webnovel

MENGEJAR CINTA MAS-MAS

Gladys Mariana Pradito "Sudah deh mi... aku tuh bosen dengar itu lagi itu lagi yang mami omongin." "'Makanya biar mami nggak bahas masalah itu melulu, kamu buruan cari jodoh." "Santai ajalah. Aku kan baru 24 tahun. Masih panjang waktuku." "Mami kasih waktu sebulan, kalau kamu nggak bisa bawa calon, mami akan jodohkan kamu dengan anak om Alex." "Si Calvin? Dih ogah, mendingan jadian sama tukang sayur daripada sama playboy model dia." **** Banyu Bumi Nusantara "Bu, Banyu berangkat dulu ya. Takut kesiangan." "Iya. Hati-hati lé. Jangan sampai lengah saat menyeberang jalan. Pilih yang bagus, biar pelangganmu nggak kecewa." "Insya Allah bu. Doain hari ini laku dan penuh keberkahan ya bu." "Insya Allah ibu akan selalu mendoakanmu lé. Jangan lupa shodaqohnya ya. Biar lebih berkah lagi." "Siap, ibuku sayang." **** Tak ada yang tahu bahwa kadang ucapan adalah doa. Demikian pula yang terjadi pada Gladys, gadis cantik berusia 24 tahun. Anak perempuan satu-satunya dari pengusaha batik terkenal. Karena menolak perjodohan yang akan maminya lakukan, dengan perasaan kesal dan asal bicara, ia mengucapkan kalimat yang ternyata dikabulkan oleh Nya.

Moci_phoenix · 都市
分數不夠
108 Chs

MCMM 87

Terkadang apa yang kita lihat adalah ilusi yang dihasilkan oleh pikiran kita, bukan sesuatu yang nyata...

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading ❤

"Mas Banyu semalam ketemu kak Gladys?" tanya Aidan penasaran saat keesokan harinya Banyu dan Aminah berkunjung ke rumah sakit.

"Benar Nyu kamu bertemu nak Gladys? Di sini? Di London sini?" Aminah terlihat tak percaya. Matanya berbinar-binar penuh pengharapan.

"Iya bu. Semalam Banyu bertemu Gladys di lobby rumah sakit," jawab Banyu.

"Kata Sita, kak Gladys sudah punya anak ya, mas?" Kembali Aidan bertanya.

"Nak Gladys sudah menikah?" tanya Aminah terkejut. Sinar pengharapan yang tadi terlihat di matanya, kini meredup.

"Ibu kecewa kak Adis sudah menikah?" tanya Aidan hati-hati. Aminah hanya menghela nafas alih-alih menjawab pertanyaan Aidan. Banyu langsung menghampiri Aminah dan duduk di sampingnya.

"Ibu kecewa?" Banyu mengulangi pertanyaan Aidan. Aminah menatap Banyu dan mengelus kepala anak sulungnya. Matanya tampak berkaca-kaca. Banyu terkejut. Ia tak menyangka dampak yang ditimbulkan dari kenyataan bahwa Gladys sudah menikah ternyata membuat ibunya bersedih. Banyupun merangkul bahu Aminah.

Sita dan Aidan terdiam melihat pemandangan tersebut. Selama beberapa tahun terakhir ini mereka melihat betapa Aminah bersedih karena Banyu tak juga menikah hingga kini usianya sudah melewati angka 30. Aidan masih ingat permintaan terakhir Pramudya agar Banyu segera menikah. Namun entah apa alasannya, hingga saat ini Banyu belum menikah juga. Sepeninggal Senja untuk kali kedua membuat Banyu seolah menutup hati dari banyak wanita. Tak sedikit teman-teman Pramudya ingin menjodohkan anak mereka dengan Banyu, saat Pramudya mengumumkan Banyu sebagai penerusnya beberapa bulan sebelum kepergiannya.

Aidan tahu Banyu sebenarnya masih menyimpan rasa kepada Gladys. Bukan sekali dua kali ia melihat Banyu memandangi foto saat mereka di Bali. Aidan tahu hanya Gladys wanita yang mampu menggetarkan hati Banyu sepeninggal Senja. Namun bila ditanya Banyu tak pernah mengakui perasaannya terhadap Gladys.

Banyu pernah berkata ia takkan lagi menunggu Senja. Kenyataan gadis itu kembali lebih memilih Awan cukup menyadarkannya bahwa Senja tak pernah tulus mencintainya.

"Bu, jangan kecewa begitu. Mungkin kami memang tak berjodoh. Banyu akan tetap menunggu hingga bertemu jodoh lalu Banyu akan menikah dan memberi cucu untuk ibu."

"Bagaimana kamu mendapat jodoh kalau kamu menutup rapat hatimu. Tadi harapan ibu sempat melambung saat Aidan menyampaikan kalau kamu dan nak Adis bertemu. Tapi kenyataan dia sudah menikah membuat harapan ibu kembali terhempas," jawab Aminah sambil tersenyum sedih.

"Ibu masih ingat bagaimana wajahnya saat mengetahui kenyataan Lukas menghamili saudara sepupunya. Ibu nggak menyangka dia akan meminta calon suaminya untuk menikahi sepupunya itu. Ingin sekali saat itu juga ibu menarik dia ke dalam pelukan ibu dan membiarkan dia menumpahkan perasaannya karena ibu tahu walau dia terlihat tegar namun hatinya remuk redam."

"Tapi bukannya kak Adis tidak mencintai Lukas, bu?" tanya Sita. "Mas Aidan cerita kalau kak Adis memilih Lukas karena dicampakkan oleh mas Banyu... eh maaf mas."

"Iya, dia tidak mencintai Lukas. Nak Adis mencintai pria bodoh yang ternyata lebih mencintai wanita lain. Bahkan dia rela mundur dan berhenti memperjuangkan cintanya demi memperbaiki hubungan ayah dan anak yang lama terputus. Nak Adis mengorbankan cintanya demi kebahagiaan keluarga kami." Kembali Aminah hanya mampu menghela nafas panjang.

"Untung saja Aidan tidak mengikuti kebodohan Banyu. Dia berani menyatakan keinginannya untuk menikahimu, Ta."

"Iya dong bu. Justru Aidan belajar banyak dari hubungan mas Banyu dan kak Adis. Aidan sadar cinta itu butuh diperjuangkan bukan hanya mengandalkan perasaan yang sering kali berubah."

Banyu terdiam mendengar perkataan Aidan yang ia akui kebenarannya. Sayang dulu ia tak memperjuangkan cintanya bahkan ia meminta Adis berhenti. Suatu kebodohan yang hingga kini ia sesali. Saat mendengar Gladys gagal menikah dengan Lukas, tak bisa dipungkiri ada kebahagiaan terselip di hatinya. Jahat memang, senang di saat gadis itu gagal menikah. Namun kesenangan itu hanya sesaat. Sekembalinya ke Indonesia Banyu berusaha menghubungi Gladys namun tak pernah berhasil. Bahkan Ghiffari dan Gibran juga tak memberikan info sedikitpun saat ia bertanya.

Flashback on

"Bang, tolong beritahu bagaimana keadaan Gladys? Bisa gue bertemu dia?" pinta Banyu saat sore itu mereka bertemu di kantor Ghiffari. Sudut bibirnya berdarah.

"Buat apa elo tanya-tanya, Nyu? Elo sadar kan kalau elo punya andil sehingga menyebabkan adik gue mengalami hal seperti ini?" sarkas Ghiffari dengan wajah sinis. Hal yang jarang terjadi karena selama ini Ghiffari terkenal jarang mengumbar emosinya. Tapi tidak kali ini. Bahkan saat Banyu datang sudah disambut dengan kepalan tangan. Banyu bisa mengerti kenapa Ghiffari marah kepadanya.

"Sorry bang. Gue terima kemarahan lo, tapi tolong kasih tahu gue dimana keberadaan Gladys? Gue mau ketemu dia."

"Buat apa? Buat lo kasih harapan palsu lagi karena saat ini elo kembali ditinggal oleh mantan lo? Elo butuh adik gue sebagai pelarian? Adik gue bukan bemper, Nyu. Dia punya perasaan. Dia punya hati. Dan kini hatinya sudah tercabik-cabik oleh ulah lo," ucap Ghiffari sinis. Nada bicaranya terdengar dingin. Banyu terdiam mendengar ucapan Ghiffari.

"Apa yang bakal lo lakukan kalau ketemu sama adik gue? Hal yang sama bisa terulang bila suatu saat mantan lo kembali. Selama hati lo belum bisa move on sepenuhnya dari mantan lo, wanita manapun nggak akan cocok jadi pendamping hidup lo. Daripada gue pukul elo lagi, lebih baik sekarang juga elo tinggalin ruangan gue!"

⭐⭐⭐⭐

"Gib, ayolah kasih tahu saat ini Gladys dimana?" Banyu mendesak Gibran saat mereka bertemu di cafe milik Gibran dan Erick.

"Elo mau ngapain? Memangnya elo bisa menata ulang kepingan hati dia? Perlu lo tahu Nyu, Gladys wanti-wanti berpesan sama gue kalau dia nggak mau elo atau Lukas mengetahui keberadaan dia," jawab Gibran.

"Gib, gue mau minta maaf sama dia."

"Minta maaf untuk apa? Karena sudah meninggalkan dia? Karena sudah membuat dia terpaksa 'menikahi' Lukas? Atau karena sudah membuat dia jatuh cinta sama elo?" tanya Gibran sinis. "Kalau elo bukan sahabat gue, mungkin saat ini elo sudah babak belur, Nyu. Bahkan gue rasa pukulan dari bang Ghif dan gue masih belum bisa mengobati hati adik gue yang terlanjur hancur karena perbuatan lo."

"Gue sadar sekarang kalau gue nggak bisa melupakan adik lo. Gue sadar kalau gue mencintai dia."

"Telat pengakuan lo itu Nyu. Hati Gladys sudah terlanjur hancur gara-gara pengkhianatan dan ditinggal pria. Masih bagus adik gue nggak berubah haluan karena berkali-kali disakiti oleh cowok-cowok tolol." Banyu tersadar, tiga kali Gladys mengalami patah hati. Salah satunya karena dirinya.

"Tapi dia saat ini baik-baik saja kan, Gib?"

"Yang pasti dia belum bunuh diri," jawab Gibran. "Kalau bukan karena elo tuh sahabat gue, pasti elo sudah babak belur. 'Hadiah' dari Lukas belum ada apa-apanya dibandingkan apa yang bakal lo terima dari gue."

"Lo tahu? Mila?"

"Iya Mila yang cerita sama gue. Nyu, kenapa sih elo tuh nggak berubah? Kapan elo bisa memperjuangkan cinta lo? Kapan elo bisa jujur tentang perasaan lo? Sekarang sudah terlambat. Adik gue sudah nggak mau mengenal lo lagi."

"Gib, gue mencintai dia. Kali ini gue mau memperjuangkan dia."

"Bullshit!!"

Flashback off

⭐⭐⭐⭐

"Dys, Banyu telpon gue," ujar Khansa dari seberang sana. Saat ini jam menunjukkan pukul 12 malam waktu London. Sementara di Indonesia sekitar pukul 6 pagi.

"Sa, elo nggak bisa nanti aja telponnya? Gue baru mau tidur. Dari tadi Salma rewel banget gara-gara nggak betah dengan gips dan slingnya."

"Oh iya, gimana kondisi dia?"

"Not bad. Tapi ya rewelnya itu yang harus gue bujuk pelan-pelan. Gue nggak tahu deh dia begitu karena memang terganggu banget atau hanya sekedar manja. Karena saat di rumah sakit dia nggak serewel ini. Atau mungkin dia cari perhatian aja ya karena mau punya adik lagi."

"Memangnya sudah berapa bulan?"

"Baru 6 bulan. Tapi ya itu tadi, terkadang Salma berubah menjadi anoyying little girl yang menguji kesabaran semua orang."

"Lo sayang banget ya sama Salma?"

"Lo tau kan Sa, karena ada dia gue bisa melupakan segala permasalahan gue di Indonesia. Mungkin kalau nggak ada dia gue sudah gila atau bunuh diri," jawab Gladys.

"Sampai segitunya?"

"Sa, gue masih waras saja sudah bagus banget. Cewek mana yang kuat mwnghadapi masalah kayak gue. Ditolak oleh lelaki yang dicintainya dan diselingkuhi oleh pria yang akan menikahinya. Bahkan pria itu akhirnya menikah dengan wanita lain di hari pernikahannya."

"Elo menyesal menyuruh Lukas menikah dengan Ge?"

"Gue nggak pernah menyesal tentang hal itu, Sa. Bahkan gue bersyukur nggak perlu memaksakan diri berpura-pura bahagia. Lagipula Ge lebih cocok dengan keluarga tante Meisya. Gue juga yakin keputusan gue menyuruh mereka menikah adalah cara terbaik merubah mereka menjadi manusia-manusia bertanggung jawab."

"Gilaaaa... hebat banget lo Dys bisa setegar itu. Tapi tadi lo bilang elo terpengaruh dengan hal itu."

"Gue juga manusia biasa yang punya perasaan. Sakit hati pastilah. Tapi gue bisa apa kalau takdir gue seperti ini."

"Oh ya Dys, papi nyuruh elo pulang. Elo ingat kan kalau bulan depan bang Gibran bakal nikah dengan kak Vania?"

"Boleh nggak gue skip aja pernikahan mereka? Gue malas jadi pusat perhatian. Elo bisa bayangin kan gimana komentar para tetangga dan kolega papi saat melihat gue? Mereka pasti belum lupa saat datang ke acara resepsi pernikahan tapi mempelai wanitanya berbeda dengan yang tercantum dalam undangan."

"Coba aja elo ngomong sama papi. Siapa tahu diijinin. Tapi gue yakin bang Gibran pasti pengen banget adik tersayangnya hadir di pernikahannya." Khansa berusaha membujuk Gladys. "Oh ya Dys, gue hampir lupa. Banyu menelpon gue. Sepertinya dia mencari tahu nomor gue dari Endah. Kalau bang Ghif dan bang Gibran pasti nggak akan memberitahu."

"Kenapa dia telpon elo?"

"Dia tanya apa benar elo ada di London. Katanya kalian sempat bertemu di lobby rumah sakit ya? Gimana ceritanya?"

"Iya dia lagi sama istrinya. Bahkan istrinya mengenali gue, tapi gue yakin itu bukan Senja. Apakah dia nggak jadi menikah dengan Senja?"

"Lo belum tahu kalau dia ditinggal lagi oleh Senja. Sekarang Senja menetap di Boston bersama Awan dan kedua anak mereka. Awan membuka bisnis resto makanan Indonesia dan Asia di sana." Gladys terdiam mendengar penjelasan Khansa. Ya tuhan, kasihan mas Banyu. Kenapa dia harus merasakan dikhianati oleh orang yang sama untuk kedua kalinya, batin Gladys miris.

"Untung dia sudah move on dan akhirnya menikah ya. Apakah dia dijodohkan oleh om Pram. Oh iya, bagaimana kabar om Pram?"

"Ayahnya Banyu meninggal setahun yang lalu, Dys." Berita itu menghantam Gladys bagaikan petir di siang bolong.

"Dys... Gladys.. Dys, elo masih disana kan? Elo nggak pingsan kan? Woy, jangan diam saja!"

"Eh... apa Sa? Siapa yang pingsan?"

"Astaga Dys.. elo kenapa sih?"

"Gu.. gue masih nggak percaya om Pram sudah nggak ada. Terakhir gue bertemu beliau, kondisinya bagus. Apakah pengobatannya tidak berhasil?" Suara Gladys tergagap sambil menahan isak tangis. Ia tak ingin Salma terbangun karenanya.

"Entahlah. Mungkin elo bisa bertanya langsung sama Banyu. Dia memaksa gue untuk memberikan nomor telepon lo."

"Nggak lo kasih, kan? Gue nggak mau berurusan dengan dia lagi."

"Hmm... gue kasih... Sorry..."

"Sa, elo gila!!" sentak Gladys kesal dengan suara tertahan. Gladys langsung melirik Salma yang tidur di sampingnya. Terlihat anak itu bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. Gladys langsung menepuk-nepuk perlahan agar Salma kembali tertidur. Setelah Salma tertidur kembali, Gladys langsung keluar ke balkon kamarnya.

"Sorry Dys... dia memaksa terus. Dia banyak tanya-tanya soal elo. Bahkan dia bertanya apakah elo sudah menikah."

"Terus lo bilang apa?"

"Gue nggak bilang apa-apa. Makanya Banyu mendesak gue untuk memberitahu nomor telepon lo. Dia pengen ngomong sama elo."

"Sa, gue nggak mau lagi berurusan sama cowok model dia. Gue lelah."

"Dys, selama tiga tahun terakhir ini dia terus mencari info tentang elo. Kayaknya dia menyesal atas kejadian yang telah lalu. Bahkan dia rela menerima pukulan dari bang Ghif dan bang Gibran. Dia bilang ke bang Gibran kalau dia mencintai elo."

"Cinta? Hah...! Sudah punya istri tapi kok masih berani mencintai wanita lain. Apakah dia nggak belajar dari pengalaman orang tuanya? Jadi cowok kok egois banget. Bodoh saja kalau dia masih berpikiran gue akan mau menerima dia. Gue nggak mau jadi pelakor!" ucap Gladys berapi-api.

"Dys.. jujur sama gue... Apakah elo masih mencintai Banyu?" Gladys terdiam. Ia tak bisa memungkiri hatinya kembali tergetar akibat pertemuan singkat mereka di rumah sakit.

"Elo nggak perlu jawab. Gue tahu jawabannya," ucap Khansa.

"Nggak usah sok tahu!"

"Dys, gue mengenal elo bukan baru setahun dua tahun. Gue kenal elo dari kecil. Gue tahu elo masih belum bisa melupakan dia. Kalau memang elo sudah bisa move on kenapa sampai sekarang...."

"Mommy...." Terdengar suara Salma yang mencari Gladys.

"Sa, Salma bangun. Kapan-kapan kita ngobrol lagi." Gladys langsung memutus telpon.

"Kenapa beb? Kok pagi-pagi mukanya ditekuk? Ayana mana?" tanya Ghiffari setelah mencium lembut kening Khansa. "Kamu habis telpon Gladys? Apa kabar dia? Kapan dia balik ke Indonesia?"

"Kamu kayak wartawan gosip deh sayang. Kalau tanya itu satu-satu dong," jawab Khansa sembari menyediakan teh hangat untuk suaminya. "Iya aku habis telpon Gladys. Aku memberitahu dia kalau Banyu menanyakan nomor telponnya."

"Terus kamu kasih?" Khansa mengangguk ragu, khawatir suaminya akan marah.

"Sayang, Banyu bertemu dengan Gladys di London. Kata Gladys, Banyu sudah menikah. Kapan Banyu menikah? Kalau dipikir-pikir takdir manusia itu lucu ya. Gladys pergi ke London untuk meninggalkan semua masa lalunya. Selama tiga tahun dia nggak pernah pulang. Bahkan saat eyang Tari meninggal dia juga nggak mau pulang. Dia lebih memilih dihujat oleh keluarga besar daripada kembali kesini."

"Gladys itu keras kepala. Aku sudah nggak tahu lagi bagaimana membujuk dia. Kamu masih ingat kan kejadian saat pernikahannya dengan Lukas. Mami sedih sekaligus marah pada Gladys. Mami marah karena Gladys menyerahkan Lukas pada Ge. Padahal om Robert sudah tak mau menuntut Lukas untuk bertanggung jawab."

"Sayang, mungkin nggak sih Gladys dan Banyu berjodoh?"

"Entahlah. Hanya Allah yang tahu bagaimana kelanjutan jalan hidup mereka. Aku hanya khawatir Banyu kembali menyakiti Gladys," jawab Ghiffari sembari menyesap teh buatan istri tercintanya.

⭐⭐⭐⭐