webnovel

Mysterious Box

Gelap semua. Alessa hampir tidak melihat apa-apa jika tidak dengan bantuan dari cahaya ponsel. Gudang itu nampak biasa tak ada yang menarik, sama seperti gudang-gudang pada umumnya.

Hanya ada barang-barang tua tak terpakai dan beberapa kardus bekas yang tersusun rapi.

Sampai mata Alessa tertuju pada satu titik cahaya yang bersinar di kegelapan gudang itu. Sebuah cahaya merah bersinar dari tumpukan kain putih yang tidak terpakai lagi.

Alessa mendekati cahaya merah itu karena penasaran. Dan menyibak kain putih yang menutupinya. Sebuah kotak dengan batu rubi merah di bagian tengahnya menyambut penglihatan Alessa.

'Mungkin cahaya tadi berasal dari batu ini' batin Alessa.

Ia mengangkat kotak yang memang ukurannya tidak terlalu besar itu. Meneliti peti dengan saksama. Tidak ada kunci, tapi peti itu tidak bisa di buka.

Alessa terperanjat kaget, ketika mendengar ponselnya berdering nyaring. Sebuah kontak tanpa nama tertera di layar, dengan ragu Alessa menerima panggilan.

"Alessa!" ucap seseorang dari ujung telepon dengan suara beratnya.

Jantungnya berpacu dengan cepat. Alessa kenal suara itu. Suara yang dihindarinya saat ini. Dia Edgar.

"Alessa kau mendengarku!" Edgar menggeram marah. Sontak Alessa menjauhkan ponsel itu dari telinganya dan memandangi ponselnya yang masih terhubung dengan panggilan.

"Alessa! " Panggil Edgar lagi setengah berteriak.

"jawab Alessa. Kau masih bisa mendengar, kan? "

"Alessa. Apa kau masih di sana! Alessa jaw-"

Tutt. Panggilan itu dimatikan Alessa secara sepihak. Alessa gemetar di tempatnya sekarang, tubuhnya membeku. Entah mengapa ia menjadi takut sekarang. Dari nada suaranya kelihatan bahwa Edgar sangat marah padanya.

Alessa beralih menatap kotak di pangkuannya, dan memutuskan untuk membawa kotak itu ke kamar.

Alessa memutuskan untuk menyembunyikan kotak itu di bawah tempat tidur. Angin berembus kencang malam itu. Alessa berderap menuju pintu yang menghubungkan kamar dan balkon.

Seketika dia terpaku. Ia tidak mungkin berkhayal ataupun salah lihat. Di pagar balkonnya ia melihat siluet tubuh seorang lelaki berdiri di sana.

Dia sangat mengenali postur tubuh itu. Kaki Alessa lemas seperti jelly sekarang, ia bahkan juga menahan napas untuk beberapa saat.

"Senang bertemu denganmu lagi, Alessa, " desis Edgar dengan suara seraknya. Terdengar menawan sekaligus mengerikan di telinga Alessa.

"Ed-Edgar ...,"

Alessa tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena detik selanjutnya bibirnya sudah di bungkam oleh bibir hangat milik Edgar, memberikan kecupan kasar di sana.

Makhluk berdarah dingin itu menciumnya! Alessa memberontak, ketika Edgar menggigiti bibir bagian bawah Alessa. Mengisap setiap tetesan darah yang keluar dari bekas gigitannya.

"Ed-gar ka-kau menyakitiku! " Rintih Alessa di sela ciuman mereka. Selain karena ciumannya yang menunut, Alessa juga merasakan bibirnya berdenyut akibat digigit.

"Kau tidak akan pernah tahu betapa tersiksanya aku, saat kau kabur dariku. Aku mengkhawatirkanmu!" ucapnya dengan serak. Edgar sudah melepaskan pagutannya. Kini ia menempelkan keningnya dengan kening Alessa.

"Jangan pernah menghilang dari pengawasanku lagi."

Deg! Alessa bisa merasakan sesuatu yang hangat menjalar di hatinya, sebuah getaran aneh yang tidak pernah dirasakan sebelumnya, Sesaat Alessa melupakan rasa sakit pada bibirnya, sebegitu besar pengaruh ucapannya tadi terhadap Alessa.

Edgar kembali menyematkan ciumannya, tetapi kali ini lebih pelan dan lebih lembut. Bodohnya Alessa menikmati ciuman itu dan membalas.

Sungguh Alessa tidak bisa menolak. Ia sudah terperangkap kepada seorang vampir. Mungkin besok pagi ia akan menyesali perbuatan yang dilakukannya pada malam ini.

***

Alessa terbangun di pagi hari, bukan karena sebuah tangan asing yang melingkar di perutnya, bukan pula sebuah napas yang menghembus di tengkuknya, melainkan sebuah rasa sakit di bagian lehernya.

Ya lord. Edgar tidak pernah puas menggigitnya sejak tadi malam. Yang Alessa takutkan sekarang adalah 'ia akan dehidrasi darah'.

Alessa bangun dari tempat tidur dan beranjak ke kamar mandi. Setelah selesai melakukan aktivitas paginya. Alessa kembali ke kamar, dan Edgar sudah tidak ada lagi di tempat tidur.

Pria itu datang dan pergi semaunya.

***

Di sinilah Edgar berada. Di rumah yang dibelinya di samping rumah Miranda. Edgar memang pergi ketika Alessa ke kamar mandi.

"Edgar!" panggil Miranda.

Edgar berbalik. "Miranda! Sedang apa kau disini?"

"Aku selalu di sini sejak kau pergi membawa Alessa kabur."

"Dan kau kehilangannya lagi?" tambah Miranda. Tersenyum mengejek.

"Hm, Tidak juga. Aku baru saja bertemu dengannya," jawab Edgar dengan senyum sinisnya.

"Senang mendengarnya." Miranda membalas tersenyum.

"Dan kau tidak melanjutkan study mu?"

"Tidak. Aku sudah tidak tertarik lagi," jawab Miranda datar.

"Bagaimana dengan Mahesa. Apa kau sudah melupakannya juga?" Edgar tau Miranda menyukai kekasih dari sahabatnya itu.

"Ia sangat mencintai Alessa. Sangat mustahil jika aku bisa bersamanya." jawab Miranda dengan senyum getir, ada gurat kesedihan di sana.

"Sekarang aku tidak memiliki siapapun lagi. Kedua orang tua ku, tidak pernah menghubungiku sekadar menanyakan kabar, atau hal lainnya. " keluh Miranda, emosinya sering tidak stabil akhir-akhir ini.

"Masih ada aku. Aku yang akan menjagamu. Akan ku pastikan suatu saat nanti Mahesa akan menjadi milikmu!"

"Terimakasih. Entah aku harus senang atau sedih sekarang. Kau orang yang sudah menghancurkan hidupku, tapi kau juga menjanjikan sebuah harapan baru untukku."

"Hm. Sekarang kembalilah ke rumahmu!"

Miranda mengangguk dan keluar dari rumah Edgar. Edgar berjalan menuju sebuah pintu yang sama yang ada di mansionnya. Sebuah pintu penghubung.

Edgar masuk ke dalam ruangan itu dan seketika, ia sudah berada di kastil sang Ayah.

"Edgar kau tahu apa yang kau lakukan?!"

"I know ...,"

"Kau sungguh bertele-tele Edgar. Apa lagi yang kau tunggu. Kau menunggu semua para Vampir mati, hah?!" gerutu Johnson.

"Aku ingin tau sesuatu. Apa yang akan terjadi kepada Alessa setelah ia kubawa ke sini?" tanya Edgar memastikan.

Johsnon diam. "Seharusnya ini tidak terjadi Edgar. Kau tidak boleh menyukai seseorang yang berbeda dari kita!" alih-alih menjawab pertanyaan Edgar, Johnson malah memberikan sebuah peringatan.

"Jangan jadi sepertiku Edgar. Dulu aku juga sama sepertimu." pengakuan Johnson membuat Edgar mengernyitkan keningnya.

"Maksudmu Ibu?"

"Ibumu adalah shewolf. Ibumu adalah seorang werewolf. Tetapi yang sedang ku bicarakan bukanlah Ibumu!"

Edgar terhenyak. Sebuah fakta yang baru di ketahuinya. Ibunya adalah werewolf? Tetapi apa maksudnya bahwa yang sedang dibicarakan sekarang bukanlah tentang Ibunya. Ayahnya punya wanita lain?

"Kau mencintai wanita lain?" tebak Edgar.

"Ya, aku mencintai wanita lain sebelum dengan Ibumu, dan wanita itu meninggalkanku dengan pria lain."

"Itu sudah lama terjadi. Lupakanlah. Aku hanya berusaha memperingatkanmu.

Sebaiknya kau cepat bawa Alessa kemari. Karena ada banyak hal yang harus kau lakukan di sini!"

Edgar hanya mengangguk.