webnovel

Aku Istri Sah Bukan Istri Simpanan

Terlahir dari keluarga terpandang tidak menjamin kehidupan seorang Amira Anindita Tanzel bahagia. Nyatanya, air mata dan luka menjadi teman setia semenjak di peristri oleh Azriel Fillah Alfarez. Lelaki yang menikahinya hanya demi mendapatkan harta warisan. Lebih parahnya lagi keberadaan Amira sebagai istri sah sama sekali tidak dianggap. Azriel sibuk bermanjakan wanita lain yang telah di cintainya sejak bertahun - tahun lamanya. Luka yang telah Azriel torehkan menenggelamkan Amira ke dalam jurang kegelapan bermadikan duri pesakitan, hingga seseorang datang sebagai penyelamat memberinya secercah sinar bahwa dia pantas bahagia. HAPPY READING!! Warning 21+

Yezta_Aurora · 现代言情
分數不夠
377 Chs

Pertemuan Kembali Dengan Hana

"Tapi, Pa. Amira lagi ga selera makan."

"Tidak ada penolakan, Amira." Berpadukan dengan tatapan menajam.

"Tapi, Pa ... "

Yoza menggeram. "Amira, ayo!"

"Papa, Amira lagi ga selera makan."

|Akui Kamu Rindu Louis!|

🍁🍁🍁

Mendengar penuturan sang putri, Yoza langsung menghentikan langkah berpadukan dengan tatapan tak biasa. Seketika Amira dibuat bertanya - tanya dengan yang dirasakan oleh ayah tercinta.

Sementara Yoza, tatapannya berubah melembut begitupun dengan nada suaranya ketika disuguhi raut tak nyaman bersemayam di wajah cantik. "Dengar ya, Amira. Papa, ingin sekali makan malam dengan Putri tercinta Papa ini dan hanya berdua, tanpa Opa." Sembari merangkum pipi Amira dengan penuh rasa sayang.

"Loh, bukannya Papa sudah makan malam dengan, Opa?"

Yoza memasang wajah memelas. "Itu dia masalahnya sayang. Opa-mu mogok makan karena cucu kesayangannya absen datang."

"Serius Opa mogok makan, Pa?"

"Serius sayang. Mana pernah Papa-mu ini berbohong."

"Ya sudah kalau gitu ayo, Pa." Yang dibalas dengan seulas senyum hangat.

Maafin Papa ya Amira karena Papa sudah berbohong. Gumamnya dalam hati.

Bukan tanpa alasan seorang Yoza melakukan kebohongan seperti ini. Dia hanya ingin putri tercintanya ini mau menyantap hidangan yang sudah disiapkan. Terlebih tidak mau jika putri tercinta sampai jatuh sakit karena putrinya ini memiliki kebiasaan buruk yaitu susah makan.

"Oh, iya Pa. Boleh ga kalau Amira telepon Opa dulu? Amira, ga mau kalau Opa sakit gara - gara, Amira."

Yoza tersenyum sembari menggenggam jemari lentik. "Ga perlu sayang. Tadi sewaktu Papa pulang Opa-mu langsung tidur."

"Sungguh?" Berpadukan dengan tatapan memicing mencari kejujuran di wajah tampan sang ayah. Dan yang Amira temukan adalah kejanggalan.

Seolah paham dengan kernyitan pada kening Amira, Yoza pun langsung mengalihkan perhatian sang putri dengan mengajaknya menyantap hidangan makan malam.

Saat ini keduanya larut ke dalam decap kenikmatan dari hidangan terbaik. Inilah yang membuat Amira masih saja mempertahankan Inem hingga saat ini. Wanita dengan sejuta kehebohannya itu memiliki nilai lebih yaitu selalu bisa memuaskan lidahnya.

"Makan malam kita ini sangat terlambat sayang," ucap Yoza setelah menghabiskan makanannya. Yang ditanggapi dengan seulas senyum tipis. "Dan berat badan Amira pasti akan langsung naik, Pa." Sesalnya.

Kekehan kecil nampak tersungging dibibir kokoh. "Memangnya kenapa kalau berat badan Amira naik, hum? Justru bagus. Papa, lebih senang lihat Amira berisi."

"Ih, gendut kan ga bagus."

"Sayang, bukan gendut tapi berisi. Daripada tubuh Amira sekarang ini, kurus kering, wajah pucat. Jujur saja Amira, Papa sedih melihatnya."

"Yang penting kan sehat, Pa." Bantah Amira tak mau kalah.

Tidak mau obrolan dengan putri tercinta berakhir dengan perdebatan, dia pun langsung menyudahi obrolan yang sama sekali tidak penting ini. "Ya sudah Papa ke kamar ya sayang. Amira, cepat tidur dan jangan bergadang." Berpadukan dengan usapan dan juga kecupan pada puncak kepala.

"Pasti, Pa. Selamat istirahat ya Papa kesayangannya, Amira." Yang dibalas dengan kecupan pada pipi sebelum melenggang keluar kamar.

Kini, tinggal Amira seorang diri. Diliriknya ponsel kesayangan yang telah ia matikan. Tidak mau membuat Louis khawatir ia pun memutuskan menyalakan kembali ponselnya. Tak ayal banyak sekali pesan masuk dari lelaki yang kini sudah mulai menghangati relung jiwa.

Seketika bibir ranum menyungging senyum sembari membaca bait demi bait yang menurutnya sangat romantis. Dan beralaskan pada hal inilah tidur Amira terganggu hingga rasanya sulit memejam meskipun dini hari mulai menjemput.

🍁🍁🍁

FULLMOON DE BALI HOTEL

Bali, Indonesia

10.00 WITA

"Tambah kecepatannya, Pak!" Perintahnya pada Mirza.

"Baik, Non." Dan bersamaan dengan itu langsung melajukan mobil dengan kecepatan tinggi hingga tak berselang lama mobil yang membawanya pergi sudah sampai ke tempat tujuan.

"Silahkan, Non." Sembari membukakan pintu mobil.

"Terima kasih," ucap Amira berpadukan dengan seulas senyum tipis, sangat tipis hingga Mirza pun tidak tahu bahwa Nona nya sedang tersenyum.

Langkah kaki Amira terlihat semakin lebar menuju restaurant tempatnya bertemu dengan sahabat masa SMA, Hana Sumitra. Diliriknya jam pada pergelangan tangan sembari bergumam. Masya Allah, aku terlambat lima belas menit. Moga aja Hana masih ada disana.

Dan bersamaan dengan itu semakin melebarkan langkah karena tidak mau rencana pertemuannya dengan Hana gagal untuk yang kedua kalinya. Seketika bibir tipis mengulas senyum bahagia disuguhi dengan pemandangan bahwa sahabat lama yang sangat dirindukannya ini terlihat sedang duduk berpadukan dengan sebelah kaki menyilang.

Rok pendek yang Hana kenakan semakin terangkat dengan posisi duduknya yang seperti ini. Kaki putih mulus terekpos dengan sangat seksi dan sungguh pemandangan yang seperti inilah yang membuat kaum Adam meneteskan saliva.

Amira pun berjinjit supaya langkah kaki tidak sampai terdengar olehnya. Dan ketika berada tepat dibelakang Hana, kedua tangannya terulur menutupi wajah Hana sembari berbisik. "Hayo, tebak ini siapa?"

Hana tampak mengulas senyum lalu menepis tangan Amira. "Tentu saja kau, Mir." Sembari mendongakkan wajahnya dengan tatapan menengadah.

"Bagaimana kau bisa yakin bahwa ini aku? Bisa jadi kan sahabat kita yang lain."

"Hai, dengar ya Ibu Amira. Satu - satunya orang yang suka ngagetin ya cuma kamu."

Amira tersenyum sembari mendudukkan bokongnya pada kursi yang berseberangan dengan Hana. "Oh, iya ngomong - ngomong apa kamu menginap di hotel ini?" Tanya Amira berpadukan dengan tatapan menelisik wajah Hana coba mencari jawaban jujur disana.

"Em, ga juga sih. Kebetulan ada teman aku menginap disini jadi ... ya sekalian aja kita ketemuan disini setelah aku menemuinya."

"Teman kuliah?"

Hana mengangguk.

"Dari Singapura?"

"Tentu saja iya, Amira." Huh, Amira ini apa - apaan sih tanya mulu. Udah kayak detektif aja. Aku kan ga mau kalau Amira sampai memergokiku disini bareng sama calon Suami-ku. Moga aja Mas Azriel ga nyusulin aku ke sini. Bisa - bisa harga diriku hancur kalau sampai ketahuan sama, Amira. Belum resmi menikah tapi udah tinggal satu kamar. Gumam Hana dalam hati.

"Hai, lagi mikirin apa sih?" Tanya Amira sembari menjentikkan jemari ke depan wajah Hana. Refleks Hana tersentak sehingga langsung menghujani Amira dengan tatapan tajam mematikan.

"Sorry, kalau membuat kamu terkejut. Habisnya kamu melamun gitu sih, Han. Btw, lagi mikirin apaan sih kamu ini?"

"Ga mikirin apa - apa kok, Mir. Oh, iya kamu mau makan apa?"

"Em, minum aja deh."

"Sungguh, kamu ga mau makan? Menu di hotel ini enak - enak loh."

Bibir tipis tersenyum. "Kebetulan sebelum berangkat aku sudah sarapan bareng sama, Papa. Jadi, aku minum aja."

"Okay deh Bu Bos."

"Ih, apaan sih kamu ini, Han."

"Lah, benar kan. Bu Bos Amira, pemilik tunggal dari Tanzel Group. Huh, bikin ngiler tahu ga sih, Mir. Aku yakin deh para kumbang diluaran sana saling berlomba tuh buat menyanding kamu."

"Kalau tujuan mereka hanya demi harta ya buat apa."

"Hm, di jaman sekarang ini jangan mengharapkan cowok tulus. Semua cowok itu modus, Mir. Kalau ga modus buat dapatin harta ya modus buat nikmati tubuh kita."

Seketika Amira tersentak dengan pernyataan yang baru saja meluncur dari bibir Hana. Amira semakin mencondongkan wajahnya ke depan berpadukan dengan tatapan menelisik. "Apa maksud dari kata - kata mu ini, Han? Jangan bilang kalau ... "

"Hai, apa yang kau pikirkan. Tentu saja tidak. Dengar ya, Amira. Meskipun aku tinggal di Singapura tapi, soal pergaulan bebas ... NO!"

"Ya, bagus deh kalau gitu."

Tanpa Amira sadari Hana mengulas senyum jahat. Dia ini kan kuliah di Harvard Univercity. Tinggalnya diluar Negeri jadi, ya ga mungkin lah kalau dia ini belum di obok - obok sama laki. Dasar sok suci!

Tanpa keduanya sadari. Mata - mata yang Azriel kirimkan terus saja mengintai setiap gerak gerik Amira. Bahkan dengan lancangnya mengirimkan rekaman video tersebut kepada Azriel membuat bibir kokoh menyungging senyum jahat.

"Kita sudah semakin dekat, Amira sayang. Dan kau Hana, terima kasih karena kau sudah mendekatkan ku pada kekuasaan Tanzel." Ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian didalam kamar hotel.

🍁🍁🍁

Next chapter ...

Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian! Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi dan tinggalkan komentar!

Yezta_Auroracreators' thoughts