Drrtt
Arsha kalang kabut mencari keberadaan ponselnya, suara ponselnya yang sedari tadi berdering tapi Arsha tidak menemukan keberadaanya.
Suara itu mati, namun tak lama kembali berdering, membuat ia berdecak kesal. "Ih, dimana sih ini ponselnya," gerutunya.
Matanya belum juga menemukan apa yang ia cari, mulai dari dapur, kamar, kamar mandi hingga ruang tamu, ponsel itu belum ia dapatkan juga.
Suaranya semakin keras saat ia mendekat kearah sofa, melihat ada cahaya didekat sandarannya membuat tangannya terulur untuk menjangkau benda tersebut. Ternyata itu adalah ponsel yang sedari tadi ia cari, terjepit disela-sela sandaran sofa membuatnya sulit untuk menemukan benda kecil itu.
Suara dering yang berasal dari sana berhenti, membuat layarnya meredup. Ia menekan tombol power membuat layar ponsel itu menyala lagi, dapat ia lihat ada panggilan masuk dari nomor yang sama sebanyak 41 panggilan tidak terjawab.
"Kenapa ya pak Arka nelpon sebanyak ini?," Gumamnya lirih.
Lagi suara deringan tanda panggilan masuk, membuat Arsha buru-buru mengangkatnya.
"Assalamualaikum pak."
"Kamu nggak papa kan, kenapa lama sekali mengangkat telpon saya? Kamu kemana aja?" Serbu Arka saat panggilannya yang kesekian diangkat oleh gadis yang sudah membuatnya sangat amat khawatir.
"M..maaf pak, saya tadi lagi nyari ponsel saya, soal nya saya lupa meletakkannya dimana," balas Arsha tanpa menjawab pertanyaan Arka.
"Ck, kalau emang ponsel kamu sering hilang, gantung aja dileher kamu biar kamu nggak lupa naruhnya," kesal Arka.
"Bapak nggak kenapa-napa kan, sampai nelpon saya sebanyak ini," tanya Arsha, tanpa menjawab ucapan Arka tadi.
"Justru itu saya yang nanya kamu, kamu sakit kenapa tidak menghubungi saya?"
"Eh, itu pak. Saya udah sehat kok ini udah bisa beres-beres lagi, bapak nggak usah khawatirin saya."
Arka berdecak kesal mendengar balasan dari sebrang sana, "siapa yang menyuruhmu untuk beres-beres, lebih baik kamu istirahat biar nggak sakit lagi. Dan kamu juga harus minum vitamin, sudah saya paketkan. Sepertinya sudah sampai."
Arsha terdiam, ia tidak percaya. Bahkan Arka mau repot-repot memaketkannya vitamin.
"Pak saya rasa itu berlebihan sa..."
"Saya rasa tidak ada uang berlebihan kalau itu menyangkut kamu Arsha," jawab Arka tegas memotong ucapan Arsha.
"Dan selama saya melakukan penerbangan saya, saya harap kamu memikirkan tawaran saya. Saya akan menjamin kehidupan kamu dan juga adik kamu," setelah Arka mengatakan kalimat itu, sambungan telpon terputus tanpa sempat Arsha membalas ucapan pria itu.
Arsha menyandarkan punggungnya disofa yang sedari tadi ia duduki. Ia menghela nafas panjang sambil memijit pelipisnya yang berdenyut sakit.
Selama seminggu ia berfikir tentang tawaran yang diajukan pria itu kepadanya, Tao hingga kini jawaban itu tak kunjung ia dapatkan.
Bukannya Arsha sok jual mahal, hanya saja ia berfikir bahwa pernikahan itu adalah hak yang amat sangat sakral baginya. Ia bahkan tak mengetahui latar belakang kehidupan pria tersebut. Lalu bagai mana dengan adiknya, meskipun arka menjamin kehidupannya dan juga adiknya tapi tetap saja ia merasa bahwa itu akan sangat merepotkan laki-laki itu.
Tapi kalau ia tak menerima tawaran itu, bagaimana nanti nasib pendidikan adiknya. Sika bahkan sudah memilih jurusan apa yang akan ia masuki saat mendaftar kuliah nanti. Adiknya sudah sangat menaruh harapan yang besar kepadanya. Tidak mungkin ia mengecewakan adiknya.
Ia sungguh bingung dengan pilihan yang ada, apa ia harus mengorbankan perasaan dan masa depannya untuk sang adik, atau ia memilih untuk mempertahankan ego nya saja.
Ahh
Ia sungguh bingung dengan perasaan dan juga hatinya yang tidak sejalan. Kalau boleh jujur ia sangat ingin bersanding dengan Arka, tapi disatu sisi ia merasa Arka pantas untuk mendapatkan wanita yang lebih dari pada dia.
Rasanya Arsha ingin membenturkan kepalanya ke dinding ruang tamu itu, ia memilih bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamarnya untuk mandi sekaligus menenangkan pikirannya yang sangat kusut.
****
Malam hari ini cuaca sangat dingin, wajar saja karna saat ini sudah memasuki musim hujan, karna hujan sedang berkunjung ke bumi membuat Arsha sangat malas untuk sekedar bangkit dari pembaringannya.
Suara notifikasi yang masuk keponsel membuat Arsha mengulurkan tangannya untuk meraih benda kecil itu.
Satu pesan masuk dari satu nomor yang akhir-akhir ini sudah mulai Arsha hapal.
Jangan lupa makan, terus vitaminnya diminum.
Pesan singkat berisi perintah itu, entah mengapa membuat senyum Arsha terbit.
Saya udah makan pak, bapak udah makan belum?
Yap, pesan itu dari Arka, sejak tadi sore Arka sudah mulai mengirimkan pesan yang berisi perhatian untuk Arsha.
Arsha yang mendapat pesan dari atasannya pun, memilih untuk membalas pesan tersebut.
Setelah ia berfikir keras selama seminggu ini, ia rasa tak ada salahnya untuk memberi Arka kesempatan. Toh laki-laki itu juga sudah membuktikan keseriusannya dengan mendatangi langsung kediaman neneknya dikampung.
Dari mana Arsha tau?
Ia tau dari adiknya, Sika mengatakan bahwa sebelum Arka menerbangkan pesawatnya, ia sempat mampir ke kampung halaman Arsha. Walaupun hanya mampir, tapi itu sudah cukup membuktikan bahwa pria itu serius dengan perkataannya.
Hingga 10 menit Arsha menunggu, pesan yang ia kirim belum juga mendapat balasan.
Mungkin karna cuaca yang sedang dingin, membuat Arsha begitu nyaman bergelung dibawah selimut dengan mata uang sudah mulai memberat. Tak lama ia tertidur dengan ponsel yang masih berada ditangannya.
*****
Batam, 25 September 2019