Hari selasa pukul tiga sore seperti biasa Clara datang ke rumah Sheyla untuk menjalani les privatnya.
Terlihat Sheyla dan Clara duduk berdua di meja tulis yang berada di sudut ruang tengah. Sheyla sedang menjelaskan rumus matematika pada Clara, sesekali mata mereka saling bertemu. Tapi mata Clara lebih banyak tertuju pada sebuah pigora dengan foto pengantin yang di taruh di ujung meja. Dia merasa aneh, sejak kapan foto itu di taruh di situ, dan untuk apa di taruh di situ, Clara berpikir apakah Sheyla mengetahui tentang masalah yang terjadi di sekolah beberapa hari yang lalu. Namun jika melihat dari sikap Sheyla, sepertinya dia biasa saja seperti hari-hari yang lalu.
"Kenapa Clara? Ada sesuatu yang kamu pikirkan, hari ini kamu seperti kurang menyimak apa yang saya jelaskan.."
Sheyla menegur Clara karena gerak-gerik gadis itu tidak lepas dari perhatiannya.
"Eng... Tidak. Tidak ada apa-apa. Itu.. Sejak kapan di taruh di situ..?
Tanya Clara sambil menunjuk ke arah foto yang ada dalam pigora. Sheyla tersenyum, dia meletakkan pulpen yang sedang di pegangnya. Tangannya meraih pigora itu seraya mengelus permukaannya dan menunjukkan ke arah Clara.
"Kenapa? Kamu suka..? Suatu hari nanti kamu akan terlihat seperti ini juga jika kamu sudah menemukan seseorang yang benar-benar kamu cintai."
Clara tersenyum dengan pandangan kosong memandangi foto di tangan Sheyla.
"Aku sudah menemukannya..."
Agak terjengah dengan jawaban Clara, Sheyla menimpali sambil tertawa kecil.
"Usiamu sekarang masih terlalu muda, kamu masih belum bisa membedakan antara cinta dan mengagumi seseorang, kamu harus menunggu sampai nanti usiamu benar-benar siap untuk mecintai seseorang..."
"Tidak. Saya tau rasa itu, saya tau saya benar-benar mencintainya.."
Sheyla berdehem kecil dan meletakkan foto itu ke tempat semula dan bertanya pada Clara dengan pandangan tajam.
"Apakah dia juga mencintaimu?"
Clara membalas tatapan mata Sheyla dengan senyuman tipis.
"Tentu saja dia juga mencintaiku, kami mempunyai perasaan yang sama.."
"Apakah dia pernah menyatakan perasaan cintanya padamu?"
Tatapan Sheyla semakin menghujam ke mata Clara. Melihat Clara yang hanya terdiam tanpa menjawab apa-apa, Sheyla melanjutkan kalimatnya.
"Berpacaran di saat seusiamu bukanlah cinta yang sebenarnya yang nanti akan kamu rasakan jika kamu sudah mempunyai komitmen dengannya untuk menuju ke jenjang pernikahan."
"Tidak. Aku bisa merasakan dia juga mencintaiku.."
"Apa dia mengatakan dia mencintaimu?"
Suara Sheyla sudah berubah menjadi datar sedatar ekspresi wajahnya saat ini.
"Meskipun dia tidak mengatakannya, aku bisa merasakannya."
"Merasakannya? Dari apa? Hanya dari sentuhan dan pelukan itu bukanlah cinta. Apa dia rutin mengunjungimu atau dia rutin meneleponmu untuk menanyakan sedang apa kamu sekarang, menanyakan bagaimana keadaanmu hari ini? Berapa kali dia menghubungimu dalam sehari memperlihatkan jika dia memperhatikanmu?"
"Dia mengunjungiku. Aku bisa merasakan dia juga mencintaiku"
Nada mereka berdua tanpa sadar sudah meninggi dengan emosi yang tersimpan di hati masing-masing.
"Merasakan? Merasakan sentuhannya saat dia mengunjungimu bukan berarti dia mencintaimu. Menyentuhmu juga bukan berarti cinta. Pelukan dan sentuhan tanpa komitmen, tanpa mengatakan cinta, tanpa janji apapun hanyalah permainan. Dia akan segera meninggalkanmu saat dia sudah merasa bosan padamu."
Kepala Clara terasa melayang dengan dada berdegup kencang dan pandangan mata kabur hampir menangis mendengar kalimat demi kalimat yang di ucapkan oleh Sheyla.
"Tidak. Dia mencintaiku. Aku tau dia mencintaiku."
Jawaban Clara yang singkat tetap pada pemikirannya itu membuat Sheyla pun tidak bisa menyembunyikan emosinya saat ini.
Sore hari berjalan sangat tidak nyaman untuk mereka berdua hari ini.