Sudah cukup lama Rio membiarkan tubuhnya diinjak-injak oleh Arcdemon yang tak kenal lelah itu. Kesadarannya pun mulai memudar karena rasa lemas dan sakit yang tak terhingga.
'Sial, kalau begini terus aku bakal mati.'
Pertolongan yang dia harapkan tak kunjung datang. Rekan yang seharusnya membantunya sekarang malah melihat dari jarak yang lebih dekat.
"Lihat dia. Pasrah dengan kematiannya sendiri."
"Huh, padahal lebih mudah baginya kalau membiarkan Arcdemon itu menusuknya atau menghancurkan kepalanya langsung."
"Hei-hei, jangan kejam begitu. Bukannya kematian yang perlahan bisa membuatnya mengenang kenangan manis selama hidup sebelum bertemu ajalnya."
"Kau pintar juga."
Setelahnya mereka tertawa terbahak-bahak bersama-sama.
'Terkutuk kalian. Aku takkan mati di sini. Masih ada seseorang yang menungguku di rumah.'
Untuk sesaat, sebuah gambaran samar seorang perempuan yang tersenyum indah terlihat oleh Rio. Senyuman itu benar-benar sangat manis dan memuaskan mata. Rio takkan pernah lelah untuk melihat senyuman itu setiap hari.
'Tapi, apa yang bisa kulakukan? Tak ada. Tanpa kekuatan itu, aku tak bisa melakukan apa-apa. Hanyalah pria biasa dengan otak otot yang sedang dijadikan samsak. Tapi seandainya, kalau aku punya kekuatan itu, pasti, aku bisa jadi seperti dirinya'
*
Tahun ke-87 Bulan 5 Jam 06:21 Pagi
Kota Selatan distrik 9.
Portal yang tiba-tiba saja muncul di pinggir kota selatan masih terbuka dan terus mengeluarkan banyak Arcdemon dari dalamnya.
Keadaan yang tiba-tiba itu menjadikan kesulitan yang seharusnya cuma Savage ke Nightmare. Karena tanpa tedeteksinya portal yang terbuka membuat para warga tak diberikan waktu untuk mengungsi. Ditambah tak banyak Aditya yang bisa mengontrol situasi.
Alhasil, banyak korban jiwa berjatuhan. Beberapa masih ada yang sempat untuk melarikan diri. Namun nasib mereka takkan lama sebelum Arcdemon menuju arah mereka.
"Lari, Rio, ayah akan menahan mereka disini!"
"Tapi ayah!"
Seorang anak laki-laki berusia 12 tahunan yang membawa adik kecil dipelukan didorong oleh ayah mereka untuk kabur.
"Tak ada waktu untuk ragu! Pergilah ke arah matahari terbit! Kalian pasti selamat! Penyelamat pasti akan datang! Ayah akan berusaha untuk bertahan! Jadi, pergilah!"
Arcdemon semakin dekat. Rio tak punya pilihan lain selain menahan tangis dan mulai berlari membawa adik kecilnya bersamanya.
"Sepuluh menit. Aku akan menahanmu selama sepuluh menit disini. Monster!"
Tanpa bermodalkan senjata apapun kecuali tangan kosong. Seorang ayah akan mempertaruhkan nyawanya untuk keselamatan dua anaknya.
Di sisi lain, Rio terus berlari ke arah matahari terbit. Tak peduli sebarapa berat hatinya mengatakan untuk kembali. Tak mau tahu dengan luka yang diterima oleh kakinya. Dia terus berlari.
Satu Arcdemon yang tak jauh dari posisi Rio menyadari keberadaan mereka. Berteriak kelaparan, Arcdemon itu mulai berlari dengan menghancurkan apapun yang ada di depannya.
Teriakan, aura, dan kekuatan Arcdemon yang mengejarnya benar-benar terasa oleh Rio.
Rasa takut mulai menguasainya. Air mata yang takut akan kematian mulai berkucuran mencari pertolongan.
"Seseorang, selamatkan kami!"
Tapi itu sudah terlambat. Kaki besar Arcdemon dengan mudah dapat mengejar Rio, dan cakar tajamnya menghentikan gerakan Rio dengan menyabit punggung bocah itu.
Rio dan adiknya terjatuh menyeret ke tanah. Arcdemon yang mengejar, berhenti dan tersenyum puas.
"Mas!"
Adik perempuan kecilnya yang sudah bangkit langsung berlari ke si abang.
Luka yang diterima Rio sangat lebar di punggungnya. Dari luka itu, genangan darah dengan cepat mengalir dan menyelimuti mereka berdua.
"Mas! Mas! Bertahanlah!"
"Maaf, Riana, abang gak kuat seperti ayah."
Meskipun warna cerah dari wajahnya terus memudar, Rio tetap berusaha untuk tersenyum demi adik kecilnya.
Tak lupa dengan Arcdemon di belakang mereka, dia benar-benar menikmati pemandangan karena kepasrahan itu.
Namun, adik kecil Rio entah bagaimana malah menatap Arcdemon dengan wajah menantang dan berteriak,
"Tolong selamatkan kami!"
Sesaat setelah teriakan Riana,
[Light Majesty : Flashes to Ashes]
Sebuah cahaya terang muncul di atas mereka. Cahaya yang sangat terang yang sanggup membakar Arcdemon sampai menjadi abu.
Itu terjadi dalam sekejap. Lalu cahaya yang tiba-tiba muncul itu langsung menghilang. Digantikan dengan sosok ksatria dengan baju besi penuh berwarna keemasan. Di punggungnya terdapat sayap keputihan yang bersinar terang.
Ksatria Keemasan itu turun menuju dua bocah yang sedang dalam putus asa.
"Mas! Bangun! Kita sudah selamat! Maaas!"
Adik kecil Rio terus saja mengucurkan air mata ke saudara laki-lakinya yang sudah tak sadarkan diri. Namun di depan mereka, Ksatria Keemasan tak berdiam diri begitu saja.
Ksatria Keemasan mengulurkan telapak tangannya ke depan dan mengucapkan aji,
[Light Majesty : Phoenix's Blessing]
[Light Majesty : Saturating Grace]
Partikel-partikel cahaya muncul di sekitar Rio dan Riana. Setelahnya, hal negatif apapun yang terjadi di antara mereka berdua menghilang seperti tak pernah terjadi.
"Mas."
Rio yang sudah bisa bangkit menemukan adiknya berkucuran air mata di depannya.
'Bukannya aku sudah...'
"Mas!"
Riana melompat dan memeluk Rio di tengah-tengah renungan.
Rio cukup bingung dengan apa yang baru saja terjadi pada awalnya.
Setengah sadar, Rio mendengar ada suara baju zirah yang berlaga dari arah belakang. Rio memutar kepala dan melihat, ksatria terkuat yang dimiliki umat manusia, Ksatria Keemasan, baru saja datang untuk menyelamatkan mereka.
Mulai dari situ, sebuah ambisi kecil muncul dari dalam jiwa Rio untuk bisa jadi seperti orang itu. Tetapi ...
*
Di saat hal semakin jadi menarik, tiba-tiba saja teriakan sangkakala terdengar lagi.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"
Offense Class, bahkan Arcdemon yang sebelumnya masih menginjak-injak Rio terdiam terkejut mendengar teriakan sangkakala kedua itu.
"Sangkakala kedua?"
"Oi-oi, ini beneran? Bukannya sangkakala kedua itu cuma rumor di antara Aditya kelas atas?"
Semua orang tak punya pilihan lain selain mempercayainya. Karena mereka tak sedang dalam keadaan tuli untuk tak mendengar teriakan itu.
"Bos, bagaimana ini?"
Trek cukup bimbang untuk sesaat.
"Semuanya, tetap waspada dan terus awasi portalnya!"
Semua Aditya bersiap dengan senjata mereka. Menunggu gelombang kedua dari Arcdemon yang akan datang.
Berbeda dengan mereka, Arcdemon yang terakhir terlihat ketakutan. Nafasnya terengah-engah seperti tahu ada sesuatu yang akan datang. Ketakutannya bahkan membuatnya mulai berlari.
"Hei, Arcdemon itu!"
"Jangan pedulikan dia! Kita bisa urus dia nanti, yang lebih penting – "
"Bos!"
Tiba-tiba saja, sebuah serangan yang senyap menghabisi Arcdemon yang kabur dalam sekejap.
Beberapa Offense Class bahkan tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.
"Dengan mudahnya, ditebas jadi dua."
Mulut mereka menganga tak percaya.
"Ada orang di situ!"
Tepat di depan Arcdemon yang hangus jadi abu, seseorang berdiri. Membawa pedang besar dengan tubuh yang tertutupi oleh zirah aneh.
"Apa dia bala bantuan?"
"Tidak. Karena portal ini hanya berkesulitan Savage, Two Star Aditya seperti kita sudah cukup dan tak butuh untuk mendatangkan bantuan. Lagipula, kalau dia datang cuma sendirian, itu berarti dia Aditya Bintang Empat atau Tiga yang tak kukenal. Karena aku tak mengenal ada Aditya yang cukup bodoh untuk memakai baju jirah penuh seperti itu."
Semua orang terjebak dalam kebingungan sampai seseorang yang datang itu menunjukkan dirinya.
Terlihatnya sosok dari pria misterius untuk kedua kalinya mengejutkan seluruh Offense Class.
"Hm, daripada dibilang berzirah penuh, lebih tepat kalau dibilang, Arcdemon dalam ukuran normal dengan aura seperti, sesosok Iblis."