webnovel

22. Hanya Bercanda

Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Chapter 22 : Hanya Bercanda

Lin Tian semakin dibuat kesal karena Lin Xiao sejak tadi hanya tertawa saja.

"Lin Xiao! Bisa tidak, sekali saja kau tidak bercanda saat ini aku sedang serius. Aku benar-benar tidak tahu maksud dari perkataan Lin Hua. Masuk? Masuk kemana?"

Lin Xiao pun menahan tawanya, mencoba untuk bersikap lebih serius walaupun itu berat untuk dilakukannya. Sementara itu, Lin Hua menepuk jidatnya kembali.

"Makanya, kalau punya mata itu dipakai, Lin Tian," geram Lin Hua seraya mencubit hidung mancung Lin Tian.

"Aduh! Kenapa kamu sangat suka mencubit hidungku. Kalau nanti hidungku semakin panjang bagaimana? Kamu mau tanggung jawab?" protes Lin Tian, menyingkirkan tangan Lin Hua yang terus saja menjadikan hidungnya sebagai pelampiasan kemarahannya.

"Kak Lin, kalau hidungmu itu panjang, tandanya kau sedang berbohong," timpal Lin Xiao memotong pembicaraan antara Lin Tian dengan Lin Hua.

"Berbohong?" Lin Tian mengulang perkataan Lin Xiao. "Maksudnya dari berbohong itu apa? Hidungku semakin panjang, artinya aku sedang berbohong gitu?" tanyanya berselimut ragu.

Lin Xiao pun mengangguk tanpa rasa bersalah, "Benar sekali. Semakin kau berbohong, maka hidung kakak akan semakin panjang," timpalnya dengan santai dan hanya sedikit melirik ke arah Lin Tian.

Mendengar penjelasan singkat tersebut, seketika tubuh Lin Tian bergetar hebat. Dia memegangi hidungnya dengan perasaan yang bercampur aduk, cemas, takut, dan lain-lainnya.

Mengetahui ada perubahan besar dari Lin Tian, membuat Lin Hua buru-buru mengambil tindakan. "Jangan dengarkan perkataannya itu. Dia hanya sedang bergurau saja. Tidak ada istilah seperti itu, saat kita berbohong hidung kita akan menjadi panjang. Tidak ada yang seperti itu. Lin Xiao hanya sedang menjahili dirimu saja," papar Lin Hua.

Perkataannya yang singkat dan juga tegas itu membuat Lin Tian bernapas lega, walaupun masih terselip rasa cemas yang mengungkung di hatinya, memikirkan bagaimana nantinya hidungnya tumbuh semakin panjang karena dia akan sering berbohong.

Hal tersebut yang mempengaruhi pikiran Lin Tian sekarang. Namun, sekali lagi Lin Hua menegaskan kalau yang Lin Xiao katakan tidak benar adanya. Lin Xiao hanya bercanda dan Lin Tian juga mengetahui bahwasanya Lin Xiao memang sangat suka bercanda dan sulit untuk diajak berbicara serius.

"Lin Xiao diam! Jangan mengatakan hal yang membuat Lin Tian takut lagi. Kamu tentu ingat pesan Dokter bukan?"

Kembali Lin Hua mengingatkan pada Lin Xiao tentang pesan Dokter sebelum mereka meninggalkan rumah sakit beberapa hari yang lalu.

Lin Xiao pun mengangguk, "Hem, Ya. Aku ingat."

"Yasudah, kalau begitu ayo kita pergi. Sejak tadi kita hanya berdiri di sini saja, kapan kita pergi jalan-jalannya? Aku sudah mulai bosan ni. Apa kalian mau jadi mainanku untuk menghilangkan rasa bosanku?"

Mendengar pernyataan tersebut, belum sempat Lin Xiao melanjutkan kalimatnya, Lin Hua sudah lebih dulu mendorong Lin Tian untuk segera masuk ke mobil.

"Cepat masuk atau Lin Xiao akan membuat kita terkena masalah," ancam Lin Hua, seraya memaksa Lin Tian untuk masuk walaupun ada guratan penuh tanya yang tergambar dari raut wajah Lin Tian.

Lin Hua pun tidak mempedulikannya. Lin Tian ingin bertanya, tetapi gadis ayu bersurai panjang itu menahannya untuk tidak bertanya lagi atau kepalanya akan semakin pusing.

Lin Tian sudah duduk di kursi penumpang. Dia tampak kebingungan saat duduk di sana. Suasan di dalam mobil membuat Lin Tian merasa tidak nyaman.

"Ini sepertinya bukan kereta kuda, tetapi bentuknya hampir sama," gumam Lin Tian yang suaranya dapat didengar jelas oleh Lin Hua.

Gadis ayu bersurai panjang itu tidak menjawab, dia hanya menggeleng saja, seraya memasangkan sabuk pengaman pada Lin Tian. Mendapati Lin Hua melajukan sesuatu yang begitu intim, membuat Lin Tian terkesiap. Apa lagi tanpa sengaja Lin Hua menyentuh bidang dada Lin Tian.

Pandangan Lin Hua dan Lin Tian pun saling bertemu dalam garis lurus yang sejajar. Keduanya saling memandang untuk waktu yang tidak sebentar. Lin Xiao yang sudah duduk di kursi kemudi pun hanya bisa menyaksikan saja, seraya menggelengkan kepalanya.

"Dasar, mereka itu selalu saja melakukan hal yang romantis di depanku. Aku kan jadi cemburu. Ah, rasanya aku juga ingin mencari seorang gadis yang bisa aku jadikan kekasih, tapi jangan seperti kak Lin Hua, yang sukanya marah-marah dan memerintah saja. Setidaknya aku harus mencari wanita yang lembut dan penurut."

Memikirkan hal tersebut membuat Lin Xiao senyum-senyum sendiri. Bisa dikatakan, Lin Xiao bukanlah tipe cowok yang suka menebar pesona di depan para wanita karena itu bukanlah keahlian Lin Xiao.

Itulah sebabnya, mengapa sampai detik ini Lin Xiao belum juga memiliki kekasih. Entah apa alasannya. Namun, akhir-akhir ini apa lagi setelah kepulangan Lin Tian dari rumah sakit, dirinya kerap kali melihat momen romantis yang tercipta antara Lin Tian dan Lin Hua.

Hal ini yang membuat Lin Xiao merasa cemburu. Bukan cemburu karena Lin Tian dekat dengan Lin Hua, tetapi cemburu karena dirinya juga ingin melakukan hal yang sama dengan kekasihnya. Namun, dia belum menemukan wanitanya tersebut. Ada sedikit perasaan sesal yang mengusik hati Lin Xiao karena belum bisa menemukan tambatan hatinya.

"Astaga, sampai kapan mereka akan seperti itu. Hei, kalian pasangan romantis! Kapan kita pergi jalan-jalannya kalau kalian masih saja saling berpandangan seperti itu? Sekarang aku mulai bosan, apa kalian siap untuk menghilangkan kebosananku ini?" ancam Lin Xiao, seraya menekan klakson agar Lin Hua dan Lin Tian tersadar.

Tindakannya itu memang berhasil menyadarkan dua sejoli yang sedang menjalin kedekatan lebih dari ikatan persaudaraan tersebut. Lin Hua buru-buru menarik dirinya untuk keluar dari mobil. Tertangkap basah seperti ini membuatnya dilanda perasaan malu, apa lagi Lin Xiao menyaksikan kejadian tersebut, semakin membuat Lin Hua kikuk dibuatnya.

Dia sudah bisa membayangkan bagaimana nanti di perjalanan? Lin Xiao pasti akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan serta menggodanya. "Ah, rasanya sangat memalukan." Lin Hua mengacak-acak rambutnya, lalu menghentakkan kakinya terlebih dahulu karena merasa kesal dan malu. Baru setelah itu, dia masuk ke mobil, duduk di kursi sebelah pengemudi.

Biarpun mobil tersebut miliknya, tetapi Lin Xiao lah yang akan mengemudikan mobilnya karena bagaimana juga Lin Xiao adalah laki-laki, dan akan lebih pantas jika Lin Xiao lah yang mengemudi dan bukan dirinya.

Andai saja Lin Tian tidak kehilangan ingatan serta pengetahuannya, sudah pasti Lin Tian lah yang akan mengemudikan mobilnya. Lin Hua pun seketika merindukan saat-saat di mana Lin Tian masih dirinya yang dulu. Seseorang yang cerdas, penuh pengetahuan dan handal dalam segala hal.

Lin Tian yang sekarang sungguh berbanding terbalik dengan Lin Tian yang dulu. Lin Hua melirik Lin Tian pada kaca spion yang ada di mobilnya. Dia melihat bagaimana sikap Lin Tian yang duduk di kursi penumpang, ada keanehan pada Lin Tian dan membuat Lin Hua semakin cemas.

Next chapter