Kisah dari jiwa seorang wanita yang terperangkap diraga seorang remaja laki laki bernama Kenzo, semuanya bermula dari kisah antara kesalahan dan cinta. Dia Novella, ekspresimen Tuhan yang kini harus menetap ditubuh seorang bocah SMP. Karena tubuhnya sudah berubah menjadi debu, Novella pun tidak ada pilihan lain selain mengubah alur hidupnya menjadi seorang pria. Apalagi ditambah kini dia terjebak cinta seorang primadona sekolah bernama Febee, apa hidupnya akan tenang ataukah harus belajar mencintai dirinya yang baru? Semakin lama Febee semakin mengukungnya, bahkan disuatu malam Novella terpaksa mengabulkan keinginan yang bertolak belakang dengan keinginan jiwanya. "Apa yang harus aku lalukan agar kau pergi dari hidupku?" Febee yang sudah terluka berurai air mata hanya bisa menjawab dengan lirih. "Nikmati aku.."
Bab 1 : Kehidupan Novella
1 tahun berlalu, kini Novella sudah seperti raga tanpa nyawa. Entah apa yang membuatnya seperti itu, tapi jika dilihat sepertinya dia sedang mengenang sesuatu yang membuatnya tak lagi bisa hidup.
"Hi sayang.."
Novella menoleh cepat saat suara Morgan memanggilnya lirih dari arah belakang kursi sekolah, dilihat tapi tidak ada siapapun selain temannya yaitu Aryo.
"Kenapa Ken?" tanya Aryo menatapnya bingung.
Novella tersentak, Ken? sesaat Ia terdiam mengingat siapa dirinya. Ouh Novella lupa, segera Ia menepuk jidat dan duduk ditempatnya seperti semula. Sedangkan Aryo mengeryit heran, ada apa dengan teman nya itu? tiba tiba menoleh kaget dan sekarang menepuk jidat.
Novella mengambil cermin dikolong meja kelasnya, kebiasaan wanita jiwa membawa cermin kecil untuk menata kerapihan wajah dan rambut. Guru tengah sibuk menerangkan pelajaran didepan sana, Novella diam diam bercermin dikaca kecil ditangannya.
Novella menghela nalas kasar saat melihat bentuk wajahnya, lekuk rahang pria tampan yang dimiliki seorang lelaki. Ya dirinya menjadi seorang pria, jiwanya yang dulu pernah bereinkarnasi di tubuh wanita jaman dulu kini berpindah ketubuh seorang siswa SMP bernama Likenzo.
Tubuhnya tak lagi ramping dan memiliki dua buah persik, sudah berganti datar dan otot yang kekar. Bahkan diperutnya tercetak roti sobek serta otot bisef di lengannya.
"Baiklah anak anak semuanya, pelajaran Ibu sudah selesai dan kalian boleh mengumpulkan tugas perminggu kemarin lewat ketua kelas. Setelah itu kalian bisa langsung beristirahat, selamat siang!"
Guru yang mengajar sudah pergi keluar kelas, para murid yang kesenangan sudah berhambur menyimpan buku berisi PR dan berlari berkelompok keluar kelas.
Aryo bangkit dari duduknya dan menghampiri meja Kenzo, tangannya langsung menyodorkan buku berisi PR salinan miliknya.
"Nih! aku yakin kau tidak mengerjalan pr lagi kan? salin saja tugas milikku, aku tunggu kau dimeja kantin," ujar Aryo baik hati, meyimpan buku miliknya dan berlalu pergi.
Novella sekali lagi menghela napas kasar, seharusnya dia berterimakasih karena sudah diberi contekan. Dengan cepat Novella menyalin semua tugas tugas didepannya.
**
Ditoilet wanita, suasana sangat sepi dimana Novella yang raganya seorang pria berdiam diri disana sambil bercermin. Ia menatap wajah tampan dipantulan cermin besar toilet didepannya, bahkan rahangnya yang jenjang kini berubah tegas dan ber.. jakun.
Cukup lama dia menatap diri lain dalam dirinya, selintas wajah nya yang dulu terlihat dicermin dan berubah lagi menjadi wajah sosok Kenzo.
"Hilang, tubuhku sudah tidak lagi ada didunia. Debu, tubuhku sudah hancur menjadi butiran debu. Sepertinya aku memang harus merubah segalanya, aku tak pantas terus memikirkan masa lalu. Kehidupanku sudah berubah, kini hidupku hanya satu yaitu menjadi Likenzo. Kenzo, maap tapi sepertinya raga dan kehidupanmu didunia akan aku teruskan," monolognya didepan cermin sendirian.
"Aku Likenzo, status baruku adalah seorang laki laki remaja!" tekan Novella dalam hati, kini dia harus menyebut dirinya seorang lelaki dengan sebutan Kenzo.
"Akkkkhh!"
Kenzo menoleh, seorang siswi keluar dari toilet ujung berteriak menutup wajahnya setelah Melihat Kenzo.
"Berisik, dasar gilak!"
Setelah mengatakan itu Kenzo keluar toilet, baju nya dirapikan saat berada diluar pintu toilet. Ia celingak celinguk dan ternyata sepi, baguslah tidak ada yang tahu jika dirinya berada ditoilet wanita selain gadis tadi.
Dengan langkah santai Kenzo berjalan pergi, tujuannya sekarang adalah tempat makan dikantin sekolah. Dimana suasana ramai dan meja kantin yang penuh nampan, kursi bahkan sudah sangat padat dan hampir desak desakan.
"Hey Kenzo!"
Kenzo sekali lagi menoleh, dimeja pojok kantin sudah ada Aryo dan temannya Jeya Marpata. Dengan santai Kenzo berjalan kearah mereka, duduk dikursi kosong yang disiapkan Aryo untuknya.
"Wahh makin cakep saja kau Ken," kata Jeya menepuk bahu Kenzo selayaknya seorang sahabat karib.
Disamping lainnya sudah ada Febee, ya gadis itu ada dimeja satu dengan mereka. Entah gerangan apa jadinya, sekarang geng Febee dan teman temannya sudah bergabung dengan kedua sahabat Kenzo.
Mereka semua berkumpul disatu meja panjang, tidak ada Ipeh karena diingat kalau gadis itu menghilang tertelan bumi didunia peri. Ya dunia gaib entah apa maksudnya, setelah kejadian dimana kematian mereka dibuku satu berjudul Novella Metafosa, kehidupan mereka sudah berubah dan nama Ipeh atau Alisya sudah tidak ada dimasa lalu mereka.
"Kalian tahu siapa Ipeh?" tanya Kenzo.
"Ipeh siapa?" tanya Aryo.
"Alisya.."
Mereka semua bingung dan hanya menganggap omongan Kenzo hanya angin lalu, Febee yang notabennya sangat tergila gila pada Kenzo hanya mendengus mendengar nama gadis lain disebut oleh Kekasihnya.
Ya hubungan Kenzo dan Febee masih utuh, bedanya Kenzo selalu mencari kesempatan agar Febee mau memutuskannya lebih dulu. Sayangnya mustahil, bahkan sudah segala cara Ia lakukan tapi Febee masih tetap saja bertahan untuknya.
"Nanti malam kan malam minggu Ken, bagaimana jika kita kencan?" bisik Febee mengajak Kenzo diam diam.
Disisi lain Claire Olive dan Rohea yang notabennya perongos, langsung saja menyambar mereka berdua. "Wahh Febee dan Kenzo akan berkencan? selamat dan hey kau Ken, terima ajakan kekasihmu!" seru Claire diangguki heboh dari dua lainnya.
Kenzo hanya mendengus tidak perduli, mendelik saat Claire menyuruhnya menyetujui semua itu. "Berisik!" sahut Kenzo.
Aryo dan Jeya menatap Kenzo aneh, mungkin karena mendengar Kenzo tiba tiba bergumam berisik saat mereka mengobrol. Sedangkan Febee terlihat murung, dia yang tadi bergelayut pada Kenzo seketika melepas tangannya.
"Apa?" tanya Kenzo pada kedua temannya.
Aryo dan Jeya menggeleng tersenyum, mereka tak memperdebatkan semua itu lagi dan lebih memesan makanan masing masing.
"Kalian mau pesan apa? biar aku yang pesankan," kata Aryo.
"Bakso, es jeruk!" Jeya.
"2.."
"3.."
"4.."
"Feb, Len?" tanya Aryo.
Kenzo melirik Febee yang masih murung karena ucapannya, sedikit rasa kesal dihati Kenzo saat melihat Febee yang hanya menjawab dengan menggeleng.
"Samakan saja dengan Jeya dua duanya," jawab Kenzo mewakili.
"Tidak perlu, aku tidak lapar.." sahut Febee menatap mereka semua, saat pandangannya bertemu Kenzo Febee menunduk lagi.
"Serius?" tanya Aryo.
Febee mengangguk.
"Sudah cukup, Yo kau pesankan saja untukku dan Febee. Jika dia tidak mau makan biar aku saja yang bayar pesanannya nanti," sahut Kenzo.
"Tapi aku tidak la-"
"Aku tidak menyuruhmu makan saat lapar saja, diamlah! dasar merepotkan.." sela Kenzo memarahi Febee, meski ekspresi wajahnya dingin dan datar tapi nada bicara Kenzo seakan memarahi kekasihnya.
"Tapi.."
"Jika kau tidak makan untuk apa kau disini? silakan pergi!" usir Kenzo.
Febee mendongak menatap mata Kenzo, terlihat pelupuk mata gadis itu sudah terbendung air mata. Kenzo tak perduli dan memalingkan pandangannya, sangat memuakan untuk Kenzo jika harus meladeni keegoan tinggah Febee yang seperti anak kecil.
"Ken.." tegur Jeya menyentuh pundak Kenzo, Ia melirik kearah Febee yang masih menatap Kenzo terluka.
"Ya-yasudah.. ak-aku kekelas lagi saja tidak papa, terimakasih.."
Febee menunduk, setelah mengatakan itu dia bangkit dari kursi dan berlari pergi keluar area kantin. Claire dan dua lainnya menatap Kenzo dingin, mereka bertiga ikut menyusul Febee yang sepertinya akan menangis.
Aryo dan Jeya saling tatap, mereka berdua diam dan hanya menunggu suara Kenzo.
"Biarkan saja dia pergi," suara Kenzo seolah tak perduli.