Intan pun berlalu, ke belakang.
Sesekali ada rasa insecure itu wajar, Intan juga manusia –tidak selamanya dia bisa berpikiran lurus terus, pastinya ada kalanya Intan juga iri pada orang yang lebih daripada dirinya.
Bertanya-tanya 'kapan Intan bisa seperti mereka?' meskipun sangat sulit untuk dibayangkan ke depannya seperti apa dan akan bagaimana.
Intan begitu menikmati pekerjaannya, setidaknya bekerja tanpa banyak rekan lebih membuat Intan damai.
Tak perlu ada gesekkan antar teman satu pekerjaan juga, karena di sini hanya Intan seorang yang menjadi cleaning service-nya.
Dari mulai melumuri lantai, closet sampai bak dengan cairan pemutih WC, mendiakannya lima menit kemudian menggosok lantai toilet, menggosok closet-nya dan terakhir menyiramnya.
Tak lupa, Intan juga menggantung pengharum seperti yang sudah disuruh Pak Yaya agar toilet itu senantiasa bersih dan wangi.
Intan pun menutup keempat pintu toilet itu dan bersegera kembali menyimpan alat tempurnya.
Setelah ini dia harus mengangkut sampah di gedung training, dan mengambil sisa-sisa kain untuk disimpan ke gudang, ke tempat pengumpulan limbah kain yang nantinya akan dipilah untuk dijual lagi ataupun dipergunakan sisa-sisa kain yang panjangnya.
"Eh, udah dibersihin ya? Boleh aku masuk ya, Mbak?" tanya seorang perempuan berkemeja kotak-kotak, dengan rambutnya yang diikat ke belakang dan memakai kacamata kotak dan memakai nametag kalung.
"Oh, boleh kok Mbak. Silakan!" Intan tersenyum padanya, perempuan itu pun langsung masuk ke dalam toilet.
Mungkin dia kebelet, kira Intan.
Tanpa menghiraukannya lagi, Intan pun segera pergi untuk menuntaskan pekerjaan akhirnya.
Saat Intan berjalan, dia kembali berpapasan dengan dua orang atasannya terlihat begitu rapi sekali.
Intan pura-pura tidak melihat dan terus berjalan sambil kedua tangannya menjinjing alat tempur.
"Nah, ini gedung untuk para calon pekerja. Tuan muda juga harus tahu, sebagai Direktur utama … Pak Hendrawan tidak ingin para atasan hanya duduk-duduk saja dan tidak mengetahui seluk beluk tempat-tempatt di perusahaan kita ini." Lelaki yang lebih tua dari si Direktur Utama itu menjelaskan sambil menunjuk-nunjuk gedung.
"Siap Bram, aku pasti hafal. Semoga, hahaha." Lelaki berkacamata itu pun tertawa.
"Oh ya, Tantemu ada di dalam sama si Hana tuh. Mau sekalian kita masuk aja?" tawar Bram.
"Boleh."
Keduanya kemudian masuk ke dalam gedung melewati pintu sebelah kiri gedung itu.
Intan hanya mendengar percakapan mereka sampai sana, lagi-lagi dia kembali ingat sosok atasan yang juga statusnya sekarang adalah mantan Intan. Siapa lagi? Irwanlah orangnya.
'Move on! Ayo move on, Intan!' Hati Intan terus menasehati.
Kemudian, Intan kembali menyimpan peralatan tempurnya dan mencuci tangan di keran air yang tersedia di samping dekat pos satpam dan juga berdekatan dengan mushala.
Setelah mengelap tangannya dengan tisu yang dia bawa di saku celana, Intan membuang tisu ke tong sampah dan berjalan menuju gedung training.
Saat masuk, tampak jajaran loker yang berisi tas, dan perbekalan para pekerja traning dan mungkin juga para pekerja borongan yang tempat kerjanya berada di gedung belakang.
Tapi, saat Intan masuk terlihat Litta dan seorang perempuan yang mendampinginya yaitu Hana berikut dua lelaki yang tadi dilihatnya.
Mereka sedang memperhatikan para pekerja yang sedang tekun menjahit dan beberapa Helper yang sedang memeriksa jahitan baju dengan meteran kain.
Ada juga dua orang perempuan yang menunjuk-nunjuk sambil mengobrol, Intan rasa mereka adalah para Leader di sana.
Intan malu harus bertanya pada siapa, tapi tiba-tiba perempuan yang tadi bertemu Intan di toilet pun datang.
"Mbak." Intan menganggukkan kepala sambil tersenyum.
"Eh, Mbak yang tadi di toilet ya?" tanyanya sambil menunjuk, "oh iya, Mbak ini cleaning service yang baru kan?" tanyanya lagi.
"Iya Mbak, saya mau ambil sisa kain. Kata Pak Yaya saya suruh ambil di sini."
Perempuan itu melihat ke tangan Intan. "Kamu tidak bawa plastiknya, ya?"
"Oh, harus ya Mbak?" Intan kebingungan.
"Iya, soalnya buat ganti plastik di tong sampahnya. Ayo saya tunjukkan di mana penyimpanan plastiknya!" ajak perempuan berkacamata itu, yang usianya sekitar tiga tahun lebih tua dari Intan.
Intan pun kemudian membuntutinya ke belakang. Intan melihat banyak para pekerja yang sudah terlihat lanjut usia, dan sebagian dari mereka melihat ke arahnya.
Mereka masih berjalan dan hampir ke ujung gedung, paling ujung sekali dan perempuan itu kemudian membuka sebuah pintu.
Ruangan kecil, dan di dalamnya banyak plastik dan beberapa barang yang tidak Intan ketahui nama barang tersebut apa.
"Nah, Mbak bisa ambil plastiknya di sini. Kebetulan di dalam ada dua tong sampah tempat membuang sisa kain dan benang tak terpakai, jadi Mbak ambil dua plastik saja karena sampah udah dibuang sama saya tadi. Besok saja giliran Mbak yang buang ya." Perempuan berkacamata itu pun tersenyum sambil menyodorkan Intan dua plastik putih besar.
"Terima kasih Mbak." Intan juga tersenyum padanya. Mereka kemudian berjalan kembali menuju tempat tadi.
"Ngomong-ngomong nama Mbak siapa?" tanya perempuan berkacamata itu.
"Nama saya Intan Mbak," jawab Intan.
Perempuan berkacamata itu pun kaget. "Intan?"
"Iya Mbak, kenapa ya? Kok kaget gituh …." Intan tersenyum kecil.
Perempuan berkacamata itu pun tertawa, tapi sebelum dia menjawab Intan seseorang menyapanya.
"Hei Ntan, mau ke mana?" tanya seorang ibu-ibu yang memegang benang menuju mesin jahit.
"Eh, hei Mbak Astuti, mau ke depanlah … kan kerja saya di depan." Perempuan berkacamata itu tersenyum ramah pada orang yang menyapanya itu, melemparkan lelucon tampaknya sudah biasa mereka lakukan. Tapi Intan terkejut, jadi nama mereka?
"Nama Mbak, Intan juga?" tanya Intan menebak.
Perempuan berkacamata itu pun mengangguk sambil tersenyum. "Kembar ya kita, hehe. Kembar nama, tapi cantiknya beda. Mbak Intan lebih fresh dibanding saya. Lihat wajah saya tampak tua, kan? Apalagi kerjaan saya terus duduk di depan komputer, mata saya juga min. kantung mata saya juga sudah mirip Panda, lebih hitam malah. Hehe."
"Ah Mbak nih, cantik kok. Penampilannya juga rapi banget," puji Intan padanya.
"Aduh, hidungku terbang nih Mbak. Bisa aja mujinya."
"Eh, bener lo Mbak." Intan meyakinkan perempuan itu sambil tertawa.
"Aamiinin aja ya, makasih Mbak kembaran," katanya lagi sambil tersenyum, "kepanjangan Mbak Intan apa?" tanyanya.
"Saya, Intan Nurleli Mbak. Kalau Mbak?"
"Saya Intan doang, orang-orang sering manggil saya Intan hambar katanya. Ada-ada emang, tapi kalau kamu panggil aku Mbak Kintan saja deh biar enggak ketuker soalnya itu panggilan temen-temen SMA aku." Dia tertawa.
Intan pun sama. "Baiklah kalau begitu Mbak, saya ambil kain bekasnya nya ya …."
"Ya, ke sana aja. Di sudut ada dua tong sampah." Perempuan berkacamata itu pun menunjuk ke belakang para pekerja, dan Intan pun berjalan ke sana. Litta dan Hana masih ada di sana, tetapi Bram dan Radit sudah tidak terlihat.
Kintan pun duduk ke meja kerjanya, dia adalah admin di gedung itu.