Iblis, adalah satu kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan sosok yang sedang berdiri itu.
"Bos?"
Offense Class bahkan sampai terdiam selama beberapa saat, tak tahu apa yang harus dilakukan dalam suasana yang mencekam itu.
Pertama, Iblis itu sebelumnya menyerang Arcdemon yang berusaha untuk kabur. Itu berarti belum bisa dipastikan kalau dia adalah musuh Aditya.
Kedua, dia sudah berada dekat dengan mereka, tepatnya di depan Rio yang kelihatannya masih tak sadarkan diri.
Ketiga, sebelumnya dia menanyakan sesuatu pada mereka,
"Apa kau menginginkan kekuatan?"
Pertanyaan itu seperti buah Simalakama, yang semua orang tak tahu konsekuensi apa yang akan diterima kalau seseorang akan memakannya.
Kalau saja pertanyaan itu datang dari orang hebat yang mereka kenal, pasti mereka akan langsung menjawab "Iya!" dengan semangat. Tetapi...
"Ini gawat."
Trek melihat ke salah satu anak-anak buahnya, seketika, sebuah ide muncul.
"Hei, Carl."
"Ya, bos?"
"Coba kau jawab pertanyaanya. Kau mau jadi kuat, kan."
"Ha? Kau bercanda bos?"
"Tenang saja, kalau ada apa-apa kami akan langsung menyelamatkanmu."
Carl melihat ke seluruh wajah teman-temannya yang tegang, namun yakin dan percaya padanya.
Carl yang sudah memutuskan turun ke tanah dan menghadap cukup jauh dari The Devil.
"Apa kau menginginkan kekuatan?"
Pertanyaan itu diulangi lagi dan Carl tak bisa menolong selain menelan ludahnya sendiri.
"Iya, aku mau kekuatan itu – "
Sesaat setelah Carl menyelesaikan jawabannya, ayunan pedang yang diselimuti aura hitam menyapu bagian atas tubuh Carl.
'Ayunan pedang itu, langsung mengubah tubuhnya jadi abu.'
Tak ada bekas luka, hanya abu yang tersisa dari bagian atas tubuh Carl. Bahkan tubuh bagian bawahnya yang masih tersisa mulai termakan oleh api berwarna hitam dan menghilang.
"Apa yang terjadi?"
"Padahal dia cuma mengayunkan pedangnya, tapi Carl..."
Mental baja yang dimiliki Offense Class melebur seketika. Dan hanya ada satu orang yang masih berusaha untuk tetap tenang.
"Tenang semuanya. Jangan buru-buru. Ada kemungkinan kalau kita lari dari sini – "
"WAAAAAA! Dia akan membunuh kita semua!"
Satu orang kabur ketakutan tak menghiraukan peringatanTrek.
"Hei, tunggu!"
Benar saja, dalam waktu sekejap Aditya yang kabur itu langsung berubah menjadi abu. Iblis yang sebelumnya masih di posisi korban pertama juga bergerak dalam sekejap mata, mengayunkan pedang hitamnya.
Mulut semua Offense Class menganga. Tak mau percaya apa yang baru saja terjadi.
"Apa yang terjadi?"
"Padahal sebelumnya dia di situ."
'Jadi inilah alasan kenapa hanya ada sedikit Five Star Aditya dan Aditya bintang bawah tak boleh ikut bertarung bersama mereka. Karena yang mereka lawan, terlihat Mustahil untuk dihabisi oleh kami.'
Meskipun Trek sudah mengerti satu hal. Tetap saja kecil kemungkinan mereka bisa keluar dari situasi ini.
"Hei, bos, bagaimana ini? Apa kita akan menunggunya untuk menghabisi kita semua?"
Seluruh Offense Class yang tersisa bergetaran. Rasa takut akan kematian menguasai tubuh mereka.
Semua mata anak buah Trek tertuju padanya. Sebenarnya, dia juga tak tahu apa yang harus dilakukan. Kepalanya bahkan tak bisa berpikir jernih.
"Apa kau menginginkan kekuatan?"
'Dan keparat ini terus saja mengulangi pertanyaan yang sama. Memangnya siapa yang mau kekuatan dari Iblis semacam dirimu!'
"Menolak?"
'Huh? Apa barusan dia membaca pikiranku?'
"Apa kau, mengharapkan kekuatan?"
Trek mengepalkan tangannya, memutuskan sebuah keputusan.
"Bos!"
"Bos, kau mau kemana?"
Trek turun dan berjalan menuju sosok pria yang masih tak sadarkan diri.
Sesampainya di hadapan Rio, Trek membalikkan tubuh dan menampar wajah Rio.
"Hei, Defender Class, bangun."
Trek menepuk-nepuk wajah Rio sampai dia terbangun.
Rio yang sudah terbangun menemukan pemandangan pemimpin regu yang sebelumnya berusaha untuk membunuhnya.
"Kau, bajingan. Apa akhirnya kau memutuskan untuk mengasihani nyawaku?"
"Ya, begitulah, tapi sebelum itu aku butuh bantuanmu."
"Huh, memangnya apa yang tak bisa kalian Offense Class atasi?"
"Soal itu..."
Rio yang sudah sadar melihat ke arah Trek memandang, dan apa yang dia temukan adalah sosok misterius dengan aura yang sangat mengerikan.
"Dua anggotaku sudah dihabisi olehnya. Gerakannya sangat cepat, dan serangannya juga mematikan. Karena itu, kami membutuhkan perisaimu."
Aura dari Arcdemon itu berbeda dari Arcdemon yang sudah Rio hadapi sampai saat ini. Namun itu tak melunturkan semangat bertarung Rio.
Dengan perisai di tangan dan rekan di belakangnya, dia akan terus berdiri sampai Arcdemon terakhir dihabisi.
Rio sudah bangkit dan memegang senjatanya. Semua Offense Class berdiri di belakang Rio.
"Psst, Bos, apa kau pikir kita bisa menang hanya karena kita punya perisai?"
'Bertarung? Bukan itu rencananya. Sesaat setelah Iblis itu menghabisi Zero Star, aku akan menggunakan kesempatan itu untuk kabur dan membuat kalian jadi umpan.'
Dari awal Trek sama sekali tak punya niat untuk bertarung. Meskipun begitu Rio tak gentar berdiri berhadapan dengan Iblis di depannya. Di saat itu pula, pertanyaan yang sama diulang kembali.
"Apa kau mengharapkan kekuatan?"
'Kekuatan?'
Daripada terkejut karena takut, Rio lebih terkejut akan fakta kalau Iblis yang seharusnya terklarifikasi ke dalam ranah Arcdemon di depannya bisa berbicara, ditambah dia menawarkan apa yang Rio butuhkan.
"Apa kau, mengharapkan kekuatan?"
"Jangan dengarkan dia, Rio. Dia adalah iblis yang kekuatannya tak sebanding dengan kita."
Rio terdiam untuk sesaat. Terpengaruh oleh kata-kata dari dua orang di depan dan belakangnya.
"Apa, kau, mengharapkan kekuatan?"
'Ya, aku memang membutuhkannya, tapi...'
"Apa kau mengharapkan kehilangan sebuah nyawa untuk mendapatkannya?"
Rio tak menjawab pertanyaan Iblis itu secara langsung, tetapi dia malah memberikan pertanyaan lain yang terdengar kalau Iblis itu setuju dengan keputusan Rio. Dan hal itu juga mengejutkan Offense Class.
"Huh?"
Sebelumnya ada satu orang yang menjawab pertanyaan Iblis itu, tapi dalam sekejap dia dirubah menjadi abu.
'Apa yang membuat jawaban Zero Star berbeda dari Carl. Apa karena dia memang membutuhkannya?'
"Apa kau mengharapkan kehilangan sebuah nyawa untuk mendapatkannya?"
Pertanyaan kedua diulang, tapi kali itu diarahkan ke Trek yang sedang bingung.
"Apa - ?"
Awalnya dia tak percaya, tapi sepertinya keinginan yang didasari oleh hasrat seorang tak diijinkan untuk dijadikan alasan.
'Tapi alasan apa yang tepat untuk dijadikan jawaban yang tak didasari oleh hasrat?'
"Kalau kekuatan itu membutuhkan nyawa yang harus dikorbankan – "
'Huh?'
" – maka aku tak membutuhkannya!"
Rio selangkah lebih depan dari Trek. Dia benar-benar menyadari kalau yang dia hadapi adalah sesosok Iblis, dan Iblis takkan begitu mudahnya menganugrahkan kekuatan untuk seseorang tanpa adanya pengorbanan.
"Rio, apa yang kau lakukan?! Itu satu-satunya cara agar kita bisa selamat dari situasi ini!"
"Mana kupeduli! Aku lebih baik berjuang dan mati di sini daripada berurusan dengan Iblis seperti dia!"
Rio benar-benar tak mengerti situasi apa yang sedang dia hadapi. Kalau mereka benar-benar tak punya peluang menang melawan Iblis itu. Karena itu Trek mengambil keputusan.
"Hei! Iblis! Aku membutuhkan kekuatan itu!"
"Apa kau mengharapkan kehilangan sebuah nyawa untuk mendapatkannya?"
Pertanyaan kedua itu cukup membuat bulu kuduk Trek berdiri tegak. Karena kalau dia menjawab dengan alasan yang salah, nyawanya pasti akan melayang. Namun sebuah keputusan harus dibuat. Sekarang atau tidak sama sekali.
"Ya – "
Sesaat setelah satu kata itu keluar dari mulut Trek, setengah dari bagian atas tubuhnya tersapu menjadi abu.
Dengan terbunuhnya Trek, pilar yang menyangga kewarasan Offense Class telah runtuh.
"HAAA! Kita semua akan ter – "
Tak lama kemudian seluruh Offense Class terhabisi.
Rio tak mau percaya apa yang baru saja dia lihat. Tetapi sisa dari tubuh rekan-rekannya yang terjatuh ke tanah menyadarkannya, kalau dia dalam keadaan kesadaran penuh.
Mustahil, adalah satu kata yang sangat jelas untuk mendeskripsikan keadaan saat itu.
Dia tak mau, tapi kedua kakinya bergetar hebat sampai tak kuat untuk menahan beban berat tubuhnya.
Iblis yang tak memiliki perasaan itu berbalik, dan sekali lagi mengarahkan sebuah pertanyaan ke Rio.
"Apa kau mengharapkan kekuatan?"
Dia tak sedang berada dalam keadaan yang bisa menjawab pertanyaan itu. Namun tak disangka, seseorang yang sepertinya sedang mencari-carinya berteriak,
"Rio!"
Itu adalah Jerry yang berada di kejauhan. Dia melihar mereka berdua dan dalam sekejap mengetahui situasinya. Tak membutuhkan waktu lama, Jerry menyiapkan senjatanya dan segera melesat.
"Berhenti! Jangan kesini!"
"Tenang saja! Aku akan datang dan menyelamatkanmu!"
Jerry tak mau mendengar dan tetap melesat. Hanya butuh waktu sebentar untuknya sampai ke posisi mereka berdua.
Tak ingin kehilangan rekan lagi, Rio bangkit dan mengambil keputusan.
"Hei, aku membutuhkan kekuatan itu."
"Apa kau bersedia mengorbankan sebuah nyawa untuk mendapatkannya?"
Sebuah berarti nyawa yang harus dikorbankan tak harus milik orang lain. Jadi,
"Tapi, cuma nyawaku yang akan menjadi korbannya."
The Devil tak bereaksi untuk membunuhnya. Kalau begitu itu adalah jawaban yang tepat.
Begitulah pikir Rio, sampai pedang dari Iblis menusuk dan menembus perutnya.
"Kau harus tetap mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Baik dari dirimu, maupun orang lain."
Kalimat itu menjadi kata-kata terakhir untuk Rio yang terjatuh ke tanah tak sadarkan diri.
"Hoi, Rio! Bertahan!"