"Kak Arsha, kemaren ada temen kakak datang kesini," ucapan itu terus terngiang dipikiran Arsha.
Teman?
Bahkan ia belum terlalu mengenal tetangga kanan kiri rumah tempat ia bekerja itu. Bagaiman mau dikatakan memiliki teman jika menyapa dengan para tetangga saja jarang ia lakukan mengingat orang-orang yang tinggal disana sangat sibuk dengan aktivitas mereka sendiri.
Hanya Arka dan pak Yudi saja orang terdekatnya disini. Kalau pak Yudi yang datang kesana, rasanya tidak mungkin mengingat pria berusia 53 tahun itu hampir 24jam berada dirumah dengannya.
Tapi kalau Arka, lebih tidak mungkin lagi rasanya, karna pria itu tidak tau dimana kampung Arsha berada.
Pusing dengan pikirannya yang tidak memiliki jawaban, Arsha memilih keluar kamar untuk membereskan rumah.
********
"Baik capt, sekarang captain mau langsung ke hotel?" Pertanyaan dari salah satu rekan seprofesi dibalas anggukan oleh Arka.
"Saya deluan," setelah mengatakan itu, Arka mempercepat langkahnya menuju depan bandara karna tadi yang ia pesan sudah datang.
Suara notifikasi membuat Arka mengeluarkan benda seribu umat itu dari saku celananya.
Pak Yudi.
Neng Arsha sedang sakit pak.
Arka mengeraskan rahangnya setelah membaca pesan itu. Hatinya resah kala mengetahui gadisnya sedang tidak baik-baik saja.
Sudah dibawa ke dokter pak?
Pak Yudi.
Neng Arshanya nggak mau pak, udah saya paksa tapi anaknya keras kepala.
Balasan yang ia dapat membuat rasa khawatir yang sudah bersarang semakin bertambah.
Meskipun rasa kecewa ia rasakan terhadap Arsha masih membekas, tapi mengetahui bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja, membuat rasa khawatir itu mengalahkan rasa kecewa yang ada.
Arka mencari nomor Arsha yang sudah ia simpan dalam ponselnya, setelah nama Arsha tertera dalam pencariannya ia langsung mendial nomor tersebut.
Panggilan pertama tidak diangkat. Tidak putus asa Arka masih mencoba, hingga panggilan keenam masih belum diangkat juga oleh gadis itu. Membuat Arka berdecak kesal.
"Kemana kamu Arsha," geram Arka tidak sabar. Sungguh rasanya ia ingin terbang sekarang juga, agar ia bisa memastikan keadaan gadisnya.
Ck, gadisnya.
Entah mengapa ada rasa aneh yang menyinggahi hatinya kala ia menyebutkan kata 'gadisnya', padahal status mereka pun tidak jelas.
Pada akhirnya Arka menyerah di panggilan ke sebelas, ia memilih menghubungi pak Yudi untuk memastika keadaan Arsha sekarang.
Dering pertama panggilan itu, langsung diangkat oleh pak Yudi.
"Pak, Arsha sudah diperiksa kan?" Tanya Arka tak sabaran.
"Tadi sudah saya kasih obat penurun panas pak, mungkin sekarang sedang istirahat."
Arka menghela nafas lega, sungguh menanggung rasa khawatir bukan lah hal yang ingin ia rasakan.
"Yaudah kalau gitu saya titip Arsha sama bapak, saya akan pulang setelah saya menyelesaikan penerbangan saya pak."
"Baik pak, bapak nggak usah khawatir disana. Neng Arsha bakal bapak jagain disini."
Setelahnya panggilan itu terputus bertepatan dengan mobil yang ia tumpangi berhenti didepan lobi hotel.
Setelah membayar argo yang tertera, Arka segera melakukan check-in untuk mendapatkan kamar, setelah itu, Arka melangkahkan kakinya menuju lift yang akan mengantarkannya kelantai tiga hotel itu.
*******
Pagi ini Arsha terbangun dengan badan yang sudah lebih segar dari pada kemaren. Menoleh kearah jam yang menempel di dinding dekat jendela, jarum jam itu sudah menunjukkan pukul 9 pagi menandakan ia terlelap cukup lama.
Pantas saja rasanya ia sangat puas tidur tadi, dengan pelan ia bangkit dari kasur menuju jendela untuk membuka gorden berwarna abu-abu itu. Menampakkan pemandangan taman belakang rumah Arka yang sungguh asri dipahi hari seperti saat ini.
Setelah puas menghirup udara pagi, Arsha melangkah mendekati tempat tidur diruang untuk membereskan selimut dan mengganti seprei kasurnya.
Setelah dirasa kamarnya sudah rapi, Arsha berjalan menuju pintu. Belum sampai ia kesana, matanya tak sengaja melihat ponselnya yang dari kemaren tidak ia buka, sejak panggilan dari adiknya yang membuat ia kepikiran dan berujung dengan badannya yang tidak enak. Ia malas memegang benda tersebut.
Dengan malas ia menghidupkan ponselnya yang baterai nya tinggal sekarat. Saat mencharger nya, ia membuka menu dan melihat 6 panggilan tidak terjawab dari nomor yang sama.
Ia mengerutkan keningnya, untuk apa Arka menelponnya sebanyak itu?. Bukankah laki-laki itu sedang marah dengannya.
Ingin menelpon balik, tapi ia takut kalau pria itu sedang sibuk mengingat pekerjaan yang mengharuskan ia untuk fokus ke keselamatan penumpang.
Meletakkan ponsel itu ketempatnya, Arsha memilih untuk keluar kamar menemui pak Yudi dipos depan.
"Pak, pak Yudi?" Panggil Arsha kala tak melihat pria paruh baya itu ditempatnya biasa.
"Kemana ya, tumben nggak ada dipos. Didapur tadi juga nggak ada," gumam Arsha.
Bunyi roda dan besi yang saling be gesekan membuat Arsha menoleh kearah gerbang, disana pria yang ia cari sedari tadi sedang membuka gerbang sambil menenteng plastik yang entah apa isinya.
"Pak," Arsha berjalan menuju gerbang menghampiri pak Yudi dengan senyum yang merekah.
"Loh, neng Arsha udah sembuh ya."
"Iya pak, udah nggak pusing pagi. Pak Yudi dari mana, dari tadi Arsha cari."
"Ini," ujarnya sambil mengangkat plastik yang sedari tadi ia tenteng, "dari warungnya buk Aidah beli lontong, bapak beli dua kok," lanjutnya.
"Maaf ya pak, gara-gara Arsha lagi sakit bapak jadi nggak sarapan," ucapnya dengan nada menyesal.
"Sakit bukan kehendak kamu, jadi nggak usah ngerasa bersalah Sha. Lagian bapak belum lapar kok, ini bapak beli buat kamu."
"Sudah, sekarang kita kedalam buat nyiapin ini," lanjut pak Yudi sambil mendorong pelan Arsha agar jalan kedalam.
*****
Batam, 25 September 2019.