelabuhi mereka, kereta itu terlalu mencolok. Kau bisa menggunakan kereta kami. Pindahkan barang-barangmu ke kereta kami."
"Makasih banyak. Kau benar. Kereta logam yang besar ini memang mencolok. Kami mungkin perlu menyingkirkannya."
"Gweh?!"
Filo berada dalam wujud Filolial, tapi dia menggeleng dan menggerutu protes.
"Gweh! Gweh!"
"Kita nggak punya pilihan! Apa kau mau kita tertangkap? Mau masuk ke penjara? Mereka akan membunuh putri, kau tau?"
"Gweh...."
Setelah Filo menyadari bahwa Mel akan berada dalam bahaya, dia dengan enggan berhenti memprotes.
Dia benar-benar menyukai kereta itu, tapi kurasa dia lebih menghargai temannya.
"Gadis pintar, Filo. Kau harus memilih antara sebuah benda dan seseorang, dan kau memilih orang yang berharga."
Aku mengusap kepalanya. Meskipun dia nggak memahami apa alasannya, dia mengambil pilihan yang tepat.
"Gweh?"
"Setelah kita berhasil lolos, kita akan kembali untuk memgambil keretanya."
"Gweh!"
Dia tau kalau aku berjanji.
"Silahkan terima kereta kami."
"Tentu, makasih."
"Tidak apa-apa. Kami akan meletakkannya di desa dekat sini."
"Kami akan membayarnya."
"Kau sudah membayarnya."
"Oh ya. Baiklah, Putri. Sudah waktunya buatmu untuk ganti pakaian. Kalau enggak, mereka pasti akan menangkap kita."
"Oh.... Baiklah...."
Aku memberi beberapa silver pada para warga itu sebagai ucapan terima kasih atas bantuan mereka.
Satu-satunya masalah yang tersisa adalah gimana caranya memberi makan Filo. Sejak pertama kali kami bepergian, dia resek kalau laper.
Dan hal terburuk yanh bisa terjadi sekarang adalah kalau dia melambat. Pada saat itu, satu-satunya pendukung kami adalah penyamaran kami dan kecepatan Filo. Gimanapun juga, ada banyak hal berbahaya yang bisa kami temui selain para pemburu hadiah atau para petualang.
Sang putri kayaknya dia nggak senang memakai pakaian kotor dan tua, tapi dia mau melakukannya, memahami situasinya.
Pakaian yang mereka berikan pada dia sangat lusuh. Setekah dia berganti pakaian, dia kelihatan seperti gadis kecil yang bermasalah. Tentunya, dia tetaplah seorang putri, tapi aku merasa seperti dia bisa kelihatan seperti seorang warga.
Tapi jelas-jelas dia memiliki pola makan yang bagus. Dia kelihatan sangat sehat, dan ketika dia berbicara dia jelas-jelas berpendidikan—belum lagi rambutnya yang berwarna biru terang yanb mengindikasikan berdarah kerajaan. Nggak seorangpun akan tau kalau dari jauh, tapi kalau mereka mengamati dia lebih cermat.... Terserahlah, meninggalkan dia bukanlah sebuah pilihan.
Kami membutuhkan dewi fortuna dipihak kami.
"Cari tas dan isilah dengan barang-barang."
Kami mengumpulkan barang-barang yang bisa kami bawa, dan kemudian menutupinya dengan kain. Apapun yang gak bisa kami bawa kami berikan pada para warga. Meskipun kami membuat kemajuan yang bagus, akan butuh lebih dari dua minggu.
"Um, apa kau seorang pedagang? Aku punya daftar belanjaan yang harus dibeli."
Sialan! Seorang prajurit berjalan kearah warga asing untuk belanja.
"Pahlawan Perisai?"
Sialan! Dia melihat kami! Aku berbalik pada Filo untuk kabur.
"Ini saya. Ingat? Kita bertempur bersama melawan gelombang."
Aku menatap dia. Memang benar, dia adalah salah satu dari prajurit relawan yang bertempur bersama kami.
Ya, kami berpisah saat gelombang usai, dan aku nggak bisa menjumpai mereka lagi karena kami bertentangan dengan Sampah itu.
Aku lega, tapi kemudian aki menyadari bahwa dia mungkin dikirim kemari secara khusus karena dia telah membantu kami.
Saat itu aku nggak tau apa-apa mengenai masalah "Iblis Perisai" ini. Kalau dipikir-pikir lagi dengan apa yang kuketahui sekarang, itu pasti membutuhan kehendak yang sangat teguh untuk menentang kepercayaan mereka dan membantuku. Mereka pasti menerima konsekuensinya. Masyarakat akan mengucilkan mereka.
"Apa kau dipecat?"
"Tidak, tidak ada hukuman."
"Oh, baguslah. Jadi kau di tempatkan disini bukan sebagai pemecatan?"
"Sepertinya bukan. Hampir setengah dari knight kami ada disini."
Semua itu untuk menghadang aku?
Woi woi. Bukankah itu agak berlebihan? Seberapa besarnya Sampah itu ingin menjauhkan aku dari Siltvelt?
Aku gak bisa memahaminya lagi. Apa yang sebetulnya dia inginkan?
Mungkinkah ada sesuatu di Siltvelt, sesuatu yang belum kuketahui?
Aku harus pergi. Kalau musuh sampai semarah ini, maka itu artinya sesuatu yang bagus buatku.
Aku gak tau kenapa mereka segitu marahnya, tapi aku harus mencari tau.
"Yang jelas, sangat berbahaya bagi anda berada disini. Larilah."
"Makasih."
"Bukan hanya para knight, para Pahlawan yang lain juga ada disini. Yang saya kuatirkan adalah anda mungkin akan berhadapan dengan mereka."
Dia benar. Aku harus mengakuinya kalau mereka semua memang jauh lebih kuat daripada aku.
Saat kami melawan Glass, mereka tumbang sedangkan aku tidak, tapi Glass sepertinya secara sembarangan menyerang mereka menggunakan teknik penghabisan sebelum mereka punya kesempatan untuk melawan balik. Jadi mereka nggak sempat menunjukkan kekuatan sejati mereka.
Dan mereka semua sudah naik kelas, yang mana nggak satupun dari kami yang sudah melakukannya.
Akan bodoh untuk berpikir aku bisa mengalahkan mereka dalam pertarungan. Kalau kami menghadapi mereka tanpa persiapan, aku mungkin akan berakhir tewas.
"Ayo pergi."
"Saya doakan anda bisa membersihkan tuduhan dan kecurigaan ini."
Kami berpisah dengan para pedagang asing dan prajurit relawan itu, menuju ke selatan untuk mengambil jalan memutar yang panjang.
***