webnovel

Hold Me Tight ( boyslove)

Nathaniel Adikusuma secara sembunyi- sembunyi menjalin hubungan dengan sesama pria sejak dirinya menempuh pendidikan di new york. Khawatir akan penolakan dari orang- orang terdekatnya ia pun menutupi jati dirinya tersebut. Sekembaliannya ke kampung halaman Nathan langsung dihadapkan dengan kedinginan keluarga yang memang sejak dulu dirasakannya. Hingga ia harus bertemu Maxime Nandara, sosok yang dikenalnya secara terpaksa hanya karena kesamaannya sebagai calon pewaris tahta. Nathan yang diharuskan orangtuanya untuk selalu bersikap ramah pun akhirnya tak dapat membendung kekesalannya pada Max yang mulai ikut campur dalam permasalah keluarga dan percintaannya. Semua bertambah rumit saat hubungan persahabatan dan cintanya yang saling membentur satu sama lain. Max yang seperti tak gentar untuk mendekatinya pun membuat hatinya sedikit goyah. Akankah Nathan akan tetap setia dengan Rian Fahreza, kekasihnya sejak awal itu? Ataukah pesona Max yang begitu dominant hingga malah bisa membuatnya berpaling? Ataukah Nathan lebih memilih menjadi anak baik dengan menikahi seorang gadis?!

Erina_Yufida · LGBT+
分數不夠
297 Chs

Awal Tatapan Max yang Berbeda

Hari perayaan ulang tahun perusahaan yang dipimpin Max itu akhirnya akan segera terlaksana. Para bawahannya yang tadi siang telah berhasil menyulap ballroom hotel miliknya itu menjadi tempat pesta yang berkelas. Jujur saja pria itu sama sekali tak menyukai keramaian apalagi sejenis pesta, tak ada alasan lain hanya tak suka. Tapi namanya juga berbisnis, ia harus berpandai- pandainya dalam menjaga hubungan dengan para relasinya.

Tak ada persiapan khusus yang dilakukannya, ia hanya perlu menarik salah satu setelan mahalnya yang berderet itu di lemari besarnya. Jas hitam dengan aksen warna merah maroon membuatnya nampak elegan dan berkelas. Ia menata rambut seperti biasanya, dan menyemprotkan parfum beberapa kali ke tubuhnya. Melihat pantulan dirinya, Max merasa siap dan berjalan keluar dari kamarnya. Menuruni anak tangga yang lebar hingga membawanya ke lantai dasar lebih tepatnya ke ruang tamu.

"Tante terlihat cantik sekali..."

Suara wanita itu membuat Max menghela nafas panjang, wanita itu terlihat semakin gencar mendekati keluarganya. Sejenak menghilangkan rasa kesalnya, Max berjalan mendekat kearah mereka yang kini sudah duduk berkumpul untuk menunggunya.

"Kau memang pandai memuji, ku rasa jika Max mendapatkanmu hidupnya tak akan dingin lagi, benar kan Max?" pertanyaan sang Mama membuat langkah Max terhenti tepat dihadapan mereka. Semua tatapan kini tertuju padanya, hingga secara otomatis Max mengangguk singkat atas pertanyaan itu. Mau bagaimana lagi, lagi pula Lea memang membantunya untuk ini kan?

Setelah semuanya siap, Max dan keluarganya pun pergi ke acara mereka. Sempat ada perdebatan kecil antara Max dan Cherlin adiknya. Wanita rambut pendek itu tak mau ikut dalam mobilnya dan membuatnya harus terjebak dengan wanita gila yang sekarang duduk di sampingnya itu.

Pukul tujuh malam, disisi lain Nathan yang selesai bersiap-siap dengan dandanannya itu segera keluar dari hotel yang dipesannya. Bukan tanpa alasan ia repot-repot menempati hotel itu, alasan pertama karena hotel ini merupakan tempat yang akan menggelar acara yang ia hadiri. Alasan kedua karena ia memang tak siap untuk pulang ke rumahnya sendiri, dan alasan ketiga ia secara tiba-tiba diusir oleh kekasihnya itu karena saudara sepupu yang katanya akan datang menemuinya. Ya, memang Nathan dan kekasihnya itu tak pernah sekalipun menyinggung keluarga ataupun kehidupan masing-masing. Tapi entah kenapa mereka yang mengenal tak sedalam itu bisa mengklaim diri mereka sebagai sepasang kekasih.

Menuruni lift, ia akhirnya sampai di ballroom tempat acara digelar. Matanya mengedar ke sekeliling ruangan yang begitu besar dengan dekor yang elegan dan terkesan hangat. Para tamu yang hadir pun sudah cukup banyak, meski begitu sejauh mata memandang nampaknya orang yang terlihat seumuran dengannya begitu sedikit. Sejujurnya ia tak suka acara formal seperti ini, tapi mau bagimana lagi Max yang sekarang ada dalam satu grupnya itu mengundang ia dan kawan-kawan lainnya untuk ikut hadir. Ia bahkan sama sekali tak bisa menolah, kawan-kawannya itu terlihat antusias sekali menghadiri pesta berkelas.

"Hei!"

Suara panggilan dan tepukan di bahu kiri nya membuat Nathan menoleh. Max dengan wanita yang merangkul lengannya begitu erat, ia terlihat sangat seksi dengan gaun merah maroon yang berdada rendah. Nathan baru tau pria muka datar itu bisa menjalin hubungan yang terlihat mesra dengan pakaian yang begitu serasi. Tersenyum santun sekilas, Nathan lalu merasakan tatapan intens kearahnya.

"Hai, Nathan! Masih ingat Cherlin adiknya Max, kan?"

Lambaian tangan dengan senyum antusias itu membuat Nathan ikut tersenyum. Mendapat respon positif, Cherlin akhirnya mendekat dan secara tiba-tiba menggandeng tangannya.

"Tak apa kan aku menggandengmu seperti ini?"

Pertanyaan itu agaknya hanya sebagai basa-basi. Lagi pula Nathan tak mungkin akan menghempaskan tangan yang membuatnya risih itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengangguk sekilas.

"Kau membuatnya tak nyaman Cherlin!" peringat Max dengan menatap tajam adik yang berumur jauh dibawahnya itu. Lagi pula Max heran, bukannya adiknya itu sejak awal terlihat tomboi? Namun setelah kehadiran pria itu, Max sering memergoki adiknya itu belajar merias wajah ataupun mencoba baju-baju feminim.

"Apa sih, bother... Nathannya saja tak merasa keberatan kok, iya kan?"

"Ya, santai saja," balas Nathan dengan senyum canggung.

"Oh iya, apakah brother lupa memperkenalkan wanita cantik yang kau gandeng itu? Nathan, dia kak Lea, calonnya Max."

Ucapan sang adik entah mengapa membuat Max dongkol setengah mati, lebih parah lagi saat senyum Nathan yang menjabat Lea itu entah mengapa membuatnya merasa tak suka. Max bukan merasakan itu untuk Lea, agaknya ia meragukan orientasi seksualnya itu karena jelas-jelas ia merasakan untuk Nathan.

"Hei, kawan! Akhirnya kita berkumpul juga," suara keras Tommy membuat Max tersadar dari tatapan intensnya ke Nathan. Mereka saling bersalaman dan memperkenalkan dua wanita yang ada di dekat mereka.

"Ilham tak ikut datang?" tanya Max saat matanya mengabsen satu per satu kawannya itu. Ya, Max mencoba mempunyai hubungan pertemanan dengan mereka dan ternyata mereka cukup mengasikkan. Beberapa kali ia bahkan sempat dijadikan teman curhat oleh Tommy yang memang terlihat lebih bersahabat.

"Hmmm... Sepertinya dia liburan, padahal sebenernya kita berniat untuk memberinya kejutan," timpal Aki yang diangguki oleh kawan-kawan lainnya.

"Tidak heran, sih! Dari dulu kita memang seperti tak pernah merayakan ulang tahun Ilham dengan tepat waktu," tambah Galang membuat mereka setuju dengan gagasan itu. Ya, kalau di ingat-ingat kawan paling telihat tertutup memang Ilham, ia jarang sekali membuka percakapan dan sering kali pergi tanpa pernah bisa dihubungi.

Meninggalkan topik pembicaraan sejenak, mereka pun kini mengambil minuman beralkohol rendah dan menikmati musik dengan irama yang mendayu. Tubuh mereka secara otomatis bergerak mengikuti irama itu.

Cherlin yang sedari tadi tak melepaskan lengannya dari rangkulan Nathan kini pun, mulai sedikit lebih berani menyampirkan kedua lengannya di bahu pria itu. Matanya menatap Nathan dengan dalam, wanita itu berusaha memberi sinyal rasa sukanya meski tatapan Nathan tak menyambut dengan baik.

"Ekhem! Terlihat ada yang sedang melakukan pendekatan, nih!" ledek kawan-kawan Nathan yang terlihat mendukung Nathan dengan Cherlin. Meski begitu mata tajam Max tak sekalipun memandang mereka serasi, ia tak suka adiknya mendekat terlalu gencar seperti itu.

"Hei, ada apa dengan wajah kesalmu itu?"

"Diam kau!" desis Max kepada Lea. Wanita yang sama sekali tak ingin beranjak satu senti pun dari nya. Max tak bisa berbuat apa pun, untuk sekedar memindahkan lengan itu saja ia harus mempertimbangkan tatapan orang tuanya yang terlihat sesekali tersenyum kearahnya. Tak mungkin jika Max secara egois menyudahi pertunjukan yang orang tuanya sukai itu.

"Lihatlah kawan... Max dan Nathan begitu pendiam saat wanita seksi mendekapnya dengan suka rela. Demi Tuhan, setelah ini kalian harus mencarikanku wanita juga!" ucapan Tommy membuat yang lain sontak memberinya hadiah, sebuah pukulan masing-masing di atas kepala pria itu. Mereka pun tertawa dan menikmati malam pesta.