Sabian Byun laki - laki manis yang takut menjadi submissive dan Richard Park si berandalan penguasa sekolah. Bagaimana kehidupan seorang Richard yang harus menjalani hari-harinya menjadi submissive Sabian?
"Sabiaaan~" Seorang laki - laki cantik masuk ke dalam kelas yang sudah cukup ramai itu dengan senyum merekah di wajahnya.
"Kenapa?" Laki - laki manis yang di panggil Sabian itu menoleh kearah laki - laki cantik yang langsung duduk di sebelahnya.
"Kau tau, tadi Sam melihat kearahku Biii. Dia melihatku!" Louis bercerita dengan hebohnya membuat Sabian harus merelakan gendang telinganya bergetar di dalam sana.
"Lou bisa kah kau bercerita dengan pelan dan perlahan. Jangan berteriak!"
"Hehe Maaf. Dimana Dean?" Louis mencari keberadaan teman bermata bulatnya itu dan pandangannya jatuh kearah pintu kelas yang terbuka lebar menampilan sosok yang di carinya. Louis mengernyit bingung saat Dean yang terlihat sedikit umm.. meringis? Dan cara jalannya juga aneh. Ada apa dengannya?
"Dean kau baik-baik saja?" Tanya Louis saat Dean sudah duduk di bangkunya yang berada di depan Louis.
"Ah hanya sedikit sakit" Jawab Dean sambil membalikkan tubuhnya menghadap kedua teman mungilnya itu.
"Ada apa denganmu?" Tanya Sabian tapi seketika matanya langsung menangkap bercak kemerah- dominan keunguan- di leher Dean. "Tunggu, jangan katakan jika si hitam itu menghajarmu lagi malam tadi?" Tanya Sabian sambil menatap Dean penuh selidik.
"Ah ha ha ha Y..Ya" Dean mengusap tengkuknya gugup saat melihat tatapan membunuh dari Louis dan juga Sabian.
"OMG Dean!! Apa kekasihmu itu bermain kasar? Apa itu sakit?" Louis menatap Dean dan sedikit meringis saat mengingat bagaimana Dean berjalan tadi. Pasti sakit pikirnya.
"Haha ya begitulah"
"Dean apa miliknya besar? Ouch pasti sangat sakit bukan?" Tanya Louis lagi, entah mengapa dia sangat penasaran tentang hal ini. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya saat melakukan itu.
"Miliknya besar hihi walaupun sakit tapi akhirnya uhh aku tidak akan mengatakannya. Kalian sendiri yang harus mencobanya" Dean mengedipkan sebelah matanya kearah kedua temannya itu. Sabian hanya bisa menghela nafasnya pelan.
"Aku tidak akan melakukannya jika tidak dengan kekasihku" Louis mempoutkan bibirnya kesal. Tapi saat tiba-tiba wajah Sam terlintas di kepalanya, senyumannya mengembang.
"Hey menurutmu apa milik Sam besar?" Tanya Louis dengan antusias. Sabian memutar bola matanya malas. Dean tersenyum kecil dan tampak berpikir.
"Mungkin saja, bukankah kau sering memperhatikan tonjolan di antara kakinya itu Lou?" Louis menunduk malu - malu sambil memainkan jemarinya.
"Aku sangat yakin miliknya besar. Tapi um.. Apa sakit? Aku tidak suka jika itu sakit"
"Hey Lou, kau akan menikmatinya nanti, aku yakin" Dean tertawa kecil sedangkan Louis terus membayangkan bagaimana milik Sam dengan senyum mesum di wajahnya.
Sabian hanya menggeleng pelan melihat kedua temannya yang entah mengapa sedang membicarakan hal mesum sekarang.
"Ck sebenarnya apa yang kalian bicarakan? Lou kau ingin melakukannya dengan Sam? Jangan bermimpi terlalu tinggi Louis. Sam bahkan tidak tertarik sedikitpun padamu. Dan kau Dean, katakan pada kekasih hitammu itu untuk tidak meninggalkan jejaknya di tubuhmu. Ck lihatlah itu sangat banyak di lehermu" Sabian beranjak keluar dari kelasnya. Dia terlalu malas untuk ikut dalam percakapan yang membahas tentang hal itu. Louis dan Dean hanya menatap bingung Sabian yang sudah meninggalkan kelas mereka dengan bingung.
"Ada apa dengan anak itu? ck biarkan saja. Jadi bagaimana bagaimana? Kau harus menceritakan padaku bagaimana kekasihmu itu melakukannya"
**
"Apa yang pernah aku katakan padamu brengsek! Jangan mencoba untuk mendekati nya!"
Sabian mendengar suara teriakan dari arah belakang sekolah yang sepi. Kakinya tanpa sadar melangkah pelan mencari suara itu.
"Aku sudah memperingatkanmu bukan?"
BUAGH!
Sabian berhenti melangkah dan langsung bersembunyi saat seorang laki - laki tinggi menendang perut laki - laki di depannya. Di sana Sabian melihat ada empat orang laki - laki yang terlihat sedang berkelahi hebat. Satu orang laki - laki meringis sakit saat tubuhnya di tendang dengan kuat oleh salah satu laki - laki tinggi di depannya.
"Apa kau mau mati hah?!" Laki - laki itu terus memukul laki - laki yang terlihat tidak berdaya itu. sedangkan dua laki - laki lainnya hanya diam menonton dengan kedua tangan di saku celana mereka.
"Ma..Maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi. Maafkan aku Richard. Maafkan aku"
Satu tendangan lagi di berikan padanya sebelum ketiga laki - laki tinggi itu pergi meninggalkannya. Laki - laki yang tergeletak tidak berdaya itu hanya diam di tempatnya sambil terus meringis sakit. Sabian keluar dari persembunyiaanya dan langsung menghampiri laki - laki yang masih tergeletak di tanah itu.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Sabian sambil berjongkok di sebelah laki - laki itu. Sabian sepertinya mengenal siapa laki - laki ini. Bukankah dia Matt? Siswa kelas sebelah yang beberapa hari ini dekat dengannya.
"Matt?" Sabian membantu Matt untuk duduk, dia meringis sakit sambil memegangi perutnya.
"Kau baik-baik saja Matt? Ayo ku antar kau ke ruang kesehatan" Matt langsung melepaskan tangan Sabian yang membantunya berdiri. Sabian hanya diam sambil mengernyit bingung.
"Tidak perlu Bian. Aku baik - baik saja" Matt memaksa untuk tersenyum. Sabian melipat kedua tangannya kesal.
"Apa yang baik-baik saja bodoh! Kau terlihat begitu mengerikan Matt!! Ayo aku akan membawamu ke ruang kesehatan"
"Aku baik-baik saja Biii. Aku akan pergi sendiri, sebaiknya kau kembali kekelas. Bukankah sebentar lagi masuk" Matt lagi lagi menepis tangan Sabian yang ingin membantunya.
"Tapi.."
"Aku baik-baik saja. Pergilah" Sabian menggigit bibirnya ragu. Bagaimana mungkin Matt baik-baik saja jika laki - laki itu terus meringis sakit sambil memegangi perutnya.
"Kau yakin?"
"Tentu saja"
"Ba..Baiklah" Sabian melangkah meninggalkan Matt yang masih merintih kesakitan. Sejujurnya Sabian tidak tega melihat kondisi Matt yang seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi jika Matt tidak ingin di bantu olehnya. Akhirnya Sabian melangkah menuju kelasnya.
**
"Hey apa kau tau jika Richard menghajar seseorang lagi pagi ini?"
"Aku melihat dia membawa Matt pergi tadi"
"Matt siapa?"
"Matt yang itu. Laki - laki kelas II B"
Well itulah Richard, setiap hari pasti laki - laki tinggi itu akan menjadi sorotan siswa siswi lainnya. Richard, Richard Park adalah berandalan sadis di sekolahnya. Laki - laki tampan itu merupakan siswa yang paling di takuti di sekolah. Tapi karena ketampanan yang di milikinya masih banyak perempuan yang mengaguminya walaupun tidak berani mendekatinya. Seperti gambaran seorang bad boy pada umumnya, Richard sering kali menghajar siapapun yang mengganggunya ataupun siapa saja yang membuatnya kesal. Dia bahkan pernah menghajar gurunya sendiri karena memaksa Richard harus mengerjakan tugas yang di berikan olehnya. Hey Richard adalah bad boy yang tampan dan kaya, dia itu penguasa sekolah. Dia juga anak pemilik sekolah ini, dia tidak peduli sedikitpun dengan mata pelajaran dan nilai. Dia hanya ingin bersenang-senang.
Maka dari itu penampilan Richard disekolahpun tidak menggambarkan dirinya adalah seorang pelajar high school pada umumnya. Seragam yang tidak terkancing dan memperlihatkan baju kaosnya, rambut berwarna abu-abu yang selalu terlihat acak-acakan-Tapi terlihat sangat sexy-, dan dia mempunyai tato di sepanjang lengan bawah dan di belakang telinganya. Wow Richard sangat sexy dan tampan. Karena penampilannya itulah banyak sekali perempuan yang tergila-gila padanya. Tapi Richard benar-benar mengabaikan semua perempuan yang mengaguminya itu. Tapi satu hal yang harus kalian tau, jika ada seorang laki - laki mungil yang sangat manis mencuri perhatiannya.
Richard jatuh untuk pertama kali saat melihat laki – laki mungil ini, laki - laki mungil itu adalah Sabian. Richard melihat Sabian untuk pertama kalinya saat laki - laki mungil itu mengantri makanan di kantin sekolah. Sabian terlihat sedikit kesulitan saat membawa banyak makanan di tangan mungilnya. Wajah imutnya itu dengan bibir cemberut yang menurut Richard sangat Lucu. Mata berandalan itu tidak lepas dari tubuh mungil Sabian hingga laki - laki manis itu menghampiri kedua temannya yang sudah menunggunya. Richard tersenyum miring lalu dengan seenaknya duduk di sebelah Sabian diikuti kedua temannya.
"Hey manis, boleh kami bergabung?" tanya Richard yang tertuju pada Bian. Sabian gugup sekaligus panik saat tiba-tiba Richard mendatanginya. Hey siapa yang tidak mengenal berandalan sadis ini di sekolah? Sabian menundukkan kepalanya takut jika Richard ingin membully nya atau menghajarnya seperti yang biasa laki - laki tinggi itu lakukan.
"Si..silahkan" Jawab Sabian susah payah. Dia masih menundukkan wajahnya tidak berani menatap Richard.
"Apa kau takut? Tenang saja. Aku tidak akan menghajar laki - laki semanis dirimu" Richard mengangkat dagu Sabian dan tersenyum padanya. Sabian membalas senyuman Richard dengan eyes smilenya. Richard terdiam beberapa saat sebelum beranjak pergi.
"Kita pergi" Perintah Richard kepada kedua temannya yang masih asyik mengganggu kedua teman Sabian. Well sepertinya hanya Alex yang asyik, karena Sam hanya diam dan pasrah saat Louis memaksa menyuapinya dengan potongan-potongan makanan di depannya.
"Kenapa?" Tanya laki - laki tan yang masih menyuapi laki - laki manis bermata bulat di sebelahnya.
"Jangan bertanya. Ayo pergi" Richard melangkah meninggalkan kantin yang penuh itu. kedua temannya hanya diam sambil mengikuti langkah laki - laki tinggi di depannya.
Sedangkan ketiga laki - laki mungil yang di tinggalkan itu hanya diam dengan pikiran mereka masing-masing.
**
.
.
.
.
"Biii aku masuk ya?" Sabian terdiam mematung saat melihat sesuatu yang panjang dan besar itu ingin merobek bagian bawahnya. Sabian bergerak gelisah sambil terus menggerangkan kakinya dengan brutal.
"Jangan! Jangan! Jangan! Aku mohon" Sabian terus meronta dengan kuat. Laki - laki yang masih menindih tubuhnya itu mencengkram kuat kedua kaki Sabian yang bergerak dengan brutalnya ingin lepas dari kungkungan laki - laki di atasnya itu. Sabian ingin menangis sekencang-kencangnya saat itu juga. Dia tidak berdaya dengan kedua tangan yang di ikat di headboard ranjang serta kedua kaki yang di cengkram kuat.
Sabian masih menatap takut benda panjang dan besar itu dengan air mata yang sudah mengalir deras. Dia yakin itu akan sangat sakit jika menerobos tubuhnya yang sempit. Dia akan berdarah dan Sabian sangat membenci darah.
"Tidak.. Tidak.. Tidak.. Jangan lakukan itu! aku tidak mau!!" Sabian berteriak kencang dan terus meronta.
"DIAM! Atau aku akan menutup mulut berisikmu itu" Sabian tidak memperdulikan ancaman laki - laki itu. Dia terus berteriak kencang dengan air mata yang terus mengalir deras dari ujung matanya. Dia tidak ingin melakukan ini, dia tidak pernah ingin melakukannya.
"Lepaskan aku!! lepaskan!" Teriak Sabian kencang. Laki - laki itu mengeram marah dan langsung memasukkan baju kaos miliknya ke mulut Sabian. Teriakan Sabian tidak terdengar lagi di telinganya membuat dirinya menyeringai kecil.
"Bersiaplah sayang. Aku akan mulai" Sabian dapat merasakan sesuatu yang memaksa masuk kedalamnya. Sabian menangis keras dan meronta sekuat kuatnya. Sakit. Rasanya sangat-sangat sakit.
TIDAK!
TIDAAK!!!
TIDAAAAK!!!!!
"TIDAAAAAAAAKK!!!!!!!!!!!!!" Sabian terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah. Mimpi buruk. Mimpinya sangat buruk! Sabian menyeka keringat yang membasahi wajah manisnya. Laki - laki mungil itu memegangi dadanya yang berdetak dengan kencang. Mimpinya sangat buruk. Bagaimana bisa dia bermimpi seperti itu. Sabian bergidik ngeri saat mengingatnya.
"Tidak! Aku tidak akan menjadi submissive. Tidak tidak tidak! itu menakutkan! Aku tidak akan membiarkan siapapun memasukiku!" Sabian memeluk tubuhnya sendiri dan berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak akan menjadi submissive. Dia tidak ingin di masuki siapapun. Itu sakit! Sabian tidak ingin merasakan sakitnya.
"Aku harus menjadi dominant! Harus!!"
"Atau aku harus mencari perempuan? Aishh tidak tidak"
"Tidak"
"Tidak"
__
"Hey Bian ku yang manis" Louis mencubit pelan pipi Sabian saat laki - laki mungil itu duduk di kursinya.
"Lou jangan mencubitiku" Sabian menepis tangan Louis yang mencubit pipinya itu dengan kesal.
"Hehe maaf"
"ARGH!!" Sabian dan Louis langsung mengalihkan pandangan keluar kelas saat mendengar teriakan dari suara bariton penguasa sekolah itu. Kedua laki - laki cantik itu saling berpandangan dan berlari melihat apa yang terjadi.
"Ma..Maafkan aku Richard. Aku tidak sengaja... Aku tidak melihatmu" seorang laki - laki berkaca mata tampak sangat ketakutan di depan seorang penguasa sekolah yang terkenal sadis itu. Dia menundukkan kepalanya dalam-dalam sambil mencengkram seragamnya. Dia menyesal, sangat sangat menyesal telah melewati koridor ini sambil membaca buku dan tidak melihat Richard berjalan di depannya. Dia benar-benar ketakutan sekarang, Richard bukanlah orang yang akan berbelas kasih melepaskan seseorang yang sudah membuatnya kesal.
"Apa kau buta hah?" Teriak Richard. siswa siswi yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat itu juga terlihat ketakutan mendengar teriakan Richard tadi.
"Ma..Maafkan aku Richard. Maafkan aku"
Richard menatap tajam laki - laki berkaca mata yang tertunduk takut di depannya itu. Sial! Pagi-pagi sudah ada saja yang merusak mood penguasa sekolah ini.
Richard menghela nafasnya kasar, mengalihkan pandangannya dari laki - laki di depannya itu. Richard tersenyum kecil saat matanya menangkap sosok laki - laki mungil yang sedang mengintip dari pintu ruang kelasnya bersama dengan seorang laki - laki cantik.
"Kau.." tunjuk Richard pada laki - laki di depannya.
"Y..Ya?"
"Bawa laki - laki mungil itu kemari sekarang juga jika tidak ingin ku hajar" Laki - laki berkaca mata itu langsung mengalihkan pandangan kearah tangan Richard yang menunjuk kearah pintu ruang kelas dimana Sabian dan Louis sedang berdiri disana. Seluruh murid yang berdiri menonton kejadian itu membeku takut, bisa saja siapapun itu yang di tunjuk Richard akan menjadi mangsa Richard selanjutnya.
"Ba..Baiklah" Laki - laki itu melangkah mendekati Louis dan Sabian. Dia sedikit bingung siapa yang di minta Richard untuk di bawa olehnya. Soalnya kedua laki - laki itu mungil, laki - laki berkaca mata itu melirik Richard yang melipat kedua tangannya dengan tatapan dingin menusuk ke tulang-tulangnya.
"Ma..Maafkan aku. Bisakah kalian ikut denganku? Aku mohon... Jika tidak.. Jika tidak, Richard pasti akan menghajarku" Sabian dan Louis terdiam. What the hell! Apakah mereka yang akan di hajar Richard menggantikan laki - laki berkaca mata ini? OH MY GOD!!
"Ta..Tapi" Louis menggigit bibirnya takut, dia menatap Sabian yang juga kelihat sedikit keberatan dengan permintaan laki - laki berkaca mata itu.
"Aku mohon hiks.. Aku mohon" Louis dan Sabian terkejut saat melihat laki - laki berkaca mata itu menangis. Sepertinya dia sangat ketakutan saat ini. Sabian menatap Louis dan menggenggam tangan laki - laki cantik itu.
"Baiklah. Berhentilah menangis" Ucapan Sabian itu seketika membuat laki - laki berkaca mata itu seperti mendapatkan hidupnya kembali dari kematian. Louis menatap Sabian ingin protes tapi Sabian menggeleng kecil dan membisikkan kata-kata penenang untuk Louis.
"Kita akan baik-baik saja Lou" Louis menggigit bibirnya takut saat Sabian menariknya mendekati Richard yang setia menunggu mereka.
"A.. Ada apa?" Sabian berdiri tidak jauh di depan laki - laki tinggi yang menatapnya lapar itu. Sabian menggigit bibirnya gugup sekaligus takut. Louis menggenggam tangan Sabian dengan kuat.
"Ikut denganku manis" Richard langsung menarik tangan Sabian dan seketika genggamannya di tangan Louis terlepas.
"Biii..Biaan" Louis memanggil nama Sabian yang sudah menjauh di tarik oleh penguasa sekolah itu. Louis meremas jemarinya sambil berdoa agar temannya itu baik-baik saja.
**