webnovel

Brave New Age (Bahasa)

Ada bahaya besar di balik kedamaian Benua Meropis. Setelah berakhirnya perang suci 150 tahun lalu, sekali lagi agama menjadi pemicu sebuah pertikaian di masa depan. Karena kenapa? Karena tidak ada perang yang kebetulan. Semua perang itu ternyata diciptakan oleh organisasi yang bernama New Age Order. Para raja tunduk padanya, para bangsawan di bawah kendalinya. Para agamawan menjual agama mereka demi agenda organisasi itu. New Age Order menguasai semuanya di saat manusia merasa hidup mereka baik-baik saja. Celakanya, perang baru itu akan jauh lebih besar. Perang itu New Age Order ciptakan untuk menjajah negeri-negeri kecil yang menentang kekuasaan mereka. Adakah yang bisa melawannya? Ada. Masa depan dunia menjadi berbeda ketika sekelompok orang memanggil kekuatan dari dunia lain. Sebuah kota misterius tiba-tiba muncul di pulau terpencil. Kota yang bernama Maylon itu adalah gerbang yang menghubungkan dunia ini dengan dunia lain berperadaban maju. Kota Maylon menjadi ancaman nyata di kala mereka mengerahkan militernya. Benda terbang? Senjata yang bisa membunuh dari jarak jauh? Kapal raksasa dari baja? Kota Maylon memilikinya. Teknologi militernya sangat mengerikan hingga panah dan pedang bukanlah lawan sepadan. Dan di saat negeri-negeri kecil itu dilanda putus asa, Kota Maylon datang menawarkan bantuan. Bantuan yang tidak gratis. Kota dari dunia lain itu adalah sekutu terkuat untuk menghadapi hegemoni New Age Order. Namun Maylon sendiri tetaplah kota kecil yang membutuhkan banyak sumberdaya demi bisa menunjukan taringnya. Kota itu pun menawarkan syarat kepada para aliansinya termasuk meminta generasi terbaik mereka. Mascara dan Simian adalah pasangan istimewa yang dipanggil Kota Maylon. Dua bersaudara itu sengaja dibesarkan ayah mereka sebagai ujung tombak menghadapi New Age Order. Mereka pun menjalani takdirnya di sebuah peradaban yang tidak pernah mereka bayangkan. Peradaban yang seperti apakah? Bagaimanakah perjalanan mereka?

Ruddkillz · 军事
分數不夠
109 Chs

Negosiasi

04 Oktober 1274 AG - 07:30 Am

Balai Kota Tigris

—————

Rapat dimulai. Para duke masih menetap di Tigris mengingat perjanjian itu tidak akan selesai dalam satu kali pembahasan. Kali ini tersedia 10 kursi yang saling berhadapan sejak adanya dua orang tambahan yang baru tiba. Posisi duduk tidak lagi sesuai penataan. Ada keadaan tidak terduga yang memaksa Grall bersusah payah menjaga wibawanya.

Seharusnya lima kursi di duduki lima duke Arcadia utara termasuk Barlux. Sedangkan lima kursi lain diduduki Tonos sebagai perwakilan Maylon, Geraldine, Solidi, Duke Grenouil dan Grall sendiri. Demi cinta, Duchess Gracia duduk di sebelahnya setelah mengusir Grenouil secara halus. Semua orang senyum-senyum merespon sikap Grall yang salah tingkah karena seorang perempuan anggun.

Suasana semakin canggung. Grall berinisiatif langsung memulai rapat.

"Tolong fokus ke materi. Pembahasan ini sangat penting." Grall membukanya dengan teguran. Dia terlalu kikuk karena skandalnya dengan Gracia pasti jadi bahan pembicaraan para koleganya.

"Ehem."

"Terutama anda, Duke Barlux." Grall tidak bisa menahan nada ketus. Dia menatap lagi seluruh peserta setelah berhasil mengendalikan dirinya. "Hari ini peresmian perjanjian. Sesuai kontrak yang kami serahkan kemarin, kami akan mengevaluasi satu permintaan anda."

Semua orang tenang menanti jawaban dari keserakahan yang mereka tulis.

Namanya juga politik.

Grall membuka lima lembar parchment yang masing-masing kolom kosongnya sudah terisi. Dia melirik Gracia, dan memberi tanda perempuan itu untuk mengerjakan tugas pertamanya sebagai juru bicara. Perempuan itu pun mengambil salah satu parchment dan menatap tegas seorang duke.

"Duke Rizola del Gonzagi dari Propinsi Fortuna, sesuai permintaan anda, seluruh jalur perdagangan Tigris akan dipindah ke propinsi anda."

Raut wajah duke itu berubah. Dia pasti sulit percaya permintaan 'tak beretika' itu berbuah persetujuan.

"Untuk syarat lain saya persilahkan Tuan Solidi yang menjelaskan." Sambung Gracia lagi.

Solidi angkat suara tanpa mengubah postur santainya.

"Seluruh jalur perdagangan milik anda, 90% saham usaha inti dimiliki Guild Pedagang Tigris. Untuk saham usaha-usaha plasma, kami hanya meminta 30%."

Duke Rizola mengangguk. Dia cukup tahu diri untuk mau berkata setuju.

Gracia membuka lembar kedua untuk duke lain yang tidak sabar menanti jawaban.

"Duke Alergati del Suorzini dari Propinsi Februus, sayang sekali kami keberatan dengan permintaan anda. Tigris tidak bisa memindahkan produksi pakaian ke Propinsi anda."

Duke itu spontan berdiri gelisah.

"Bukankah kami boleh meminta apa saja?"

Sekali lagi, Gracia mempersilahkan seseorang yang lebih ahli untuk menjawabnya.

"Ada tiga alasan, Duke Alergati," jawab Solidi. "Yang pertama, Propinsi Tigris sudah terikat kontrak dengan Maylon. Yang kedua, saya tidak menjamin propinsi anda sanggup mengikuti alih teknologi yang kami pelajari selama 15 tahun. Dan yang ketiga, garmen bukan komoditas propinsi anda. Jangan dipaksakan. Kami punya penawaran yang lebih baik."

Duke itu masih nampak gelisah. Dia membalas, "Penawaran apa, Tuan Solidi?"

"Tambang, metalurgi dan persenjataan."

Duke itu langsung duduk dengan wajah puas.

Gracia membuka lembar selanjutnya. Dia melewatinya untuk lembar selanjutnya, dan melewatinya lagi sampai lembar terakhir. Sekilas, dia menunjukan tiga lembar itu ke hadapan Grall.

Marquis itu mengela nafas sejenak. Dia sudah menyangka bahwa tiga orang penguasa propinsi selanjutnya memiliki permintaan yang sama.

"Aku, ayahku, dan Duke Barlux meminta—

"Iya. Aku paham." Grall langsung memotongnya. Dia terlalu malu kalau sampai permintaan pribadi itu jadi topik pembahasan yang lebih panjang.

***

Umpan telah dipasang. Topik selanjutnya adalah intisari dari serangkaian pembahasan hari ini.

"Kira-kira berapa kekuatan mereka?" Pertanyaan Duke Rizola mengawali pembicaraan.

Setelah menandatangi kesepakatan untuk memerdekakan diri dari Kerajaan Arcadia, tema rapat itu berganti ke masalah-masalah yang pasti terjadi setelah pemberontakan itu dideklarasikan. Bahkan jauh sebelum kalimat merdeka terucap, Tigris sudah mengalami masalah kronis.

Grall sudah tahu bahwa wilayah selatan diam-diam sedang menghimpun pasukan. Marquis itu tahu jumlah mereka, kapan gempuran itu akan terjadi, serta strategi-strategi apa yang akan mereka gunakan. Setelah membayar harga diplomasi, Grall meminta kerjasama para duke wilayah utara untuk mengamankan posisi Tigris.

Tanpa berputar-putar, Grall menyampaikan berita buruk.

"Ada sekitar 8.000 pasukan gereja, 2.000 mercenary ..." Grall memberi jeda, memandang wajah cemas para koleganya. "Dan 40.000 fanatik—

"Gila!!!" Duke Rizola tidak mampu menahan sikap terkejut.

Grall tidak menunjukan wajah cemas. Dia masih bersikap lugas sekalipun jumlah pasukan itu diluar nalar.

"Sejauh pengalaman saya sebagai jenderal, perang kerajaan saja tidak sampai 10 resimen. New Age Order tidak main-main. 50 resimen itu jawaban mereka bagi para pemberontak seperti kita." Grall menabur garam di atas luka. Dia menerapkan gaya bicara yang sama seperti kebiasaannya di militer.

Raut putus asa terlukis. Dua orang duke pasti menyesali keputusan mereka menandatangi deklarasi. 50.000 pasukan itu terlalu berlebihan hanya untuk menyerang Propinsi Tigris. Namun sekali lagi, bukannya meredam cemas, Grall justru menabur lebih banyak garam.

"Constable sudah membekukan prajurit resmi di seluruh kerajaan. Mereka tidak boleh ikut campur. Tidak terkecuali prajurit pribadi saya. Mereka hanya jadi penonton. Dan anda tahu apa berita buruknya?"

Duke Rizola dan Alergati nampak menggigil. Mereka pasti menghibur diri bahwa propinsi Tigris saja yang akan mengalami imbasnya. Sayangnya, mereka juga cukup menyadari bahwa si penyerang adalah fanatik miskin yang lama menyimpan dendam. Sekali saja gerombolan itu mendapat kekuasaan, mereka jadi brutal, tidak bisa dikendalikan dan sangat-sangat rakus.

Mereka akan senang hati menyerang propinsi lain jika diizinkan. Mereka selalu berharap punya kesempatan kedua dari kegagalan hidup dengan cara menghancurkan segalanya.

Dua duke itu pun semakin cemas. Mereka saling menoleh, sebelum menatap Grall dengan ekspresi penuh harap.

"Ap—apa anda punya solusi, Tuan Marquis?"