03 Oktober 1274 AG - 10:30 Am
Southforest Dungeon - Stage 1
—————
"Peta ini tidak berguna!!!" teriak Preponte merobek peta di tangannya. Kesabarannya sirna karena dungeon rank-B itu ternyata tidak semudah yang dia kira.
Sudah lama dia berputar-putar diikuti puluhan orang di belakangnya. Sudah 12 orang dari empat peleton prajurit pribadinya yang menjadi korban. Sebagian dari mereka ada yang jatuh dari lantai yang rapuh, ada pula yang terjepit langit-langit runtuh. Meski tidak ada satupun omegra yang menghadang, tapi lorong gelap stage pertama itu melemparnya dalam kesulitan.
Setelah berusaha meredam amarahnya, dia menoleh ke seorang archer. "Bagaimana, Ottuso?"
"Dipastikan stage pertama ini sudah mereka kuasai, Tuan."
"Keparattt!!!"
Preponte murka dan menginjak-injak peta yang sudah dia sobek. Di balik suramnya cahaya obor, dia melihat satu persatu wajah prajurit pribadinya dengan ekspresi menyalahkan.
'Aku tidak percaya tiga keparat itu bisa menguasai stage ini!'
Seperti informasi yang dia terima dari salah seorang petualang, Simian dan kedua saudaranya menjalankan quest di dungeon itu. Informasi itu pun dia tindak-lanjuti dengan membawa empat peleton pasukan pribadi demi sebuah hasil. Tapi pasukan itu seakan tidak ada gunanya bahkan di stage pertama saja.
Preponte mengamati puluhan orang di belakangnya. Dia melihat 64 prajurit bersenjata lengkap, 20 knight berzirah, empat banneret dan lima anggota party yang selalu siap dia perintah. Dia bahkan membawa 11 tentara elit dari negeri penganut Qalamist, juga menyewa jasa pengawalan dari dua orang rank-S.
Semua hanya demi menghabisi Simian, Vodi dan Mascara. Sudah jauh-jauh hari rencana itu dia simpan, tidak sedikit pula platinum yang ayahkan korbankan demi mengakhiri nyawa ketiga Stauven palsu itu.
"Jangan buang-buang waktu, ayo berangkat!"
"Anda yakin kita masuk lebih dalam?"
Mata Preponte langsung melotot. Dia cengkram kerah leher Ottuso dan membentak, "Kamu takut apa? Kita bawa banyak orang! Kamu pikir tidak cukup untuk menghabisi tiga keparat itu!?"
"Tapi kita sudah—
"Aku bisa hitung-hitungan!!!" Preponte semakin kalap. Dia melepas cengkeramannya dan menunjuk beberapa prajurit berzirah besi. "Kamu! Kamu dan kamu, maju ke depan!"
Tiga prajurit itu menelan ludah.
"Jangan buang waktu! Cepat!" Preponte semakin hilang kesabaran.
Dia tidak peduli walau sudah kehilangan 12 pasukan pengawal karena sembarangan memberi mereka perintah. Sekalipun nyawa prajurit itu tidak dia pikirkan, dia merasa titel rank-A miliknya lebih mirip penghias meja setiap kali membandingkan dirinya dengan Simian. Dia banting obor yang dia genggam saat melihat tumpukan mayat aprodesylvax. Dia berusaha membuang rasa heran dengan kemampuan party Simian yang bisa mengalahkan omegra pengerat itu di dalam gelap.
'Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa melalui stage ini. Jangankan bertarung, untuk bisa memecahkan stage pertama saja aku sudah berkeliling berjam-jam. Ini memalukan ...' Dia semakin depresi.
Preponte mengakui memang tidak punya banyak pengalaman di dungeon di balik gelar rank-A yang dia sandang. Selama sembilan tahun menjadi petualang, dia terbiasa menerima quest yang dipesan kerabatnya sendiri untuk misi-misi ringan, yang tidak berhubungan dengan pertarungan. Kalaupun ada misi reguler seperti membasmi omegra, dia selalu membawa prajurit pengawalnya.
Fakta itu berbuah dengki. Dia merasa Simian dengan sengaja merobek harga dirinya di tempat ini. Kebanggaan Preponte tercabik-cabik. Dia semakin merasakan jauhnya jarak dengan Simian ketika memasuki dungeon. Dia memaki cuilan kecil di hatinya yang menyuguhkan fakta bahwa levelnya dibanding pria itu memang jauh berbeda.
"Tambah bayaranku. Biar aku pimpin," tegur Seorang pria berumur 60-an melirik Preponte sinis. "Atau kamu mau buat kami berputar-putar lagi, Tuan rank-A?"
"Tuan Fiduci, mohon maaf kami buang-buang waktu," balas Preponte menundukan kepalanya ketakutan. "Pasti sebentar lagi kita temukan jalan, Tuan Fiduci."
"Uang lebih pandai bicara dari mulutmu, Stauven cengeng."
Dahi Preponte sejenak berkerut. Dia tidak berani bicara karena Fiduci adalah salah satu dari 15 petualang rank-S di Propinsi Tigris. Dan berita buruknya, bukan hanya rank saja yang memaksa Preponte untuk bersikap ramah kepadanya.
Pak tua berotot keras itu juga manusia terkuat ke empat di seluruh Propinsi Tigris. Fiduci bahkan bertelanjang dada dan memakai braies¹ saja karena tidak banyak senjata yang mampu menggores kulitnya. Penawaran Pak tua itu tidak memberi Preponte pilihan apapun selain mengeluarkan quill¹ dan kertas kecil berstempel resmi keluarga.
"Lima platinum sampai mereka ditemukan, Tuan Fiduci..."