webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Kinh dị ma quái
Không đủ số lượng người đọc
102 Chs

Cuitan Kata Marie (3)

Marie terbangun dan sadar jika kakinya tidak bisa bergerak.

"Oh iya aku sedang disini tempat ini. Benar kakiku tidak bisa bergerak."

Marie terpasung di ruangan ini, balok kayu itu menghalangi gerakan kakinya. Lalu tangannya, Marie tidak bisa menggerakkannya karena selang merah yang menyalurkan darah itu terpasang tidak sempurna alhasil menimbulkan rasa sakit jika Marie bergerak. meski itu hanya bergerak sedikit.

"Ah baiklah sekarang Aku akan mulai mengerjakan buku harianku."

"Sudah hari ke..., ee.. tidak tahu.. aku berada disini. ah yang mau aku katakan adalah aku baru kenal dengan makanan baru. makanan ini tidak cair seperti yang biasa aku minum setiap hari. Disini aku makan sesuatu yang keras."

"Kamu sedang bicara sama siapa, Marie?" Kata Miya yang bangun dari tidurnya.

Dia tidur di samping Marie.

"Tidak, aku sedang menulis buku harian."

"Menulis? buku harian?"

"Marie tidak bisa menulis, jadi Marie mengatakannya."

"Em.. iya, lanjutkan, aku juga ingin mendengarnya." Kata Miya.

"Hei, Sia, Kak Sia, bangun." Kata Miya kepada Sialan.

Sialan membuka matanya dan duduk. Bak orang yang linglung karena baru bangun. Lalu Miya beranjak dan berjalan ke depan. Miya Mengambil makanan dan menuju ke Marie.

"Iya. Makanan. Disini aku baru tahu darimu, eh, dari Miya, jika makanan yang dimakan orang-orang setiap hari adalah benda kecil bergerombol berwarna putih. Nasi namanya. Itu membuatku kenyang."

"Hm, selanjutnya kalau bisa memilih, aku ingin bisa berjalan seperti yang lain, karena disini bau. Aku tidak bisa pergi ke pojok ruangan ini untuk melakukannya."

Tiba-tiba Miya menyeletuk,

"kan kami bantu membersihkannya terus. Ah maaf menyela kakak."

Kata Miya sambil membawa kresek hitam besar yang berisi beberapa nasi kotak sisa.

Nasi kotak. Itu adalah sisa makanan, makan malam para pekerja. Mereka bersiap untuk melayani para pria berperut buncit yang datang.

"Marie tidak suka kalau selalu merepotkan Miya dan Sialan. Makasih Miya, makanannya."

Marie melanjutkan bicaranya, sedang Miya berjalan kedepan lagi.

"Terus-terus, setiap kali orang itu kesini, aku merasa Dia selalu melirik kearah ku, atau ke Miya. Tatapan yang singkat itu terasa aneh. Lalu beberapa hari yang lalu aku menyadari jika pada bagian tengah celananya ada sesuatu yang membesar. Aku tidak suka orang itu... Tapi aku lebih tidak suka lagi berada di sini."

"Aku merasa sedikit takut jika aku tidak akan keluar dari sini. Tapi kalau Miya keluar dan aku juga keluar, siapa yang akan mengajari Sialan untuk bicara?"

"Hahaha Marie, itu yang kamu khawatirkan?" Kata Miya sambil kembali dari tembok.

Miya berjalan ke tembok untuk menggoreskan darah yang keluar dari sikunya ke tembok untuk menandai hari ini.

Miya dari awal sudah menyadari jika hari berganti saat makanan kedua telah datang. Atas inisiatifnya sendiri, Miya bertanggungjawab untuk membagi makanannya ke semua anak. Sialan, dengan badan besarnya, membantu Miya jika ada anak yang akan mengambil secara paksa makanan dari Miya. Dengan badannya yang tinggi, Sialan bisa melakukan itu.

"Um, terus siapa yang akan menjadi teman Sialan jika kita tidak ada?"

Beberapa bulan ini, Miyalah yang membagi makanan untuk semua anak di ruangan ini. Dia berkeliling dan membagi makanannya untuk semua anak yang ada di sana. Dia ditemani oleh Sialan. Rata-rata anak yang sudah 3 bulan ke atas yang berada di ruangan ini telah kehilangan semangat. Mereka hanya duduk termenung. Lain dengan yang baru masuk, beberapa dari mereka suka menggedor gedor pintu. Ada juga yang berlari lari kesana kemari. Namun Beberapa bulan kemudian mereka baru diam. Marie sudah melihat hal ini berkali-kali.

"Siapa? hm anak yang baru? bukankah begitu kak sia?" Tanya Miya kepada Sialan.

"Ya!!" Kata Sialan bersemangat

"Ahaha, baru tahu kata 'ya dan tidak' aja langsung dipakai yah. Ah Marie." Kata Miya sembari memberikan nasi kotak ke Marie.

"ini?"

"Ini bagian kita. Mari makan bersama." Lanjut Miya.

Miya dan Sialan telah selesai membagi makanannya untuk semua anak. Ada 8 kotak kali ini yang ada di dalam kantung. Miya membagikan setiap kotak untuk dua orang. Para pelacur itu ingin menjaga bentuk tubuhnya, oleh karena itu, makan malam selalu sisa lebih banyak. Kali ini mereka bertiga mempunyai satu kotak makan.

"Sambil makan ya Kak Marie."

"Ya. Sekarang Aku akan menulis tentang teman-teman disini. Mereka diam saja. Sangat diam, sunyi. Mereka hanya melihat kearah pintu coklat itu, mungkin berharap jika mereka bisa keluar dari sini. Tapi kata Miya keluar dari sini bukan hal yang bagus juga. Aku takut kalau tetap disini, aku ingin bertemu ibu, tapi aku takut jika keluar."

Lalu Miya berkata,

"sudahlah kak, kakak pikirkan pun tidak mengubah apa pun. Mending ini 'aa' dulu."

Marie membuka mulutnya saat Miya menyuapinya. Miya memakai sendok yang ada di dalam kotak. Satu sendok untuk mereka bertiga.

"Kata Miya makanan disini enak. Sialan pun makan dengan lahap, sampai Miya marah-marah kepada sialan karena aku tidak kebagian."

"Tidak!" Kata Sialan menyulut dengan mulut penuh makanan.

"Itu mulutmu saja masih penuh nasi lo, Sialan." Kata Miya.

"Tapi aku sebenarnya lebih sedih jika Miya yang harus tidak makan banyak. Aku yakin sebenarnya Miya juga lapar."

"Kak..." Kata Miya lirih.

Setelah itu makanan telah habis. Sialan lah yang selalu dapat jatah lebih banyak, karena dia menggunakan tangannya langsung selain menggunakan sendok. Marie meskipun mendapatkan lebih sedikit makanan, Marie tidak pernah beranjak dari tempat duduknya. semua asupan yang Marie terima diolah oleh tubuhnya untuk mengganti sel-sel yang mati dan memperbaiki diri ketimbang digunakan sebagai sumber energi. Lain bagi Miya. Miya mendapatkan lebih sedikit makanan daripada Sialan, tapi bekerja seperti Sialan. Mereka berdua (sialan dan Miya) adalah dua orang yang melerai jika terjadi pertengkaran antar anak.

Kemudian Miya bangkit untuk membuang bungkusnya, tapi tiba-tiba Dia terjatuh lemas. Marie dan semua anak yang ada di ruangan itu kaget. Sepertinya tubuh kurus anak itu sudah tidak sanggup bertahan lagi. Miya masih sadar, tapi tidak bisa menggerakkan badannya.

"Kenapa?" Tanya Miya yang ditangkap oleh Marie melalui gerakan bibirnya.

Sialan menolongnya dan mendudukkan badan Miya. Tak lama setelah itu pintu terbuka dengan keras. Sunandar masuk dengan terengah-engah. Tepat setelah itu semua anak berdiri dan berkata,

"Selamat datang tuan." Semua anak menyapa Sunandar. Sapaan ini diwajibkan oleh Sunandar tahun lalu.

Semua anak berdiri kecuali Marie dan Miya. Tatapan Sunandar langsung menuju pada Miya. Sunandar menghampiri Miya dan menarik tangannya. Miya diseret menuju ke atas, keluar dari ruangan itu. Marie tak tahan dengan itu, Dia untuk pertama kali akan memprotes Sunandar. Sialan tahu gerak-gerik Marie. Untuk menggantikannya, sesaat setelah Marie Membuka mulutnya, Sialan berlari ke depan Sunandar. Sialan berhenti, berdiri di depan pintu dan merentangkan tangannya, menghalangi pintu keluar.

Sunandar kaget dengan sikap Sialan. Lalu Sialan merentangkan tangannya dan memberi isyarat dengan kepalanya agar Sunandar mau mengembalikan Miya.

Sunandar tertawa seperti orang gila dan membawa mereka berdua ke atas.

"Hari ini. entah pagi, siang atau malam Tuan membawa Sialan dan Miya Ke atas. Mereka telah bebas dari sini, atau mungkin tidak. Tidak, aku yakin mereka telah bebas dari sini. Hal yang aku tahu adalah Gerak-gerik Sialan. Dia berlari ke depan, ke pintu untuk mencegahku berkata pada tuan agar tidak membawa Miya."

...

"Hari ini sudah lama (sudah 3 hari) sejak Miya dan Sialan dibawa ke atas. Mereka benar-benar meninggalkanku sendiri disini. Aku lapar. Aku bersama anak-anak yang aku tak tahu nama mereka. Namun aku salah. Hari ini Tuan membawa Miya kembali ke sini. Mataku berbinar saat melihat gaun biru yang dikenakan Miya. Aku tersenyum tatkala melihat senyumannya. Tapi ada yang aneh padanya. Pada Senyumannya.