webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · 现代言情
分數不夠
314 Chs

MKC 12 Cuman Modus

Cemburu dari mananya sih Ndi?

Cemburu dari Hong Kong atau tembok besar Cina?

"Nggak usah lebay begitu juga kali, kaya-kaya mau perang dunia aja." omel gue kepada Andi setelah latihan selesai dan banyak anak lain yang pulang.

"Gue serius Nggi. Perasaan gue ke lo itu nggak main-main." aku Andi begitu meyakinkan.

"Lo tau kan nama klub badminton sekolah kita ini. Solid Club. Artinya persaudaraan, solidaritas dijunjung tinggi disini sebagai pilarnya. Lalu, apa untungnya drama katakan cinta dari lo tadi? Nggak ada benefit untuk anggota klub lainnya kan?" omel gue lagi. Masih nggak habis pikir.

Oke, Andi mengaku suka sama gue. Dan gue sudah mendengar itu. Titik. Tidak harus ada kejelasan hubungan atas pengakuan tersebut. Lagi pula kita masih kelas sepuluh. Mau dibawa kemana dunia persekolahan jika ditambah isinya dengan drama percintaan ala SMA?

"Kalo nggak suka tolak dengan tegas Nggi." saran Amad yang terdengar ada benarnya.

"Memang gue masih kurang tegas dengan nggak menganggap omonga dia?" kata gue dengan menunjuk kearah pojok lapangan dimana Andi berada.

"Diperjelas lagi supaya tidak ada kesalahpahaman." ucap Amad kemudian beranjak pergi keluar gedung. Pulang.

Gue diam tertegun. Bertanya dalam hati, harus banget ya dipertegas?

Namun, saat gue sudah memantapkan diri untuk mengatakan dengan jelas kepada Andi kalau gue tidak punya perasaan apapun padanya dan mencari keberadaan Andi. Justru yang gue dapatkan adalah sebuah pemandangan sesosok Andi Munandar sedang bercanda ria dengan seorang cewek yang gue nggak tahu pasti dari kelas mana.

Jadi, gue sekarang merasa tidak perlu memperjelas apapun kepada siapa pun apalagi kepada anak cowok kelas soal apapun terlebih lagi yang membawa-bawa nama perasaan suka. Karena gue yakin sembilan ribu persen itu cuma modus, cuma sepik-sepik tidak bermutu aji mumpung iseng-iseng berhadiah.

Mulai sekarang gue harus menutup hati dan mempertebal kadar keimanan gue dalam menghadapi gelombang modusnya anak cowok kelas. Kapan pun, dimana pun dan sampai kapan pun itu.

Anggi, lo pasti bisa.

Minggu pagi gue latihan badminton di GOR kecamatan. Tidak semua anak Solid Club latihan disini juga, hanya beberapa dan kebanyakan kakak kelas yang rumahnya dekat GOR. Dan ada Amad juga ternyata.

"Amad, kok gue baru lihat lo sekarang?" tanya gue basa-basi sebagai partner ganda campuran.

"Iya. Biasanya rutin. Cuman kemarin-kemarin gue harus bantu Umi Sarah mengadakan pengajian di luar kota." jawab Amad tanpa menoleh kearah gue.

Siapa itu Umi Sarah? Apa ibu tirinya?

"Begitu rupanya...eh iya, lo kan anak sini ajah ya? Berarti udah lama latihan minton disini dong?

"Iya. Dari jaman SD." kata Amad singkat saja. Seperti tidak begitu tertarik dan memilih pergi menuju anak cowok disisi lain lapangan.

Kemudian gue sadar, bukan karena Amad nggak suka bicara dengan gue tetapi lebih karena dia anak Rohis yang notabene sebisa mungkin menjaga jarak dengan makhluk beda spesies yaitu cewek semacam gue. Di kelas Amad juga lebih banyak bergaul dengan anak cowok sesama anggota Rohis atau yang tinggal di asrama seperti Affan, Azka, Lukman, dan Ridho. Atau memilih pergi ke perpustakaan bermain catur dengan mas Slamet, penjaga perpustakaan.

Saat bapak Heru, pembimbing badminton mengetahui kalau gue dan Amad ditunjuk pihak sekolah sebagai pasangan ganda campuran beliau langsung mengucapkan kata-kata bijak dan dukungannya seperti berharap kami ini bagaikan pasangan Lilyana Natsir dan Tantowi Ahmad. Bagi gue, perumpamaan tersebut hanya menjadi beban berat walaupun gue menyadari kemampuan bermain gue boleh dibilang lumayan bagus dan bisa mengimbangi Amad. Tapi tetap saja, harapan bapak Heru dan sekolah terlalu besar. Gue merasa tertekan.

"Yang semangat dong mbak Anggi...jangan dipake kendor sampai hari H loh." ujar bapak Heru sebelum pamit pulang setelah sesi latihan selesai.

Gue menelengkan kepala yang tiba-tiba migrain sebelah. Semua orang di GOR baik pembimbing maupun anak-anak lain menaruh harapan yang terlalu tinggi kepada gue dan Amad.

Bagi Amad yang gue akui dia memang level jagonya diatas gue namun bisa mengimbangi saat kami bermain sebagai partner itu merupakan satu poin tambahan, yang mungkin tidak bisa didapatkan jika gue dipasangkan dengan Anda atau pemain yang lain di klub.

Gue lebih dominan bermain menyerang, sedangkan Amad lebih memilih peran sebagai penyeimbang gue dan mengambil posisi dua langkah dibelakang gue. Amad akan mengambil umpan yang tidak bisa gue tangkap dengan mudah saja. Hal tersebut didukung oleh badannya yang jangkung dan berisi sehingga tidak mudah limbung saat menyambut smash-an yang sulit bagi gue.

Jika Amad mau dia bisa menjadi atlet nasional hanya dengan sedikit lagi mengasah kemampuannya. Tetapi, saat gue bertanya akan hal tersebut Amad mengatakan kalau badminton baginya hanyalah sebuah hobi dan kalau boleh memilih dia ingin menjadi atlet panahan namun belum mendapat ijin dari orang tuanya.

Mendengar hal itu, gue agak menyayangkan Amad menyia-nyiakan kemampuannya itu. Tetapi, kembali lagi soal pilihan dan itu adalah pilihan Amad sendiri. Gue sebagai orang luar hanya bisa berusaha untuk menghargai hal tersebut.

Sewu kuto uwis tak liwati

(seribu kota sudah aku datangi)

Sewu ati tak takoni

(seribu hati aku tanyai)

Nanging kabeh padha ora ngerteni...

(namu semua tidak ada yang mengerti)

Gue baru satu detik menempelkan pantat diatas kursi saat terdengar suara Andi yang serak-serak becek itu mendayu-dayu begitu jelas. Tatapannya langsung tertuju kearah gue dengan lekat. Apalagi?

Sekolah sedang disibukan dengan aneka lomba menyambut Agustusan dan lomba badminton tinggal lima hari lagi. Gue nggak akan menanggapi kelakuan Andi and the genk yang nggak jelas dengan langsung menuju tempat latihan. Tadi sewaktu gue baru sampai gerbang bapak pelatih sudah memanggil gue untuk segera latihan.

"An, gue latihan minton dulu ya." kata gue pamitan kepada Ana yang tengah sibuk mengaduk-aduk isi tas, mencari sesuatu.

"Ya. Gue juga mau ke basket." ucap Ana tanpa menoleh, masih sibuk mencari-cari dalam tasnya yang besar.

Baru sampai depan pintu kelas gue dihadang Stefie dengan senyum cerah bin aneh yang baru pertama kali gue lihat.

"Nggi, hari Minggu besok gue ke GOR lagi ya?" kata Stefie masih dengan senyum yang sama.

"Silahkan. Kalo bisa bawa raket dan baju olahraga sekalian ya."

"Buat apa?"

"Ikut main badminton lah. Apalagi coba?"

"Gue jadi suporter lo aja deh di bangku penonton."

"Tiga jam loh Stef..."

"Nggak masalah. Dari pada gue di rumah sama tante cuma bikin gabut." cerocos Stefie masih bertahan dengan senyum anehnya itu.

Jadi ceritanya kemarin itu selepas latihan selesai gue bertemu Stefie yang menemani tantenya belanja di pasar. Jarak GOR dengan pasar hanya sekitar seratus meter.

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/