Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam
Chapter 23 : Akhirnya Jalan-jalan juga
Lin Hua terus memperhatikan gerak-gerik Lin Tian dari balik kaca kecil yang mengarahkan pandangannya langsung pada Lin Tian yang duduk di kursi penumpang.
"Dia semakin aneh," gumam Lin Hua pelan, suaranya itu tidak bisa didengar Lin Xiao apa lagi Lin Tian.
Lin Xiao tentunya sudah fokus mengemudi. Pandangannya sudah tentu terarah pada jalan raja, apa lagi Lin Xiao kerap kali menyetel musik dengan suara yang tinggi, sehingga orang lain sedang berbicara pun tidak akan terdengar oleh Lin Xiao.
Sementara itu, pandangan Lin Hua jatuh pada Lin Tian yang sedang sibuk memainkan sabuk pengaman dan bukan hanya itu saja. Lin Hua dibuat geleng-geleng kepala, saat Lin Tian terus memukuli kursi tempat duduknya.
Lin Hua ingin menegur Lin Tian atau sekedar bertanya. Namun, dia mengurungkan niatnya tersebut karena tentu akan menimbulkan perdebatan lagi seperti sebelumnya. Andai dirinya tidak pandai menghandle kedua pria dengan dua karakter berbeda itu, maka sudah dipastikan tema jalan-jalan ini tidak akan pernah terjadi.
Lima belas menit telah berlalu, sesekali Lin Hua memandang Lin Tian yang tampak bahagia saat melihat jalanan dari balik jendela.
Lin Hua mengetahui bahwasanya ini lah yang Lin Tian inginkan karena semenjak dirinya keluar dari rumah sakit, Lin Tian belum pernah pergi jalan-jalan atau setidaknya menghirup udara segar ruang terbuka.
Lin Pan yang memerintah agar Lin Tian tidak keluar rumah, apa lagi sampai ke ruang terbuka. Lin Hua sendiri bisa memahami kecemasan yang ayahnya itu rasakan dan dirinya juga memiliki kecemasan yang sama dengan sang ayah.
Namun, hari ini mungkin Lin Hua akan melanggar perintah tersebut. Dia lakukan tentu hanya untuk bisa membahagiakan Lin Tian. Lagi pula, gadis yang berasal dari keluarga Lin itu pun mendapatkan sedikit izin dari ayahnya.
Tanpa sadar, Lin Pan sendiri yang sudah memberikan jalannya dengan berkata, 'Buatlah Lin Tian selalu nyaman di rumah. Jika dia mulai bosan, maka dirimu dan Lin Xiao harus bisa menghiburnya dan jangan biarkan Lin Tian merasa bosan.' Ya, mengingat itu membuat Lin Hua bernapas lega. Setidaknya dia tidak merasa menjadi anak durhaka karena sudah melanggar perintah ayahnya.
Ketika perjalanan mulai terasa membosankan, tidak ada obrolan di antara ketiganya yang semakin membuat suasana menjadi sepi. Biarpun, Lin Xiao menyetel musik dengan suara keras, tetap saja terasa hampa. Apa lagi, Lin Hua hanya bisa diam dan terus memantau Lin Tian dari balik kaca kecil.
Lin Hua pun mengelah napas, dia membuka jendela mobilnya untuk melepaskan rasa bosannya tersebut. Sempat menduga akan menjadi perjalanan yang menarik dan asyik, faktanya jalan-jalan sama sekali tidak membuatnya senang, yang ada Lin Hua merasa bosan.
Lin Xiao merasa asyik-asyik saja, apa lagi ada musik yang menemani. Baginya itu sudah lebih dari cukup. Sementara itu, Lin Tian masih tenang di tempat duduknya. Dia jelas masih larut dalam kebahagiaan tatkala melihat jalanan yang dipenuhi banyak orang.
Lin Hua menghirup udara segar, semilir angin menerpa wajahnya. Dia sengaja tidak menguncir rambutnya dan sengaja dibiarkan tergerai indah.
Melihat Lin Hua yang membuka jendela mobilnya, membuat Lin Tian pun ingin melakukan hal yang sama. Namun, dirinya tidak mengetahui cara untuk menggerakkan benda bening yang bisa menembus pandang tersebut.
"Bagaimana caranya membuka itu?" tanya Lin Tian, mendekatkan dirinya di antara Lin Hua dan Lin Xiao.
Lin Hua segera mengelus-elus karena terkejut dengan kehadiran Lin Tian. Hal sama pun tejadi pada Lin Xiao. Dia mengira sesuatu yang gaib telah muncul, kemunculan Lin Tian sungguh mengejutkan hingga Lin Xiao pun menepikan mobilnya.
"Apa yang sedang kakak lakukan? Aku sampai terkejut melihat wajah kakak seperti itu," gerutu Lin Xiao, kesal karena Lin Tian muncul secara tiba-tiba, apa lagi Lin Xiao merasa ada aura berbeda yang menyelimuti tubuh Lin Tian.
Lin Hua segera meredam kemarahan Lin Xiao andai dilanjutkan, maka bisa saja perdebatan ini akan berbuntut panjang.
Lin Tian memilih untuk diam, dia kembali duduk ke tempatnya setelah Lin Hua memerintahkan untuk duduk. Lin Tian mengelah napasnya dengan berat, ada perasaan kecewa yang menelisik di dalam kalbunya.
Andai saja dia tidak kehilangan kemampuannya, mungkin saja dia tidak bersikap bodoh seperti ini. Di saat-saat seperti inilah, Lin Tian kerap kali merasa bahwa kehidupannya yang sekarang sangat menyiksanya.
Bagaimana Lin Tian tidak berpikir demikian? Setiap apa pun yang dirinya kerjakan dan lakukan, maka hasilnya dia akan dimarahi entah itu Lin Xiao atau Lin Hua.
Lin Tian tampak menundukkan kepalanya, dirinya saat sungguh orang yang sangat payah. Lin Tian merindukan kemampuannya yang dapat berjalan di atas air, terbang di udara dan juga pedang yang selama puluhan tahun menemani hari-harinya.
Biarpun memiliki mental seorang pria berusia delapan puluh tahun, tetapi Lin Tian merasa bahwa dirinya kembali menjadi anak-anak yang berusia lima tahu, belum banyak mengetahui dunia luar.
"Aku merindukan duniaku yang dulu. Aku merindukan guru dan teman seperjuangan diriku. Pedang Naga ..."
Lin Tian mengingat kembali bagaimana dirinya saat itu membuat benda pusaka tingkat langit terbelah menjadi dua bagian.
Sesungguhnya Lin Tian tidak ingin menghancurkan pedang yang selama puluhan tahun sudah menemaninya kemana pun dirinya pergi. Setelah pertarungan di Lembah Tengkorak Iblis, Lin Tian tidak lagi bisa melihat teman yang selalu menjaganya dan saat ini dirinya malah terperangkap di tubuh serta dunia, yang sangat jauh berbeda dengan kehidupan pertamanya.
Lin Tian melamun untuk waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya suara Lin Hua menyadarkannya dari lamunan.
"Kamu tidur, Lin Tian?" tanyanya pelan, seraya mengelus-elus bahu Lin Tian.
Pemuda berparas tampan di atas rata-rata itu tampak memejamkan matanya seraya melipat kedua tangannya di dada dan juga bersandar pada kursi yang didudukinya. Lin Hua mengira kalau Lin Tian tertidur. Namun, ternyata tidak.
Lin Tian hanya memejamkan matanya saja, ketika dirinya menyentuh bahunya maka saat itu juga Lin Tian membuka matanya dan mendapati Lin Hua sudah berdiri di sampingnya.
"Apa kita sudah sampai?" tanya Lin Hua dengan polosnya.
Lin Hua mengangguk pelan, "Ya, kita sudah sampai. Kamu tertidur tadi, jadi tidak tahu kalau kita sudah sampai. Aku sebenarnya tidak tega untuk membangunkanmu, tetapi bukannya kamu ingin berjalan-jalan? Maka ini saatnya."
Lin Hua mengulurkan tangannya, Lin Tian pun segera meraihnya. Namun, sebelum itu Lin Hua terlebih dahulu melepaskan sabuk pengaman pada Lin Tian, agar dirinya bisa lebih mudah keluar dari mobil.
Kali ini kejadiannya tidak seperti saat sedang memasang sabuk pengaman sebelumnya. Lin Hua bisa mengendalikan perasaannya sehingga pelepasan sabuk pengaman tidak mengulang kejadian sebelumnya.
Lin Tian pun keluar dari mobil, dia segera menghirup udara segar, membiarkannya memasuki dan mengisi rongga-rongga dadanya.