Sebuah benda misterius berbentuk bola besi, menghantam halaman depan rumah. Roki Helberm datang mendekat lalu tiga serum hitam misterius keluar dari dalam bola tersebut. Tiga serum tersebut masuk ke dalam tubuhnya secara paksa. Tubuhnya mulai terbakar dan bermutasi menjadi mutan. Bola besi itu, pernahan menyatu pada tangan kanannya hingga menjadi tangan besi. Tanpa sengaja, dia terlempar ke tahun 2500 dan terdampar di sebuah kota tua penuh dengan zombie. Di sana dia bertemu dengan Profesor Xenom dalam wujud hologram. Beliau merupakan orang bertanggung jawab membuat serum dan memaksanya datang ke tahun 2500. Dalam perjalanannya, Roki bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Angela. Dia merupakan turunan terakhir keluarga Van Helix setelah kematian kakaknya di kota itu. Kemudian mereka bertiga, bertemu dengan Ninja Cyborg di dalam sebuah gedung. Cyborg mengucap sumpah setiap kepada Roki lalu dia memberi nama Jhon Luwis. Perjalanan mereka dimulai menuju Laboratorium Bawah Tanah milik Profesor Xenom. Sesampainya di sana, Roki melakukan time travel ke tahun 2015 lalu kembali ke tahun 2500 dan memulai dari awal untuk menyusul kekuatan berperang melawan Kota Horizon.
Empat tahun Roki Helbern tinggal pinggiran Kota Devidens . Kota Devidens berada di Negara Rusia. Dia tinggal di rumah milik Satoshi. Satoshi merupakan sahabat ayahnya berasal dari Jepang. Beliau berjanji akan merawat Roki hingga lulus Universitas. Sekitar halaman belakang rumah Satoshi terdapat ladang gandum dan sayur-sayuran yang luas. Pemandangan indah di halaman belakang rumah Satoshi, membuat Roki teringat kampung halamannya. Kampung halaman Roki berada di Indonesia. Sebuah negara indah yang kaya budaya dan sumber daya alam.
Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Sudah saatnya bagi Roki bersiap pergi ke kampus. Sebelum berangkat, Roki memasak telur dadar sebagai menu sarapan. Selesai memasak, ia duduk di meja makan seorang diri. Namun, jika Tuan Satosi berada di rumah ia juga menyiapkan sarapan untuknya.
Roki pun duduk, lalu menyalakan televisi sambil mengunyah makanan. Berita televisi sedang gencar-gencarnya memberitakan virus Lorex 19. Wabah virus sedang menyebar ke seluruh dunia. Pemerintah setempat seharusnya menutup akses transportasi ke negeri yang sedang terjadi wabah virus. Namun pihak setempat malah mengadakan diskon berlibur besar-besaran.
Selesai menonton berita, Roki berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan membawa selembar handuk.
Selesai mandi, dia mengenakan kaos putih bergambar serigala, kemeja kotak berwarna biru muda. Kemudian, menata rambut coklatnya dengan model Curly Fade.
Setelah itu dia mengenakan celana jins biru dongker dan sepatu coklat bertali putih. Roki pun berjalan, memasuki garasi di samping rumah lalu mengeluarkan motor milik Tuan Satosi. Kemudian, dia mengenakan helm dan melaju kendaraannya menuju kampus.
Lama diperjalanan, akhirnya dia sampai di Universitas Helten. Sebuah Universitas, memiliki luas 20 hektar. Gedung fakultas menjulang tinggi, jalanan beraspal dan taman bunga yang indah. Beberapa mahasiswa semester delapan, terlihat berlalu-lalang sekitar area kampus untuk mengerjakan tugas akhir. Mereka semua, mengenakan masker kecuali dirinya. Kemudian, aku memarkirkan motor tak jauh dari gedung perpustakaan. Selesai membaca buku, Roki pamit pada temannya untuk melakukan kerja part time di Toko Senjata. Toko itu berada di pusat keramaian kota. Banyak lelaki berkunjung hanya untuk sekedar berlatih tembak. Roki merasa, bahwa dirinya berada di zaman koboi.
Sesampainya di tempat kerja, Roki memberi hormat kepada Tuan Satoshi dengan cara sedikit membungkuk. Satoshi memiliki postur tubuh kekar, berkulit cerah dan berambut panjang yang diikat.
Tuan Satosi, berdiri sambil membersihkan sebuah senapan dengan lap dan minyak. Kemudian, beliau menyuruh Roki untuk mencuci tangan, mengenakan celemek hijau dan masker terlebih dahulu sebelum bekerja. Cuci tangan, sudah menjadi rutinitasnya di masa pandemik. Jika ia tidak mencuci tangan, biasanya beliau menegurnya dengan tutur kata yang lembut.
Setelah itu, Roki mulai melakukan pekerjaannya membersihkan toko dan melayani pembeli. Setiap kali pelanggan membeli sebuah senjata, Roki merasa takut karena dirinya merasa bisa terbunuh kapan saja. Selesai bekerja, Roki berdiri di belakang etalase tepat samping Tuan Satosi. Roki meletakkan kedua tangan, di atas etalase dengan badan sedikit membungkuk. Beliau melirik ke arahnya, lalu dia memberikanku sebotol air mineral.
"Hari yang melelahkan bukan Roki," ujarnya kepada Roki sedang menikmati seteguk air.
"Begitulah bos," balasnya sambil meletakkan botol air mineral di atas etalase.
"Sudah sampai mana skripsimu?"
"Baru selesai bab tiga," jawabnya.
"Syukurlah kalau begitu, tidak terasa sebentar lagi kamu lulus."
"Iya bos," timpal Roki.
"Sepertinya, setelah kamu lulus rumahku akan terasa sepi."
Mendengar hal itu, Roki pun merasa bersedih. Dia tak menyangka, sebentar lagi dia akan meninggalkan tempat yang sudah ia anggap rumah. Suatu saat, dia pasti akan rindu dengan suasana ladang gandung di belakang rumahnya. Lalu, ia menyampaikan rasa sedihnya meninggalkan rumah. Kemudian, beliau memberikan semangat agar Roki bisa secepat mungkin menyelesaikan skripsi.
Tak terasa hari sudah senja, Roki berlatih menembak menggunakan pistol tipe Glock Meyer 22 didampingi oleh Tuan Satosi. Kebiasaan ini, sering dilakukan ketika sepi pengunjung dan sebelum menjelang tutup. Berkali-kali ia gagal mengenai target, dengan arahan Tuan Satosi yang penuh dedikasi dan kesabaran akhirnya ia pun bisa.
Selesai berlatih Roki pun pamit untuk pulang. Sebelum meninggalkan toko, beliau memberitahunya bahwa akhir-akhir ini telah terjadi perampokan. Maka ia menyuruh pemuda itu agar menyimpan sebuah senjata di kamarnya. Sementara beliau, berencana tinggal di toko dalam beberapa minggu ke depan.
Sesampainya dirumah, Roki mengambil senapan tipe M16 di dalam lemari kamar Tuan Satosi, berikut lima amunisi yang sudah terisi. Setelah itu, dia mengunci semua pintu dan jendela. Kemudian, dia berjalan memasuki kamarnya untuk beristirahat.
Ketika hendak memejamkan mata, tiba-tiba suara ledakan terdengar jelas di halaman depan rumah. Roki berjalan mengendap-endap untuk melihat apa yang terjadi di depan. Dia melihat lubang besar yang dikelilingi oleh api kecil.
Pemuda itu berjalan mendekat, lalu ia melihat sebuah benda misterius berukuran seperti bola basket. Benda itu berwarna putih, berbentuk seperti bola, terbuat dari bahan logam, serta memiliki berbagai tombol yang aneh. Tanpa pikir panjang, ia mengambil bola tersebut dengan tangan kosong.
Tanpa sengaja, Roki menekan salah satu tombol. Tiba-tiba, bola itu terbuka lalu munculah tiga botol seukuran telunjuk berisi cairan hitam pekat. Kemudian, benda itu menyuntikan ketiga cairan hitam pada kedua lengannya. Sesuatu yang bergerak, mulai dia rasakan pada aliran darahnya. Seluruh uratnya terlihat dengan sangat jelas, tubuh Roki terasa panas, pandangan pemuda itu mulai kabur.
Benda itu, mulai merambat ke tangan kanan Roki membentuk sebuah tangan besi. Darah pun, mulai bercucuran dari kedua bola mata, seluruh daging mulai terlepas, lalu kembali seperti semula seperti halnya leagoo.
Sakit yang luar biasa, mulai ia rasakan. Asap keluar dari seluruh pori-pori tubuhnya. Tulang lehernya memanjang, kulit dan dagingnya robek. Kemudian dalam beberapa menit, lehernya kembali seperti semula. Beberapa garis hitam, seperti bekas jahitan mulai terlihat pada sekujur tubuhnya. Roki berjuang menahan rasa sakit yang dia rasakan. Roki berusaha melepas tangan besi itu, dengan tangan kirinya lalu memukul dengan sebuah batu. Sayangnya, semua itu hanyalah sia-sia.
Secara perlahan, sebuah gelembung cahaya raksasa mulai menutupi dirinya bersama dengan senapannya. Roki pun melayang, sekitar gelembung kelilingi medan elektromagnetik dan percikan listrik. Roki pun berputar-putar, dengan cepat di angkasa. Sedikit demi sedikit, akhirnya Roki tak sadarkan diri.