webnovel

Pemandangan  Di Lobby

Saat sedang makan malam, handphone Frans bergetar, ada pesan singkat masuk, dilihatnya nama yang tertera di sana, raut mukanya berubah saat membaca isi pesannya.

"Aku sakit. Aku mohon datanglah, aku sendirian di rumah."

Frans segera menghapus pesan singkat itu, pikirannya melayang ke sekolah yang sudah dua hari ini tidak melihat Clara masuk sekolah. Setelah kejadian di panggil oleh pak Martin beberapa hari yang lalu, Frans dan Clara memang tidak saling mengubungi.

"Pesan dari siapa Fa kok jadi begitu muka kamu..?"

Suara Sheyla mengagetkan lamunan Frans. Pria itu menjawab tanpa melihat ke arah Sheyla.

"Dari anak team, mereka memintaku datang, sedang pada ngumpul ada sesuatu yang perlu di rundingkan."

"Sekarang?", tanya Sheyla lagi.

"Iya sekarang.."

Sepi beberapa saat, hanya suara sendok yang beradu dengan piring di ruangan itu. Frans meraih segelas air putih dan meminumnya, lalu melihat ke arah Sheyla dengan canggung, karena sikap Sheyla agak berbeda belakangan ini setelah pembicaraan mereka tentang masalah yang ada di sekolah tempo hari.

"Tidak apa-apa kan aku pergi sebentar Sa..?"

Sheyla balik memandang Frans, masih sambil makan dia menjawab.

"Iya, pergilah.. Tapi jangan malam-malam ya pulangnya, aku tidak suka sendirian di rumah di malam hari.."

"Iya aku tidak akan lama.."

Setelah mereka menyelesaikan makan malam mereka dan membereskan meja makan, Frans berpamitan pada Sheyla untuk keluar rumah.

Dengan kecepatan sedang Frans mengemudikan mobilnya menuju ke apartment Clara. Setelah memarkirkan mobilnya di area parkir, dia berjalan perlahan menuju ke arah lobby. Terlihat jelas keresahan di wajahnya. Dia menghentikan langkahnya dan duduk di salah satu bangku taman di halaman apartment itu.

Di nyalakannya sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Perang sedang berkecamuk di dalam hatinya.

Sekitar tiga puluh menit Frans hanya duduk di sana dan sudah menghabiskan beberapa batang rokok. Saat mulutnya sudah terasa panas dan tenggorokan terasa agak mengering, Frans menghentikan hisapan terakhirnya dan menghembuskan asap rokoknya kuat-kuat.

Dia berdiri perlahan, memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya lalu berjalan menunduk ke arah lobby.

Setelah memasukkan nomor kode untuk membuka pintunya, dia berjalan masuk dan disambut sapaan seorang penjaga. Frans membalas sapaan tersebut dengan menganggukan kepalanya. Terlihat penjaga di sana sudah cukup mengenal Frans, dan seperti biasa Frans di antarkan untuk menggunakan lift, tak lama Frans sudah sampai di lantai di mana Clara tinggal.

Tidak ada seorangpun yang menyadari, agak jauh di depan pintu lobby, dua orang perempuan sudah beberapa saat memperhatikan aktifitas yang terjadi di dalam lobby tadi.

Sheyla dan Liana melihat sosok Frans yang menghilang ke dalam lift dengan tatapan tidak percaya.

Tadi saat Frans mengatakan mau keluar rumah, Sheyla meneruskan makannya sambil diam-diam mengirim pesan singkat pada Liana. Wanita itu meminta Liana datang ke rumahnya segera karena Ia membutuhkan sebuah pertolongan . Tapi Sheyla meminta Liana untuk menunggunya di luar pagar tanpa sepengetahuan Frans.

Setelah Frans keluar dari rumah, Sheyla menelepon Liana yang sudah hampir tiba di rumahnya dan menceritakan tujuannya. Malam ini, Sheyla hendak membuntuti Frans.

Sebenarnya Sheyla ingin mempercayai suaminya, namun rasa khawatirnya lebih kuat setelah dia menemui sikap Clara kemarin sore, sehingga sampailah Sheyla dan Liana malam ini di halaman apartment tempat Clara tinggal.

Terlihat tangan Sheyla erat memegangi tangan Liana dengan air mata membasahi pipinya. Sedangkan wajah Liana terlihat sangat emosi.

"Jangan Li, jangan masuk.. Biarkan saja.. Aku akan menyelesaikannya sendiri dengan Frans di rumah.."

"Tapi Sheyl, dia bisa saja mengelak nanti. Lebih baik sekarang saja kita masuk ke sana."

"Tidak.. Jangan.. Malu ribut-ribut di sini..."

Liana memeluk Sheyla yang sedang sesenggukan menahan tangis. Dia bisa merasakan apa yang Sheyla rasakan saat ini.