94 Rencana Matang

04 Oktober 1274 AG - 08:40 Am

Balai Kota Tigris

—————

"Ap—apa anda punya solusi, Tuan Marquis?" Duke Rizola bertanya lagi.

"Iya," tegas Grall. "2.000 petualang Tigris siap angkat senjata. Ada tambahan 3.000 petualang dari daerah lain. Dua dari 12 resimen Tigris juga sudah siap menjadi desertir."

"7.000 melawan 50.000 ... angka itu terlalu jauh, Tuan." Duke Rizola menimpalinya lagi. Dia paling banyak bicara seakan mewakili keempat rekan satu mejanya. Setelah agak lama berpikir, dia berganti menatap Tonos yang sejak tadi mengunci mulut. "Bagaimana dengan Maylon, Tuan Blackfin?"

Tonos bersikap sama tenangnya seperti Grall.

Terlalu tenang untuk menyampaikan berita buruk yang lain.

"Kami tidak bisa membantu secara langsung."

Rizola dan Alergati nampak segan menimpalinya. Mereka cukup senior untuk tidak berkata lancang pada orang sekaliber Tonos. Akan tetapi, ada seorang duke baru di ruangan itu yang belum paham aturan main. Duke Grenouil langsung berdiri dan menyatakan kalimat keberatan.

"Kami berhasil menaklukan Benteng Courbe hanya karena 10 orang dari anda, Tuan Tonos. Kenapa anda tidak membantu Tigris?"

Tonos juga cukup paham bahwa Grenouil masih perlu banyak belajar.

"Kami tidak mau teknologi militer kami bocor, dan militer kami masih tahap membangun. Kami tidak memiliki alat militer lagi selain sebuah benda terbang dan alat-alat yang dipakai 10 orang itu, Tuan Grenouil."

Semua mata melotot. Khususnya dua duke yang langsung merasa tertipu.

"Bagaimana kita bisa menangkal mereka, Tuan Tonos?" Rizola hati-hati berbicara.

"Jika saya bilang Maylon tidak bisa membantu secara langsung, bukan berarti kami tidak bisa membantu sama sekali." Tonos mencolek Grall untuk memperjelas maksud perkataannya. "Apa artinya 10 tahun perbedaan teknologi di militer, Tuan Jenderal?"

"Perbedaan jumlah pasukan jadi tidak relevan lagi. Saya sering menyaksikan kemenangan pasukan kecil hanya karena mereka lebih maju teknologinya."

Tonos menoleh lagi kepada si penanya tadi.

"Militer selalu dinamis, Tuan Rizola. Tidak ada satu negeri pun yang membiarkan militer mereka tertinggal. Jika jarak sepuluh tahun saja memberi perbedaan signifikan, peradaban Maylon 800 tahun lebih maju, Tuan-tuan."

***

Wajah cemas berganti wajah ceria. Tensi rapat jadi berbeda setelah Tonos menjelaskan trik-trik apa yang akan Tigris gunakan di perang mendatang. Diskusi yang awalnya penuh ketegangan, justru menjadi peluang bisnis bagi para duke.

"Propinsi Februus dikelilingi gunung-gunung. Kami punya tambang. Kami juga memiliki banyak blacksmith handal." Duke Alergati mempromosikan propinsinya sendiri. "Kami yakin kontrak senjata itu bisa kami kerjakan."

"Itulah kenapa kami menawarkannya kepada anda, Tuan Alergati," timpal Solidi, menunjukan parchment yang isinya sudah berubah. "Kontur alam Propinsi Februus paling memungkinkan untuk produksi alat-alat pertahanan. Selain memiliki sumberdaya, propinsi anda juga paling terlindungi untuk proyek-proyek yang sifatnya rahasia. Tidak ada pertanyaan lagi, bukan?"

Duke Februus mengangguk puas. Tapi tidak bagi seorang duke lain yang lebih kritis. Duke Rizola langsung angkat suara setelah sekian lama memikirkan sesuatu yang mungkin menggangunya.

"Tuan Marquis, bagaimana dengan militer? Apa mereka benar-benar diam? Seluruh militer Arcadia dikuasai keluarga Stauven. Anda tahu maksud saya, bukan?"

Grall tersenyum. Dia sudah menyangka pertanyaan ini akan diangkat di ruang rapat.

"Ada dua faksi di Keluarga Stauven. Yaitu Stauven konservatif yang mengikuti Constable Soroni, serta Stauven moderat yang mengikuti ayah saya, Clavus del Stauven. Saya yakin Stauven konservatif akan menusuk dari belakang jika perang itu terjadi."

"Anda punya solusinya?"

"Iya. Untuk itulah saya butuh bantuan anda semua."

Dua orang duke berpikir sejenak untuk mencerna maksud dari kata-kata Grall. Mereka terbelalak begitu memahami benang merah dari segala rencana yang marquis itu jalankan.

"Anda mau kami menyingkirkan faksi militer di propinsi kami?" Rizola mewakili.

"Iya."

Duke itu langsung menunjukan wajah ragu.

"Itu mustahil, Tuan Marquis. Kalaupun kita menggunakan konspirasi, masalah dalam negeri saja tidak cukup untuk menyingkirkan mereka, Tuan. Apa anda punya rencana?"

"Iya." Grall tersenyum simpul. Dia memberi kesan bahwa keraguan mereka tidak lagi relevan. "Dan langkah penting ini sedang dikerjakan anak-anak saya sekarang."

***

Di waktu yang sama, di dalam dungeon.

Seluruh sendi Preponte seakan terlepas. Dia baru ingat bahwa Conna adalah satu-satunya pewaris tahta Kerajaan Ysdeville. Sekalipun kerajaan itu hanyalah negeri kecil, tapi mengancam penguasanya bukanlah urusan sederhana.

Arcadia memang memiliki hubungan yang baik dengan banyak kerajaan. Tapi itu hanyalah di atas kertas. Faktanya, semua kerajaan selalu berusaha mencari-cari kelemahan kerajaan lain. Kesalahan fatal Preponte pasti menjadi kejahatan tingkat tinggi yang akan memojokkan Kerajaan Arcadia ke posisi sulit. Raja Arcadia jelas tidak akan tinggal diam jika negerinya terancam hanya karena ulah satu orang.

Celakanya lagi, terlalu banyak bukti yang bisa menyeret keluarga Preponte ke tiang gantungan. Berakhir sudah ... kini Preponte tahu alasan prajurit membuang senjata mereka dan meninggalkan kubah. Melihat cara tertawa Simian, Preponte baru sadar bahwa sejak awal si licik itu memanfaatkan Conna untuk menjebak seluruh keluarganya.

Dia sengaja menggunakan sepupunya sendiri sebagai umpan.

"Aku tidak tahu separah ini kecerobohanmu, Preponte." Si rambut merah itu bicara sambil bertepuk tangan. "Sekarang kamu tidak punya perlindungan politik lagi, Preponte."

Preponte jatuh terduduk. Dia menyesal terburu-buru mengambil tindakan karena dendam konyol yang dia simpan. Setelah menimbang-nimbang, dia memberi kode prajuritnya untuk meletakkan senjata mereka. Namun sayangnya, satu peleton itu justru mengarahkan crossbow ke seorang gadis imut.

"Apa-apaan, kalian?" Preponte berteriak panik. "Jangan memperbesar masalahku, keparat!"

Salah seorang prajurit itu tiba-tiba menghampirinya dan menodongkan ujung pedang ke tenggorokan.

"Kami pinjam nama keluargamu untuk langkah ini, Tuan Stauven."

Preponte diam gemetaran. Dia baru sadar bahwa 30 orang prajurit itu bukanlah orang yang mengikuti perintah ayahnya, apalagi dirinya yang hanya anak kolong. Preponte melihat pasrah saat panah-panah itu berhamburan menuju seorang gadis kecil, yang berlindung di balik badan seorang pria besar.

Para prajurit itu tidak banyak bicara. Mereka juga nampak lebih tenang dibanding prajurit kebanyakan. Preponte mulai mempertanyakan darimana asal mereka, dan kenapa mereka justru ingin menghabisi Conna. Mercenary palsu itu bahkan melempar kantung uang ke  seorang pria tua yang masih mengagumi pedang barunya.

"300 platinum. Uang muka. Habisi ratu kecil itu untuk 700 platinum sisanya."

avataravatar
Next chapter