Pagi ini lagi-lagi Rindi sarapan sendiri, Stefano tidak pulang lagi. Entah apa yang membuat suami Rindi itu sibuk lagi. Rindi merapikan masakan yang dia buat. Rindi memasukkan sisa makanan yang tidak banyak tersentuh itu ke dalam kulkas. Kalau nanti Stefano pulang Rindi bisa langsung memanaskannya.
Hari ini Rindi libur kuliah karena hari tenang, tapi siang ini Rindi sudah ada janji akan ke kantor Jay mengantarkan naskah yang dia terjemahkan. Rindi masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap pergi.
Setelah hampir 1 jam siap-siap, Rindi berjalan menuju ranjang miliknya dan meraih ponsel yang sedari tadi tergeletak di situ. Rindi mengerutkan keningnya melihat panggilan telephon dari Fano semalam.
"Kenapa Aku tidak tahu kalau semalam, Chan menelephonku," ujar Rindi kemudian menelephon Fano balik.
Di tunggu beberapa detik sampai terdengar suara operator di seberang sana. Telephon Rindi tidak Stefano angkat, Rindi kembali mencoba tapi tetap nihil.
"Sudahlah nanti Aku mampir ke studio dulu sebentar," ujar Rindi lagi bermonolog.
Rindi kemudian melingkarkan sling bag hitam miliknya ke lengan. Lalu menarik map coklat berisi naskah di atas meja. Rindi meninggalkan apartemennya dan Stefano sekarang.
***
"Dia belum sadar juga, Hyung bagaimana ini?" tanya Jason yang panik karena Stefano belum juga bangun.
Saat Jason datang tadi, Jason menemukan Fano tergeletak di lantai. Yang ada di pikirannya hanya Jipyong yang satu gedung kantor dengan Stefano.
Jipyong terlihat berpikir, tangannya meraba seluruh badan Stefano yang sangat dingin. Jipyong sendiri bingung kenapa badan Fano begitu dingin. Jipyong kemudian merogoh saku celananya, dia menghubungi seseorang.
"Siapa yang Kau telephone, Hyung?" Tanya Jason ingin tahu.
Jipyong tidak menjawab dan hanya menempelkan jarinya di bibir. Memberikan kode supaya Jason untuk diam. Dengan patuh Jason menuruti perkataan Jipyong, laki-laki paling muda di sini itu pun diam sekarang.
"Eo, Hyung cepatlah ke sini! Fano Hyung pingsan entah dari kapan, sampai sekarang dia belum sadar. Sekujur badannya sekarang dingin, Hyung," ucap Jipyong menerangkan kondisi Stefano sekarang.
Entah siapa yang Jipyong panggil Hyung, itu bisa Jay, Namsuya ataupun Jan ki.
"Eo allaseo, Hyung." -baik aku mengerti-
Sejurus kemudian Jipyong mematikan sambungan teleponnya kemudian kembali fokus pada Stefano. Jipyong menyelimuti Fano dengan jas milik Fano yang tersampir di sofa.
"Jason_a, dengarkan Aku baik-baik. Jangan sampai ada yang tahu selain kita berdua sampai, Jay Hyung datang. Sebentar lagi dia sampai, ini efek dari ketakutan Stefano pada gelap," terang Jipyong pada Jason.
Walaupun sedikit bingung dengan situasi saat ini, Jason menganggukkan kepalanya mengerti. Jason kemudian teringat pada Rindi, istri Stefano berhak tau dengan kondisi Fano sekarang.
"Hyung, Rindi harus tahu kan? Kalau tidak dia bisa marah pada kita kalau sampai ada apa-apa pada, Fano Hyung," ucap Jason.
Jipyong terlihat sedang berpikir, dia kemudian menggelengkan kepalanya tidak setuju.
"Jangan, Rindi pasti terkejut kalau tiba-tiba kita menelponnya dengan kondisi Stefano sekarang," ujar Jason kemudian.
"Tapi, Hyung..."
Jason tidak melanjutkan perkataannya karena mendengar Stefano melenguh pelan. Stefano kemudian seperti mengigau, dia memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Hyung, Kau baik-baik saja? Hyung," panggil Jason panik.
"Hyung," panggil Jipyong pelan.
Stefano membuka matanya lebar lalu kemudian terdengar napas Stefano yang tidak beraturan. Pandangan Stefano mengedar ke seluruh arah.
"Hyung, Kau ada di studio. Tenanglah!" Ucap Jipyong mencoba menenangkan Fano yang terlihat sedang panik.
Perlahan napas Fano teratur kembali, Jason menyodorkan air putih pada Fano. Setelah meneguknya hingga tandas Stefano sudah bisa mengenali orang-orang di sampingnya sekarang.
Rindi keluar dari taksi yang membawanya ke agensi tempat kerja Stefano. Keningnya mengkerut bingung saat melihat mobil Jay berbelok ke gedung yang sama dengan kecepatan tinggi.
"Sedang apa Jay disini?" Tanya Rindi bermonolog.
Rindi kemudian berjalan masuk ke dalam gedung agensi tanpa memikirkan lagi apa yang Jay lakukan di gedung ini. Rindi justru bersyukur bertemu Jay di sini, jadi dia tidak harus pergi ke kantor Jay hari ini.
***
Rindi menuangkan air panas ke dalam baskom besar. Dia juga menambahkan air dingin, Rindi kemudian memasukkan handuk kecil ke dalamnya. Rindi kemudian berjalan menuju kamar Fano sekarang.
"Chan, Aku masuk ya?" Ucap Rindi kemudian membuka pintu kamar Stefano pelan.
Rindi mendapati Stefano sedang memejamkan matanya. Sepertinya suaminya itu masih tidur. Rencana Rindi hari ini untuk menjadikan hari tenang gagal. Bukan hanya tidak jadi ke kantor Jay, Rindi di kejutkan dengan kondisi Fano yang pucat pasi di dalam studionya di kelilingi Jason, Jipyong dan Jay. Belum lagi suhu tubuh suaminya itu begitu dingin.
Rindi duduk di tepi ranjang kemudian memegang lengan Fano pelan. Rindi merasakan suhu tubuh suaminya sudah lebih hangat. Rindi menghela napas lega. Dengan telaten Rindi kemudian membersihkan tubuh Stefano dengan air hangat yang dia bawa. Rindi membersihkan wajah Fano juga. Rindi memandangi setiap jengkal wajah suaminya itu. Ini kali pertama Rindi bisa memandang wajah Stefano sedekat dan selama ini.
Tangan Rindi terulur dan mengusap pipi Stefano pelan. Rindi begitu mengingat wajah suaminya beberapa tahun lalu saat dia baru pertama kali mengenali Stefano sebagai pencipta lagu favoritnya.
"Chan, bagaimana ini? Aku benar-benar tidak bisa menahan diriku sendiri," ucap Rindi pelan.
Suara Stefano yang terbangun membuat Rindi terkejut dan reflek menarik tangannya. Stefano membuka mata pelan dan berkedip beberapa kali memandang Rindi dengan lebih jelas.
"Aku membersihkan badanmu, Chan. Maaf tanpa ijin sebelumnya, Kamu tidur sangat pulas. Aku tidak tega membangunkanmu," ucap Rindi menjelaskan keberadaannya di kamar Stefano sekarang.
Stefano menanggapinya dengan tersenyum, Fano kemudian mencoba untuk duduk sekarang. Laki-laki itu terus memandang Rindi, banyak hal yang Stefano ingin ceritakan pada Rindi. Tapi Fano menahan dirinya supaya tidak terlalu bergantung pada Rindi.
"Ada yang Kamu butuhkan, Chan?" Tanya Rindi yang merasa Stefano ingin berbicara sesuatu padanya.
Fano menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan Rindi.
"Apa Kamu sudah masak hari ini? Aku lapar, Rin," ujar Fano kemudian.
Rindi tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
"Tunggu di sini, Aku sudah masak sop Ayam hari ini. Biar Aku panaskan sebentar ya," jawab Rindi kemudian berdiri dan sudah akan pergi dari kamar Stefano.
Tangan Rindi di tahan oleh Stefano, Rindi menoleh dan alisnya bertaut bingung.
"Aku ikut, Aku tidak mau sendirian di kamar," pinta Stefano.
Walaupun sedikit bingung dengan tingkah Stefano, Rindi tetap mengiyakan permintaan suaminya itu.
Selama Rindi memanaskan makanan, Stefano hanya duduk diam sambil meletakkan kepalanya di meja makan. Sedari tadi Stefano memandangi Rindi yang sibuk ke sana kemari. Setelah makanan siap, Rindi menghampiri Fano yang masih saja mengikuti langkah dan gerak gerik Rindi.
Kening Rindi mengkerut sambil meletakkan semangkok sop ayam dan semangkok nasi di atas meja.
"Kenapa, Chan? Ada yang sakit?" Tanya Rindi sedikit bingung.
Kepala Stefano menggeleng kemudian mengambil posisi duduk dengan baik. Fano kemudian menarik mangkok sop dan nasi miliknya. Dia memakan sesuap nasi lalu sesendok sop bergantian. Rasa hangat dari sup membuat Stefano sedikit merasa segar, dia kembali menyuapkan sop ke dalam mulutnya.
Rindi melihat Stefano lahap makan menghela napas lega. Dia yang masih bertanya-tanya kenapa Stefano bisa sakit sendirian di studio sangat ingin bertanya sebenarnya. Tapi melihat suaminya sudah membaik saja dia sudah lega. Nanti juga Fano pasti cerita ada apa sebenarnya.
Setelah menghabiskan lebih dari setengah mangkuk nasinya. Stefano berhenti makan kemudian meneguk air putih yang berada di samping kanan mangkuknya.
"Bagaimana enak?"
Stefano mengangguk mengiyakan pertanyaan Rindi.
"Apa kia perlu ke dokter?" Tanya Rindi memberanikan diri untuk bertanya.
Stefano diam memandang Rindi, laki-laki itu menyadari pasti sekarang Rindi sedang mengkhawatirkan dirinya. Tapi Fano paling benci kalau harus menyusahkan orang lain, dan Rindi tidak harus tahu kondisi dirinya yang sebenarnya.
Kepala Fano menggeleng menolak untuk pergi ke dokter. Dia kemudian meneguk air putihnya lagi sampai habis.
"Kenapa tidak ke dokter? Ini ke dua kalinya Kamu pingsan kan? Hanya berdua denganku ke dokter, dan Aku tidak akan pernah bilang pada siapa-siapa tentang kondisimu," lanjut Rindi memaksa Stefano.
Tanpa di sadari Stefano berdecak sebal lalu kemudian laki-laki itu berdiri.
"Aku bilang tidak ya tidak, jangan pernah memaksaku. Kamu tidak punya hak dengan kondisiku atau apa yang Aku lakukan pada diriku sendiri," tukas Stefano terdengar marah.
Stefano kemudian meninggalkan Rindi yang tercengang. Fano yang tidak pernah meninggikan suara pada siapapun, hari ini dia sangat merendahkan suara tapi kalimatnya begitu menusuk bagi Rindi. Mata Rindi tidak lepas memandang Stefano yang berjalan menuju kamar. Rindi kemudian menghela napas pelan, dia kembali menyadari posisinya di rumah ini.
***