Pagi-pagi, Amor mendatangi rumah Dewa. Ia mengetuk pintu rumah itu beberapa kali. Tak lama kemudian, Dewa pun membukakan pintu. Namun, mata pria itu terlihat kelelahan sekali.
"Eh, kamu kenapa, Sayang?" tanya Amor. Ia sangat terkejut melihat Dewa dengan matanya yang mengerikan.
"Oh, nggak apa-apa. Aku cuma nggak bisa tidur," sahut Dewa sembari tersenyum. "Ada apa?"
Gadis itu pun menyerahkan sebuah kantong plastik yang berisi makanan. Dewa pun menerima makanan itu.
"Itu buat kamu," jawab Amor sembari tersenyum.
"Okay, aku akan memakannya nanti. Tapi, aku harus pergi sekarang juga," ucap Dewa.
"Ke mana?" tanya Amor.
"Ke rumah sakit," sahut Dewa.
"Kalau begitu, aku ikut!" pinta Amor. Dewa pun menggelengkan kepalanya.
"Jangan, aku bakalan antar kamu pulang," sahut Dewa. Namun, gadis itu menolaknya.
"Aku nggak mau, aku nggak bakalan biarin kamu ketiduran di atas motor!" seru Amor sembari mencemberutkan bibirnya. Dewa pun mencubit pipi gadis itu agar tak cemberut lagi.
"Iya, iya, baiklah," sahut Dewa sembari tersenyum.
*****
Sesampai di rumah sakit, Dewa langsung memasuki kamar mayat dan membuka satu-persatu selimut yang menutupi jenazah-jenazah itu. Dewa sangat hafal dengan wajah orang itu. Namun, ia tak kunjung menemukan orang itu.
"Sayang!" seru Amor sembari menunjuk sesuatu. Rupanya, ia tengah menunjuk jenazah yang disendirikan di pojok ruangan itu. Dewa pun menghampiri jenazah itu, dan membuka selimutnya.
Setelah terbuka, ternyata benar, mayat itu adalah mayat yang semalam ia lihat. Ia lantas membaca nama pria tersebut.
"Alam Kusuma, " gumamnya. Ia lalu keluar dari kamar mayat, dan mencoba mencari tahu, siapa pria itu sebenarnya?
*****
Saat ini, Dewa dan Amor telah tiba di sebuah rumah mewah. Mereka berdua begitu terkesima dengan rumah itu, terutama Amor.
"Woah ... besar sekali rumah ini," gumam Amor. Tentunya untuk mendapatkan alamat rumah ini bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, petugas lobi tak memberitahu alamat itu kepada mereka. Tapi karena tak ada cara lain, Dewa pun terpaksa menggunakan kemampuannya, yaitu mempengaruhi pikiran orang lain. Dan ternyata, ia berhasil melakukannya dan menemukan alamat rumah pria itu. Mereka pun memencet bel yang tertera di pintu gerbang itu. Tak lama kemudian, seorang sekuriti membuka pintu gerbang itu.
"Anda cari siapa?" tanya sekuriti itu.
"Saya mencari keluarga Pak Alam Kusuma, ada?" tanya Dewa.
"Tunggu sebentar," sekuriti itu pun kembali masuk ke dalam rumah. Tapi tak lama kemudian, sekuriti itu menghampiri Dewa lagi.
"Silakan masuk," ajak sekuriti itu. Dewa dan Amor pun masuk ke dalam rumah itu, dan duduk di ruang tamu. Tak lama kemudian, sang tuan rumah pun menghampiri mereka. Yaitu istri pria bernama Alam itu.
"Siapa kalian?" wanita paruh baya itu pun menatap mereka. Dewa pun mengenalkan diri.
"Nama saya Dewa, dan yang ada di samping saya ini adalah Amor," ucap Dewa. "Kami ke sini untuk menanyakan pria bernama Alam Kusuma,"
Mendengar nama yang Dewa sebut, wanita itu pun tersenyum sinis.
"Dia? Kalian menemuiku hanya untuk menanyakan pria itu?" tanya wanita itu dengan sangat sinis.
"Bukan begitu. Beberapa hari belakangan ini, saya bermimpi buruk tentang pria itu. Dan semalam, saya dihantui olehnya," cerita Dewa.
"Aku tahu. Kemarin, dia meninggal akibat kecelakaan," sahut beliau. "Tapi, aku tidak peduli,"
Dewa menangkap sesuatu yang tidak beres. Tampaknya, wanita itu benar-benar membenci suaminya. Apa mungkin Alam begitu jahat? Entahlah. Yang jelas, Dewa merasakan sakit hati yang dialami wanita itu.
"Maaf, kenapa anda berkata seperti itu?" tanya Amor dengan polos. Mau tak mau, wanita itu pun menceritakan semua permasalahan yang dimiliki Alam.
Rupanya, Alam merupakan seorang rentenir. Pada saat beberapa tahun lalu, ia pernah membunuh seorang wanita karena tak membayar hutang.
"Suamiku memilih untuk melarikan diri pada saat itu. Padahal, aku sudah menyuruhnya untuk menyerahkan diri pada polisi. Tapi, dia justru membentakku," cerita wanita itu dengan panjang lebar. Dewa mencoba untuk menyelami pikiran wanita itu, namun hasilnya benar-benar membuatnya terkejut bukan main. Bahkan tanpa ia sadari, ia mengepalkan tangannya dengan sangat keras.
"Siapa nama orang yang dibunuh itu?" tanya Dewa. Raut wajah yang tadinya begitu tenang, tiba-tiba terlihat sangat berusaha untuk menahan emosi.
"Rusdiana," sahut wanita itu. Amor sangat terkejut mendengar nama itu, sedangkan Dewa sangat ingin marah. Namun, ia harus marah kepada siapa? Pembunuh ibunya itu telah meninggal. Sehingga, ia tak bisa lagi marah kepada orang yang membuatnya memiliki rasa dendam.
Beberapa saat kemudian, mereka semua mendengar suara teriakan seorang anak-anak dari lantai atas. Mereka pun berlari menuju ke sumber suara, yaitu di dalam kamar. Di dalam sana, terlihat seorang anak perempuan berusia sekitar sepuluh tahun yang terlihat begitu ketakutan. Dewa memerhatikan kamar itu. Atmosfir seperti ini benar-benar persis seperti yang ia alami semalam.
"Sayang, ada apa?" tanya istri Alam. Gadis kecil itu pun menangis di pelukan sang ibu.
"Ma, ayah datang lagi," sahut anak itu sembari menangis. "Aku takut, Ma,"
"Tenang, sayang, itu mungkin cuma halusinasi," ujar sang ibu.
"Itu bukan halusinasi. Orang itu baru saja hadir di sini," sahut Dewa.
"Dia ada di sini? Itu tidak mungkin, dia sudah mati," ujar wanita itu.
"Beliau memang sudah mati. Tapi, beliau tidak bisa tenang sebelum semua orang mema'afkannya," sahut Dewa. "Sekarang, beliau tengah disiksa oleh malaikat,"
"Itu adalah akibat dari perbuatannya sendiri!" seru beliau. Dewa pun tersenyum tipis dan menarik napas panjang.
"Tante, sejujurnya, saya adalah anak dari seorang wanita yang bernama Rusdiana," ucap Dewa. Wanita itu benar-benar terkejut mendengar cerita Dewa.
"Jadi, kamu ... anak Rusdiana?" wanita itu mengulangi ucapan Dewa. Laki-laki itu pun mengangguk.
"Sebenarnya, saya adalah orang yang sangat mudah emosi jika itu menyangkut tentang ibu saya. Bahkan sampai hari ini," cerita Dewa. "Tapi saat ini juga, mau tidak mau, saya harus memaafkan beliau. Karena, saya tidak mau lagi dihantui olehnya,"
Dewa pun menatap sang ibu, dan berjalan mendekati gadis kecil itu.
"Jika anda tidak bisa memaafkan beliau, setidaknya pikirkan putri anda," lanjut Dewa. "Bayangkan, apa yang akan terjadi kepada putri anda jika dia melihat ayahnya yang seperti itu? Itu akan sangat mempengaruhi mentalnya,"
Mendengar perkataan Dewa, gadis kecil itu pun menatap Dewa dengan sayu.
"Kak, apa ayahku masuk ke dalam neraka?" tanya gadis kecil itu. Untuk beberapa sa'at, Dewa tak bisa menjawabnya. Tapi, ia tersenyum dan membelai rambut gadis itu.
"Kamu berdo'a saja setiap hari untuk ayahmu, kamu ngerti?" tanya Dewa, gadis kecil itu pun mengangguk. Sementara sang ibu terlihat diam-diam meneteskan air mata.
"Baiklah, aku akan memaafkannya. Dan aku juga akan mengurus pemakamannya," ujar wanita itu. Dewa pun terlihat senang sekali. Akhirnya, tugasnya telah beres. Ia sendiri juga telah mema'afkan pria itu meskipun terasa sangat berat. Tapi itu lebih baik, daripada dirinya harus melihat pemandangan neraka terus-terusan ...
*****
Sesampai di rumah, Dewa sangat lelah sekali. Sejak semalam hingga di sore ini, Dewa sama sekali belum tidur. Amor yang berada di samping pria itu pun memandangi Dewa.
"Udahlah, Sayang. Kamu tidur aja, aku bisa pulang sendiri kok," ujarnya. Tapi, laki-laki itu menggelengkan kepalanya.
"Kalau aku tidur, aku pasti mimpi buruk," sahut Dewa. Gadis itu lantas menepuk-nepuk pahanya sendiri.
"Tidur aja di sini. Nanti kalau kamu mimpi buruk, aku bakal bangunin kamu," ucap gadis itu sembari tersenyum.
"Nggak apa-apa nih?" tanya Dewa. Amor hanya menjawab dengan anggukan serta senyumnya yang manis. Laki-laki itupun merobohkan kepalanya di atas paha gadis itu. Tak membutuhkan waktu lama, Dewa benar-benar tertidur.
Amor memandangi Dewa yang terlihat tampan dan lucu meskipun sedang tidur. Ia sangat ingin menjahili laki-laki itu. Tapi, ia benar-benar tak tega untuk mengganggunya. Ia pun membelai rambut Dewa dengan lembut.
"Kamu udah kerja keras, Sayang,"
***** TBC *****