Sebuah keluarga kecil yang beranggotakan sepasang suami istri dan seorang putri yang baru berumur 11 tahun. Sang Suami bekerja sebagai karyawan swasta pada PT Tri Rizky Oesman Tbk, yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri mi instan tingkat dunia. Karena dedikasinya Sang Suami mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah di Malaysia.
Bagi pasangan yang telah 12 tahun bersama, keputusan untuk berpisah untuk pertama kali menjadi pertimbangan tersendiri bagi keduanya. Sang istri merasa terganggu jika harus hidup berpisah untuk beberapa tahun ke depan (meskipun minimal satu tahun sekali pasti Suaminya itu akan pulang kampung). Namun, karena hal ini merupakan penunjukan dari atasan suaminya, maka sang suami tidak bisa berbuat apa-apa dan tetap akan pergi ke Malaysia.
Ini adalah kisah Deni.
Taman kota menyimpan keindahan bak sebuah harapan di genangan lumpur. Hari ini adalah satu hari sebelum keberangkatan Deni ke Malaysia. Mereka berdua sepakat untuk membuat hari ini sebagai 'Family time' bagi mereka dan Lili.
Baru saja mereka sampai ke taman, Lili seperti anak autis. Dia tidak bisa diam. Berlari kesana-kemari di area hijau kota Bogor, sebuah taman kota yang agak jauh dari rumah mereka. Tak terkecuali ibunya, Dia membawa kotak makan yang cukup besar dan menjadikan suasana bak piknik keluarga.
Deni menghamparkan tikar dan duduk di sana. Berdua, sepasang suami istri itu duduk berdampingan di atas tikar dan melihat taman, orang-orang yang juga melakukan hal yang sama (menggelar tikar dan duduk), berjalan-jalan dengan hewan piaraannya, atau sekadar duduk diatas kursi taman dan memberi makan burung. Tak elak disana juga ada seorang petugas kebersihan yang membersihkan taman dengan vaccum cleaner dan satunya lagi menggunakan gunting tanaman.
"Lili, jangan terlalu dekat dengan pak petugas! Hati-hati." Kata Deni yang melihat putrinya menghampiri petugas kebersihan itu.
"Iya!" Kata anak itu lalu berlalu dan berlari ke arah yang lain.
"Ahaha, biarkan saja dia bermain, Kita hanya perlu mengawasi dari sini." Kata Sarah, istri Deni.
"Ya… baiklah." kata Deni. Lalu mereka berbicara tentang keluarga mereka dan kemudian tertawa.
Satu jam berlalu, perut kosong anak itu menuntun yang punya tubuh untuk menuju ke tempat makan. Lili menyerah dengan rasa laparnya dan berlari kembali ke tikar keluarganya.
"Maa~ laparr." Kata Anak itu.
"Sudah selesai lari-larinya?" Kata Sarah.
Lili mengangguk-anggukkan kepala.
"Itulah anak kecil, kalau lapar dia pasti pulang." Kata Sarah.
Kemudian Dia menambahkan "Kalau papa lapar juga harusnya pulang ke rumah ya."
"Ya, Aku- papa akan pulang kalau ada kesempatan." Kata Deni dan mencubit hidung Sarah.
Mereka tertawa. Tapi Lili bingung.
"Ma~ ma~ memangnya papa mau pergi kemana ma?" Tanya Lili.
"Papa mau pergi jauuhh." Kata Sarah sembari membuka rantang untuk makan.
"Hwe?" Kata Lili bingung.
Memangnya papa mau pergi ke mana kok Lili tidak diajak, begitu pikir Lili.
"Saking jauhnya, Dia sampai tidak bisa pulang ke rumah seperti biasanya."
"Hwe!?" Kata Lili terkejut.
"Hei Sa-Ma.." Kata Deni.
Deni sering keliru memanggil karena mereka baru saja memutuskan untuk memanggil 'nama papa' saat Lili berumur 9 tahun.
"Menang begitu kan!?" Kata Sarah.
"Ee, ya." Kata Deni tertunduk.
Di tengah suasana canggung yang tercipta dari Sarah, mereka semua diam. Deni tidak menampik apa kata Sarah karena itu memang benar. Sarah tidak setuju dengan kepergian Deni.
"Hwaa!! Papa jangan tinggalin Lili sendiri sama mama!" Kata Lili.
Lili menangis memeluk Deni. Sarah tertawa, Deni juga.
Lagi-lagi pasangan itu tertawa. Tapi, tak lama berselang Sarah merasakan sakit di bagian kepala. Pusing, seperti migrain. Tidak jelas apa yang menjadi penyebabnya, meskipun sudah beberapa kali dilakukan pemeriksaan.
Tapi satu hal yang pasti, Deni tahu jika istrinya itu adalah tipe orang yang tidak menunjukkan perasaannya pada mimik wajahnya. Lalu setiap kali rasa sakit itu datang, dia selalu terlihat seperti orang yang banyak pikiran. Kemudian Sarah memutuskan untuk tiduran. Tapi sakit itu masih ada.
Saat Lili sudah selesai makan, Dia melanjutkan pertulangannya kembali. Lili tidak tahu jika ibunya sakit, karena wajah Sarah yang sama sekali tidak menunjukkan mimik wajah jika ia sakit.
"Den, jika Aku mati, apa kau masih akan pergi ke Malaysia?" Kata Sarah sambil memandang kearah langit.
Wanita itu tersihir oleh daun-daun kuning yang jatuh.
"Hei bicara apa kamu? Kamu tiduran saja di sini." Kata Deni.
Sarah tidur diatas paha Deni.
"Hihi." Kata Sarah.
Sarah mengambil tangan Deni dan menaruhnya ke kepalanya.
"Terakhir kali kita begini, kamu berakhir dengan gak bisa jalan selama 1 jam karena kakimu kram." Lanjut Sarah sambil tersenyum.
"Ah iya juga ya… hanya kram bisa sembuh." Kata Deni.
"Aaa~ Denii~ kau belum menjawab pertanyaanku!" Kata Sarah.
"Hmm, kau tahu Sar, kata uncle ben dalam film Spiderman 1, bersama kekuatan terdapat tanggung jawab yang besar." Kata Deni.
"Sepertinya bukan begitu kata-katanya." Kata Sarah.
"Hmm... ya pokoknya intinya seperti itu kan, hehe." Kata Deni.
"Nah aku ini disuruh belajar lagi, jadi menurutku mereka semua menganggap jika aku itu punya kemampuan untuk itu, mungkin juga hanya aku yang punya makannya mereka semua menyarankanku mengambilnya." Kata Deni.
Sarah diam sesaat, lalu berujar, "apa benar begitu? apa tidak karena mereka saja yang tidak mau ke luar negeri?"
"Kalau aku tidak tes dengan 500 orang yang lain dan hanya satu yang terpilih yaitu suami idiotmu ini maka ya… hal itu memang benar." Kata Deni.
"Tolong berhenti memanggil dirimu sendiri idiot, masa' orang idiot dapat beasiswa?" Kata Sarah.
"Ya maksudku kalau di urusan percintaan." Kata Deni.
"Apa maksudmu?" Tanya Sarah.
"Jadi gini istriku, bahkan bagi seseorang yang IQ nya katanya diatas 200 ini, Aku masih tidak tahu kenapa Aku bisa cinta mati dengan orang yang bernama Sarah. Jadi, kalau Kamu melarangku ke Luar Negeri, Aku tidak akan berangkat." Kata Deni.
"Mulai lagi ihh.. adu..du duh" Kepala Sarah berdenyut lagi.
"Kita ke rumah sakit saja ya sekarang?" Kata Deni. Lalu mereka bergegas pergi.
Lalu mereka memutuskan untuk berhenti 'Family time' dan bertolak ke rumah sakit. Di sepanjang jalan kepala Sarah masih sakti tak karuan. Bertambah pening dan pening. Obat pereda nyeri nampaknya tidak lagi bekerja, walaupun sudah diminum dua tablet sekaligus. Sampai di rumah sakit, Mereka masih harus menunggu antrean ke dokter spesialis. Namun, karena tiba-tiba kondisi kepala Sarah makin parah, Deni memutuskan untuk pergi ke UGD.
Lili tidak bisa apa-apa selain menangis sepanjang waktu. Anak itu merasa akan kehilangan ibunya tanpa tahu beliau sakit apa. Tangisannya membuat semua orang di rumah sakit terganggu. Sampai akhirnya Deni yang menggendong Lili pergi ke luar rumah sakit dan meninggalkan istrinya di UGD. Itu semua terjadi pada saat siang hari.
Malam hari. Kondisi Sarah tak kunjung membaik. Dia sore tadi telah dipindahkan ke kamar pasien untuk menjalani rawat inap. Deni telah berkali-kali bertanya pada dokter apa gerangan penyakit istrinya itu, tapi dokter sendiri tidak bisa mendiagnosisnya secara pasti dan menunggu hasil tes darah dan lendir dari lab rumah sakit.
Tak butuh waktu lama akhirnya Wanita itu mati. Deni tidak bisa menerima ini. Tanpa sepengetahuan Lili (waktu itu Lili telah dititipkan ke Pak Warno), untuk pertama kalinya pria yang terkenal sabar itu murka dan membuang semua benda yang ada di sekitarnya. Dia juga berlari ke ruang dokter dan melampiaskan kekesalannya di sana. Dia berkata dia akan menuntut mereka semua di muka hukum karena malapraktik.
Namun, anehnya semua dokter dan kepala rumah sakit diam seribu bahasa. Mereka tampak menerima ujaran kebencian dari Deni. Mereka semua tampak memaklumi apa yang dirasakan oleh Deni. Kemudian setelah Deni bisa mengontrol emosi baru kemudian didapat hasil labnya.
Pihak dokter rupanya telah menyiapkan hasil labnya sesaat sebelum wanita itu meninggal di dekapan suaminya. Namun, pihak rumah sakit tidak memberikannya langsung saat itu juga. Hal ini dikarenakan hasil lab yang cukup aneh. Dikatakan di sana, jika pada komponen darah, ditemukan racun tikus. Kemudian tidak ada hal aneh yang lain lagi selain racun tikus itu.
Di hadapan para dokter Deni merobek kertas itu, meremasnya menjadi gumpalan dan melemparnya di depan muka dokter yang ada di depannya. Dia tidak bisa menerima jika istrinya mati karena racun tikus. Lalu ada salah satu dokter yang berkata pada Deni, jika memang benar penyebab istrinya meninggal adalah racun tikus. Tentu Deni masih menyangkalnya. Dia berkata jika dia sekeluarga tidak pernah membunuh tikus. Apalagi jika itu memakai racun.
"Bagaimana mungkin racun tikus bisa membuat kepala pusing? Anda ini dokter tapi kok goblog!" Kata Deni.
"Pak, pusing banyak sebabnya, pada kasus Bu Sarah, pusing menjadi alarm tubuh, karena ada benda berbahaya yang masuk ke dalam tubuh." Kata Dokter.
"Saya sendiri tidak pernah membawa racun tikus ke rumah! Jangan mengada-ada jika itu adalah ulah racun tikus!" Kata Deni.
"Meskipun bapak mengelak, tapi penyebabnya memang racun tikus. Tapi, cara bagaimana racun itu masuk ke tubuh ada beragam. Keteledoran, tak sengaja termakan secara terus menerus, atau mungkin..." Kata Dokter itu berhenti sesaat.
"...maaf, memang istri anda yang ingin bunuh diri." Lanjut Dokter itu
Sontak Deni menampar Dokter itu.
Dalam hukum, malapraktik adalah suatu jenis kelalaian dalam standar profesional yang berlaku umum, dan pelanggaran atas tugas yang menyebabkan seseorang menderita kerugian. (wiki.)