webnovel

Suami Pungutan Mama

作者: Uvieyy
现实
已完結 · 1.6M 流覽
  • 363 章
    內容
  • 5.0
    76 評分
  • NO.200+
    鼎力相助
摘要

Warning 21+ penuh nafsu ops... yang di bawah umur harap menyingkir. ssssssst Khaibar. Seorang lelaki yang mencari rongsokan untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan ibunya yang sakit-sakitan setelah ia ter-PHK dan sulit untuk mencari pekerjaan lagi. Ia bertemu dengan wanita paruh baya saat sedang mengais tempat sampah untuk mencari botol bekas. Wanita itu menatapinya sedari tadi lalu tersenyum ke arahnya. "Nak, sudikah kau menikah dengan anakku? Berapapun kau meminta uang akan aku kasih!" pinta wanita itu yang bernama Keysa. "Apa! Bagaimana bisa, Tante? Apa Tante sakit jiwa? Bahkan aku tak mengenalnya sedikitpun." Namun Khaibar terbelalak saat melihat gadis yang ada di belakang wanita itu. 'Dia benar-benar sangat cantik.' "Apa, Ma? Aku harus menikahi gembel itu? Ogah!" "Sudah diam! Dari pada kau membesarkan anakmu sendiri!" Apakah Khaibar akan setuju menerima tawaran itu? Apakah kepura-puraan pernikahannya bisa membuat Khaibar saling mencintai dengan gadis itu? Atau justru akan kandas seiring berjalannya waktu dengan surat kontraknya?

標籤
3 標籤
Chapter 1Wajah Gusar

Gemericik air hujan membasahi rumah yang sederhana itu, dengan rumah yang terbuat dari kayu dan atap juga dari kayu, kayunya pun agak sedikit rapuh dikarenakan sudah berumur tua dan dimakan hewan pemakan kayu.

Sejak pagi hujannya sangat awet dan tak juga reda. Membuat seorang pemuda itu wajahnya gusar, karena saat ini ia akan melakukan meeting antar perusahaan dan ia yang akan mewakili perusahaannya.

Dia duduk di atas kursi kayu dengan menyesap kopinya, seraya mengetuk-ketuk jari-jemarinya dengan tangan yang kiri, berharap hujan akan segera reda, kalaupun hujan tak reda juga ia terpaksa akan menerjangnya, menurut dia pekerjaan lebih penting, pekerjaannya adalah hidup dan nyawanya, sumber makanan buat dia dan ibunya. Karena sejak kecil hanya dia yang mencari uang, ayahnya sudah meninggal sejak ia sudah berada di dalam kandungan. Ibunya hanya seorang penjual kue keliling.

"Hmmm bagaimana ini? Kenapa hujannya tak reda juga? Gawat ini, bisa-bisa aku dimarahin," ucapnya dengan masih sibuk menatapi jendela rumah yang masih tertetesi air hujan yang mengguyurnya.

Lalu ibu tua itu mendekat dan mengusap-usap punggung anaknya dengan sangat lembut, suaranya sudah tak tegas lagi, hanya terdengar suara serak disertai batuk-batuk yang sudah ciri khas dari orang tua.

"Bagaimana kalau bawa payung saja, Nak? Atau bawa jas hujan? Bukankah kamu punya jas hujan?"

Dia akhirnya membenarkan ucapan ibunya dan berdiri, lalu berjalan menuju kamarnya untuk mencari jas hujan yang diletakkan di pojokan kamarnya, tepat berada di atas meja. Ia tersenyum kecut saat melihat jas hujan yang sudah lusuh dan agak rusak karena sudah lama tak dipakainya. Ia mengangkatnya dengan wajah yang sedih, setelah itu menaruh kembali ke tempat asalnya dan menuju ke ruang tamu lagi untuk duduk di kursi kembali.

"Ada apa, Khai? Mana jas hujanmu?" tanya ibu Khazanah kepada anaknya yang bernama Khaibar itu. Karena Khazanah melihat Khaibar hanya membawa tangan kosong saja.

"Rusak, Bu, lagian jas hujan murah, Bu ... dan juga sudah lama, jadi sudah tak berbentuk lagi," balas Khaibar dengan malas. Ia pun mempersiapkan dirinya dengan memakai kaos kaki juga sepatunya dan berniat untuk menerjang saja tanpa pandang bulu lagi.

"Kalau payung bagaimana, Nak? Bukannya kita punya payung? Sebentar Ibu ambilkan," ujar Khazanah berjalan menuju tempat di mana payung berada. Ia mengambilnya dan terbelalak juga saat menatapi payung itu yang sudah berkarat dan sangat berdebu.

Khaibar hanya tersenyum saat memandangi ibunya seraya menggelengkan kepalanya, tanda tak apa Bu tak usah khawatir. Khazanah merasa menyesal dan bersedih, dia dari dulu belum bisa memberi kehidupan yang layak buat anak si mata wayangnya itu, jadi rasa bersalahnya selalu menumpuk di dalam wajah yang sudah tak muda dan pucat itu.

"Maafkan, Ibu ya Khai, Ibu sangat tidak becus dalam kehidupan ekonomi, kamu dari dulu selalu menderita gara-gara Ibu dan Ayah yang miskin ini, maafkan Ibu kamu terlahir dengan orang tua yang miskin, maafkan!" Khaibar yang mendengar itu ia mendekat ke arah ibunya setelah selesai merapikan dirinya. Ia memeluk ibunya dan menepuk-nepuk pundaknya.

"Sudahlah, Bu ... ini semua sudah takdir dari sang Pencipta, jadi Ibu jangan merasa bersalah dong, malah Khaibar yang minta maaf belum bisa memberi kehidupan yang layak buat Ibu, Khaibar malah berterimakasih karena Ibu sudah mau membesarkan Khaibar, jadi jangan dipikirkan lagi ya, Bu ... Ibu mending istirahat saja di cuaca seperti ini, jangan jualan ya," jelas Khaibar panjang lebar memberi pesan kepada ibunya dan tak mau dibantah sedikit pun, karena biasanya ibunya sungguh sangat keras kepala dan tak memperdulikan ucapan Khaibar. Khaibar hanya tak ingin ibunya sakit, karena siapa lagi yang akan menemani hidupnya kalau bukan ibunya, apalagi kalau nanti misal ibunya tiada.

"Kalau begitu, Khaibar pergi dulu ya Bu ... Assalamu'alaikum," pamit Khaibar dengan meraih tangan ibunya. Ia mengecup punggung tangan ibunya dengan sangat manis. Khazanah hanya tersenyum dan mengusap-usap puncak kepala Khaibar.

"Iya, Nak, hati-hati ya ... jaga diri ya, Nak ... yang rajin ya, Nak!" Khaibar mengangguk menanggapi pesan ibunya. Ia pun melambaikan tangannya sambil menjinjing tas kerjanya beserta menggulung lengan bajunya, celananya pun sedari tadi sudah digulungnya karena takut terkena cipratan air hujan dan kotor.

Ia pun berjalan pelan dan bersiap mengendarai motor bututnya yang berwarna hitam itu. Menancap gasnya dengan laju yang sangat kencang, disamping takut telat juga takut sampai kantor bajunya basah kuyup. Karena jalan rumah menuju kantornya sekitar 20 menit.

Dan saat di jalan Khaibar sangat kesal karena celananya sedikit kotor gara-gara ada mobil Jazz merah melintasinya dan memberikan percikan air ke arahnya.

"Wooooe menjengkelkan! Siapa sih kamuuu! Benar-benar gila di jalanan yang sempit dan becek masih sempat-sempatnya mengemudi dengan cepat, dasar aneh! Lain kali hati-hati!" omel Khaibar kepada mobil itu. Namun, tak direspon oleh mobil itu, dikarenakan mobil itu sudah berjalan dengan sangat cepat.

"Sial sekali sih hidupku ini, bagaimana bisa sih aku diperciki oleh mobil, mentang-mentang aku miskin gitu kah? Tuhaaan berikanlah keadilanmuuu, jawablah kapan aku bisa kaya, Tuhaaaaan," teriak Khaibar yang sedikit frustasi dengan masih melajukan motornya.

Akhirnya ia sampai juga di depan kantornya dan bisa bernafas lega. Senyumannya yang sedari tadi redup, kini terukir kembali di wajahnya. Wajah yang terukir lesung pipi dengan sangat indah, ketampanannya sungguh tak usah diragukan lagi, banyak yang ingin menjadikannya pacar. Namun, Khaibar menolak dan tak memikirkan itu, yang hanya ia pikirkan adalah ibunya dan bagaimana dia bisa membahagiakan ibunya, itu saja.

"Pagi, Pak, pagi semuanya ..." sapa Khaibar dengan sangat ramah disertai menaruh jari jempolnya di atas alat absensi. Banyak cewek-cewek terpukau oleh ketampanannya. Dan berlomba-lomba untuk disapa oleh Khaibar.

"Pagi juga, Mas Khaibar, eh ... itu kenapa kotor semua celananya? Apa kamu habis jatuh? Mana yang sakit?" tanya seorang gadis mendekatinya disertai sangat genit dan mencoba merangkul Khaibar. Khaibar hanya acuh tak acuh dengan senyuman tipis yang hanya dia dan Tuhannya saja yang melihatnya.

"Gak apa-apa, sudah kalian semua kerja lagi saja, aku juga mau kerja, terima kasih atas perhatiannya," seru Khaibar dengan sangat lembut dan membuka komputernya, setelah itu ia memulai mengecek pekerjaannya.

Tak lama kemudian terdengar bunyi ponselnya menderu di dalam tas tentengan Khaibar. Ia mengangkatnya dan tersenyum ramah saat mendapati yang meneleponnya adalah direkturnya.

"Khaibar, ke ruanganku sekarang!" perintahnya.

"Baiklah, Pak." Akhirnya Khaibar berdiri dan berjalan menuju ruangan direkturnya.

Tok, tok, tok!

"Pak, ini Khaibar." Khaibar mengetuk pintu seraya bersuara.

"Oh iya, silahkan masuk!" Khaibar masuk dan tersenyum. Ia pun duduk setelah dipersilahkan oleh direkturnya.

"Khaibar, dengan sangat menyesal aku memecatmu." Suara direktur itu sangat tegas dan jelas. Rasanya Khaibar tak percaya dengan pendengarannya, ia mematung dan tak bisa bersuara apapun, tenggorokannya tercekat dan hatinya sungguh teriris.

"A—apa, Pak! Pe—pecat? Kenapa, Pak?"

你也許也喜歡

Ketika Cintamu Bersemi di Bulan April

‘Jika perpisahan ini terasa menyakitkan, kuharap kita tidak pernah bertemu ....’ ‘Aku masih menggenggam butiran-butiran cinta yang pernah aku dapatkan ....’ ‘Kenangan pertamaku melihatmu di bawah pohon sakura, kini menyisakan rasa pilu’ ‘Kau adalah orang yang bisa mengubahku, jari jemariku selalu ingin menggenggam tanganmu, mendekapmu, dan meraih tubuhmu ....’ Dan hatiku ini .... Hanya selalu ada untukmu .... ******************** Seorang gadis bernama Kisaki yang pintar dan memiliki kepribadian sedikit tertutup sering dibully oleh teman-temannya di kelas. Suatu hari seorang murid pindahan dari Tokyo bernama Yoshimura berusaha menyelamatkan Kisaki dari pembulian tersebut. Tapi nahas, dia malah terluka parah yang membuatnya terbaring di rumah sakit. Kisaki merasa bersalah telah melibatkan Yoshimura di dalam permasalahan hidupnya. Namun, Yoshimura sendiri tidak keberatan karena dia tidak tega melihat seorang gadis dirisak di depan matanya, dia menolongnya berdasarkan inisiatif sendiri. Semenjak saat itu Kisaki tidak dibully lagi, Kisaki yang tahu kalau Yoshimura adalah orang yang nilainya di bawah rata-rata mencoba mengajarinya sebagai balas budi karena telah menolongnya waktu itu. Keduanya pun menjadi dekat dan saling mengenal satu sama lain. Kisaki menjadi tahu kalau Yoshimura yang mukanya pas-pasan yang pindah dari Tokyo ini mencoba menyembunyikan identitas yang sebenarnya sebagai keturunan Yakuza dan dia mencoba pergi jauh demi menjalani hidup yang damai. ‘Dia ternyata laki-laki yang buruk,’ awalnya Kisaki berpikir demikian, apa bagusnya dari orang yang menjadi Yakuza? Tentu saja, dia sanggup melindungi Kisaki dari berbagai hal apa pun. Tak peduli meski darah Yakuza mengalir dalam dirinya ... begitu saling pandang, hati mereka selalu berdetak kencang. Kisaki juga tidak bisa menolak keberadaan Yoshimura yang telah menjadi pahlawan dalam hidupnya. Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? “....” Catatan: Novel ini belum bisa dilanjutkan karena kesehatan Author semakin memburuk. Mohon doanya untuk kesembuhannya agar bisa melanjutkan ceritanya lagi, terima kasih.

ANABANTINGAN · 现实
5.0
243 Chs

Dzikir Cinta

"Neng, Aa boleh cium tangannya?" Asiyah mengangkat dagu perlahan, memindahkan pandangannya dari kancing baju dada suaminya menuju wajah sang suami. Pandangan mata mereka beradu, Asiyah tersipu, Salman tersenyum malu-malu. Perlahan tapi pasti Salman menggerakkan kedua tangannya yang gemetar, mengangkat lembut kedua tangan mungil istrinya yang terasa dingin. Salman mencium kedua tangan putih itu, mengecup dengan penuh cinta dan kasih, ia memindahkan kedua tangan Asiyah ke dadanya dengan masih mendekapnya dengan sebelah tangan saja. Tangan kanan Salman naik keatas ubun-ubun istrinya, Salman mulai berdoa dengan menengadahkan tangan kirinya yang masih menekan kedua tangan Asiyah didadanya. Salman berdoa khusyuk dan pelan, memohon keberkahan atas istri yang sudah Allah berikan kepadanya. "Hari ini, Aa sudah sah menjadi suami kamu, doain Aa semoga selalu bisa mendampingi kamu sampai akhirnya kita berjumpa di Jannah Allah nanti ya, kalaupun andai akhirnya maut yang memisahkan kita, Aa gak akan melarang kamu buat nikah lagi ya. Karena Aa sayang kamu karena Allah" Assalamu 'alaikum Jazakumullahu khoir untuk para pembaca Di next novel ini akan bercerita tentang pemeran utama Asiyah Abdullah yang terpaksa bercerai dengan suaminya yang soelh karena sesuatu. Akankah ia mendapatkan jodoh yang lebih baik dari Allah? Nantikan lanjutan kisahnya ya. Novelnya sudah selesai, akan di posting part demi part karena beberapa bagian masih proses revisi sedikit. Jazakumullahu khoiron 

RirinPutriAbdullah · 现实
5.0
22 Chs
目錄
1