webnovel

Penjaga Yang Ditakdirkan (Destined Guardian)

(Warning 18+ dengan potensi 21+, terdapat unsur kekerasan, sadistik dan juga beberapa adegan dewasa) Genap setahun Maureen berada dalam keadaan antara hidup dan mati. Kecelakaan yang dialaminya setahun silam juga merenggut nyawa ibunda tercintanya. Kini, iapun terbaring koma tanpa tahu kapan ia bisa kembali melihat indahnya dunia. Genap setahun juga Rizaldy, akrab disapa Aldy, seorang by-stander di geng SMA Caius Ballad, menjaga Maureen yang terbaring koma di rumah sakit. Keseharian Aldy yang berubah membuatnya dijuluki bad boy insyaf oleh teman-teman tongkrongannya. Aldy belum pernah mengenal Maureen, walaupun ia telah menjadi kakak angkatnya, tepat setelah orangtua Maureen bercerai empat tahun lalu dan ia diadopsi oleh ayah Maureen dari dalam sel tahanan penjara remaja. Pikirannya selalu menerka, apakah Maureen bisa menerimanya sebagai seorang kakak? Mungkin bukan itu. Apakah Aldy mampu menjadi seorang kakak untuk Maureen? Dan apa yang terjadi, jika Heri, orang yang mengadopsi Aldy ternyata adalah seorang pemimpin dari sebuah organisasi mafia terkejam?

Eazy_Hard · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
235 Chs

20. Rania (2)

"Bangsat!"

Aldy berlari dengan sangat cepat mengejar lelaki itu. Jarak mereka semakin dekat. Menyadari kecepatan Aldy yang tak disangka oleh orang itu, ia menjatuhkan keranjang pakaian dan beberapa patung manekin, berharap bisa menghentikan Aldy dari mengejarnya.

Orang itu sudah berhasil keluar dari Matahari dan berusaha menghindari kejaran Aldy.

Awalnya ia merasa bahwa trik yang ia lakukan sudah berhasil. Namun, tak disangka Aldy sudah tepat berada di belakangnya.

Dalam kondisi masih berlari, Aldy melompat dan menyajikan tendangan yang sangat keras, membuat pria berjaket cokelat itu terpental beberapa meter dan terbaring di lantai.

Pengunjung pusat perbelanjaan yang menyaksikannya langsung menjauh melihat ada keributan yang terjadi.

Aldy berjalan menghampiri orang itu. Tanpa aba-aba, Aldy langsung menduduki tubuhnya dan merebut ponsel yang berada di dalam kantung jaketnya. Untungnya, layar ponsel itu masih belum dikunci. Dan hal pertama yang Aldy lihat adalah sebuah video, di mana di dalam video itu terlihat Maureen sedang mengganti pakaiannya. Menilai dari sudut pengambilan gambar, tempatnya sesuai dengan posisi kaus lelaki yang ditemukan Aldy sebelumnya. Sepertinya orang itu menyembunyikan ponselnya di sana dan merekam Maureen tanpa ketahuan.

Aldy melempar ponselnya ke sembarang arah yang langsung dipungut oleh salah satu pengunjung mall itu. Seorang perempuan yang kebetulan berada di sekitar sana. Melihat apa yang tertera di layanya, tanpa Aldy suruh pun perempuan itu sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Dengan segera ia menghubungi pihak keamanan mall.

Namun sebelum petugas keamanan mall datang, Aldy yang kemarahannya sudah memuncak memutuskan untuk membuat pria berjaket cokelat yang telah merekam adiknya sedang ganti baju itu babak belur, setidaknya mendekati sekarat.

Duakkk …

Bukk … Bukk … Bukk … Bukk …

Sambil terus menduduki tubuh orang itu, Aldy mendaratkan pukulan dari tangan kiri dan tangan kanannya secara bergantian ke arah wajahnya.

Yang dilakukan Aldy memang kelewat brutal, namun ia tidak peduli.

Duakkk …

Ia terus saja menghajar orang itu habis-habisan.

Melihat hal itu, perempuan yang menerima ponsel si pelaku tadi berjalan mendekati Aldy. Aldy kembali menarik kepalan tangannya ke belakang, bersiap mendaratkan pukulan lagi, namun tangannya ditahan oleh seseorang.

Aldy berbalik, mencoba mencari tahu siapa orang yang berani menghentikan tinjunya, dan mendapati seorang wanita yang sepertinya pernah ia lihat sebelumnya.

"Cukup, dia bisa mati." ucapnya tanpa menunjukkan rasa takut sedikitpun pada Aldy.

Aldy memandangi wajah wanita itu untuk sesaat, hingga ia mengingat di mana ia pernah melihatnya.

Wanita itu adalah Rania. Perempuan yang ditemuinya di acara ulang tahun saat itu.

Petugas keamanan mall pun datang. Begitu juga Maureen yang sepertinya meninggalkan antrean untuk mengikuti Aldy.

Rania terus menahan tangan Aldy, hingga akhirnya Aldy beranjak dari tubuh orang yang sepertinya sudah kehilangan kesadaran akibat serangan bertubi-tubi dari Aldy itu.

Petugas keamanan mall memeriksa kondisinya, dan menyadari bahwa dia hanya berpura-pura pingsan. "Pak, bangun pak." petugas mall berbalik. "Ada apa ini?"

Rania menyerahkan ponsel yang berisikan rekaman Maureen sedang berganti baju. "Orang ini ngerekam cewek lagi ganti baju di fitting room Matahari. Dan temen saya yang emosi mukul dia sampe pingsan."

Aldy langsung merebut ponsel itu.

"Loh, kenapa?"

"Yang di dalem video ini adek gue. Kalo lo mau nunjukkin video ini ke orang lain, lo juga bakal gue hajar." ucapnya pada Rania. "Gue yang bakal serahin ini sendiri ke polisi."

Orang itu menyadari Aldy sudah tak lagi menyerangnya dan sedang teralihkan oleh petugas mall. Ia ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk lari. Namun Aldy menyadarinya.

Duakkk ��

Dengan sangat keras Aldy menginjak tulang kering kaki orang itu, dan bunyi 'krak' yang cukup keras menandakan tulang keringnya benar-benar remuk.

"Mau lari ke mana lo, monyet?"

"Udah, lo beneran mau masuk penjara?"

"Boleh. Kalo gue ditempatin satu sel sama orang ini, gue malah seneng." bales Aldy.

Rania menggeleng, menyerah dengan sifat keras kepala Aldy. Ia mengambil kembali ponsel itu dari tangan Aldy dan menyerahkannya pada si petugas mall namun dengan layar yang telah terkunci. "Pak, masalah ini saya serahin ke bapak aja, ya. Temen saya ini biar saya yang urus."

"Maksud lo apa?" tanya Aldy tak terima dengan perlakuian Rania.

"Udah diem aja. Gue kenal sama satpamnya, dia bisa dipercaya kok."

Aldy mengarahkan pandangannya pada si petugas keamanan mall. "Kalo bapak ngintip video itu, siap-siap mata bapak juga saya congkel!"

Rania menyeret Aldy menjauh, saat dirasa cukup jauh ia baru melepaskan lengan Aldy.

"Lo itu gila ya?" tanya Rania. ��Kalo lo beneran bunuh orang gimana? Mau lo jadi pembunuh?"

Maureen yang melihat seluruh kejadian itupun langsung berlari ke arah Aldy, ia langsung menerjang ke arah Aldy dan memeluk erat tubuh Aldy sambil membenamkan wajahnya di dada Aldy.

Maureen menangis, dan hal itu menginterupsi ceramah Rania pada Aldy.

"Kak Aldyyyy … "

Maureen menangis sambil terus memeluk erat tubuh Aldy. Rania yang tadinya ingin menceramahi Aldy hanya bisa menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan mengalah.

Aldy mengusap kepala Maureen, berusaha menenangkan tangisan Maureen. Saat dirasa sudah tenang, Aldy menjauhkan tubuh Maureen sedikit dan menunduk untuk menyejajarkan wajah mereka. "Udah jangan nangis, gue gapapa kok."

"Kak Aldy … hiks … Gara-gara Maureen, Kak Aldy jadi begitu."

"Bukan salah lo, kok. Yang salah tuh orang tadi."

"Tapi—"

"Udah. Maaf ya, udah bikin lo khawatir kayak gini." ucap Aldy lalu mendekatkan wajahnya ke arah Maureen, dengan lembut mengecup kening Maureen dan membawa Maureen kembali ke dalam pelukannya.

Rania bisa melihatnya. Wanita itu tak menyangka, seseorang yang kelewat brutal seperti Aldy jika sedang berkelahi, bisa menjadi selembut dan sepenyayang ini kepada adiknya.

Tapi jika diperhatikan, wajah mereka tidak mirip sebagai sepasang kakak dan adik. Walau dua-duanya sama-sama mempesona, namun tetap saja tak ada kemiripan.

Kini Maureen pun sudah tenang dan melepaskan pelukannya dari tubuh Aldy. Aldy mengusap kepala Maureen dan mengarahkan pandangannya pada Rania. "Makasih udah nahan gue tadi."

"Sama-sama. Itu adek lo?"

"Iya. Maureen … Ngomong-ngomong, lo siapa ya?"

Rania membulatkan matanya mendengar pertanyaan Aldy. "Hah? Lo ga inget gue?"

"Inget, tapi ga pernah tau nama lo siapa."

"O-oh iya, gue juga lupa kalo kita belum pernah kenalan. Kenalin, nama gue Rania."

"Aldy." balas Aldy yang baru ingin meraih jabatan tangan Rania, namun hal itu digagalkan dengan Maureen yang duluan menyambut uluran tangan Rania.

"Aku Maureen, adiknya Kak Aldy." ucap Maureen sambil menyalami tangan Rania.

"Hah? Oh, iya. Salam kenal ya, Maureen."

Maureen pun berbalik dan memeluk satu lengan Aldy. "Kak Aldy, temenin Maureen bayar belanjaan yang tadi yuk."

"Lah, belom dibayar? Bayar dulu sana, gue tunggu di sini."

"Ih, temeniiiin. Ayo dong." rengek Maureen yang akhirnya membuat Aldy mengalah.

"Ya udah, iya. Kalo gitu," ucap Aldy lalu menoleh ke arah Rania. "Kalo gitu, gue duluan ya."

Rania hanya menanggapinya dengan anggukkan ringan, dan Aldy langsung pergi bersama Maureen meninggalkannya.

Rania masih menatap punggung Aldy yang semakin lama semakin menjauh. Dalam benaknya, entah mengapa perlakuan Aldy yang begitu manis terhadap adiknya, Maureen tadi masih terbayang. Dan hal itu membuat hatinya menjadi hangat.

Menyadari bahwa Aldy sudah semakin jauh, Rania menggelengkan kepalanya, seakan baru saja tersadar dari lamunannya.

Lamunan tentang seorang laki-laki yang sepertinya akan bersarang di pikirannya untuk sementara waktu.

Tentang Aldy.

Lelaki brutal yang sangat menyayangi adiknya.

Dari awal pertemuan mereka di pesta ulang tahun dulu, Rania memang sudah tertarik dengan Aldy. Dan setelah pertemuan kedua mereka, Rania merasakan gelisah yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Rasa gelisah yang membuatnya tak bisa menghilangkan bayangan seorang Aldy dari benaknya.

Tanpa sadar, Rania telah jatuh hati pada Aldy, walau baru dua kali bertemu dengannya.

Hanya dalam dua pertemuan singkat itu.

Dua pertemuan singkat yang sangat berarti baginya.