webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
314 Chs

MKC 31 Persuasi 

...

Lalu gue meringkuk.

Menangis sejadinya. Berhubung ibunya Ana sedang ada arisan di Kebumen gue bisa nangis sepuas yang gue mau.

"Nggi...makan dulu gih. Ini gue buatin menu spesial buat lo." suara berat Jono memaksa gue membuka mata.

"Ibu Ana sudah pulang?"

"Belum."

"Ana dimana?"

"Main PS bertiga bareng Edi dan Ebi."

"Trus kenapa lo disini?" tanya gue kaya orang linglung. Gelagapan, sadar hari sudah gelap dan rumah sepi.

"Ana bilang lo nggak mau makan dari tadi siang. Dia udah nyerah minta lo makan baik-baik jadi dia minta gue buatin lo ini." terang Jono yang menyodorkan sepiring spagetti super harum menggoda perut gue hingga bunyi keroncongan tercipta. Tidak lupa segelas es jeruk tanpa gula kesukaan gue.

"Makasih ya Jon."

Hanya dalam waktu tidak lebih dari lima menit isi piring di meja kosong dan juga gelas disampingnya. Kenyang.

"Lo mau nyusul ke Bandung? Gue bisa anter." usul Jono tiba-tiba.

Mendengar apa yang baru saja Jono ucap, membuat kesadaran gue kumpul sepenuhnya. Tercengang atas usul gila tersebut namun terdengar menarik untuk dicoba.

"Emang lo punya SIM?"

"Kan ada pak Supri. Kalo perlu kita sewa helikopter biar cepet." cengir Jono. Sadar pancingannya barusan berhasil membuat gue jadi orang bego. Percaya begitu saja.

"Nggak lah. Yang ada nanti gue dimarahin." yakin gue.

Gagasan gila tadi hanya indah untuk dibayangkan. Gue tidak berani dengan resiko kalau benar-benar menyusul ke Bandung. Bisa jadi lautan api betulan.

Akhirnya gue mengikuti Jono balik ke rumahnya, sekedar mencuci piring gelas sebagai ucapan terima kasih.

"Gue serius Nggi. Kalo bener mau ke Bandung." sela Jono membuat gue sadar ternyata dia belum balik ke kamar.

"Enggak. Bisa jadi perkara yang cuma bikin gue dicap anak bandel. Nggak nurut apa kata orang tua." jelas gue.

"Hmmm gitu ya...kalo ikut gue pulang ke Surabaya mau?"

"Ngapain."

"Ana juga ikut. Kalo nggak mau nanti sendirian bareng tante Meli." kata Jono tidak menjawab pertanyaan. Sebenarnya gue sudah tahu kalau tiap pekan Jono akan balik ke Surabaya untuk mengurus yang kata dia sebagai 'bisnis'.

"Nggak apa kok. Gue biasa sendiri." tolak gue. Malas untuk pergi-pergi walau besok hari Sabtu dan Minggu sekolah libur.

"Ntar gue ajakin ke Tunjungan loh. Lo bisa main sepuasnya disana. Sekalian ambil persediaan body care." kata Jono masih saja berusaha membujuk.

"Tunjungan Mall ya?" bisik gue mulai berpikir.

Sudah berapa abad ibu tidak pernah mengajak gue jalan-jalan ke mall. Terlebih di Prembun tidak ada mall. Dan, Tunjungan Mall merupakan ikonnya Surabaya. Belum ke Surabaya namanya kalau tidak ke Tunjungan, kata orang sih.

Gue hanya mengangguk ragu tetapi pagi harinya gue dengan Ana sudah ada di hotel Sahid yang masih tidur karena capek main game di kereta. Rumah orang tua Jono sedang direnovasi jadi kami tidak bisa tinggal disana. Sebagai gantinya Jono memesan kamar di hotel paling dekat dari stasiun Gubeng.

Jam di HP menunjukkan pukul delapan jadi gue turun ke restoran untuk sarapan. Disana sudah ada Edi dan Ebi sedang berebut tablet.

"Bi, lo biasa juga nggak suka Fire Fire." decak Edi emosi membuat nasi goreng berhamburan keluar dari mulutnya.

"Gue mau pake buat liat desain dari Alex. Kalo pake HP gak jelas detailnya. Cuma sebentar kok. Jangan pelit deh. Lo makan aja baek-baek." seru Ebi tidak mau mengalah.

Tanpa berniat melerai dua cowok bule berbatang gue duduk didepan mereka, mencoba menikmati sarapan pagi yang tidak ada enak-enaknya karena suara tengkar mereka. Memandang mereka yang tidak ada miripnya merebutkan gadged bukan milik mereka juga.

"Bisa diam kalian berdua..." desah Jono. Menggeser kursi disebelah Ebi lalu duduk. Sepiring besar nasi goreng mulai ia makan dengan lahap.

"Nih...sepuluh menit." decak Edi mengalah, mengangsurkan tablet ke depan Ebi dan lansung disambar.

"Kalian udah besar. Bisa kan lebih elit dikit kalo mau rebutan tablet gue?" sembur Jono masih kesal ternyata. Nasi goreng sudah habis ia lahap dalam dua menit. Bisa jadi dua sepupunya akan dia telan juga jika masih lapar.

"Lo kata elit? Mana ada orang yang lagi rebutan mikir cara elit segala..." bahak Edi sedikit mengankat alis. Lebih karena terkejut melihat Jono sangat cepat menghabiskan sarapan.

"Tunjungan buka jam sepuluh nanti. Lo bisa rebahan dulu di kamar Nggi." kata Jono tidak meladeni ocehan Edi. Namun artinya dia juga mengusir gue dari hadapannya. Kayaknya Jono marah betulan.

"Iya deh. Gue bangunin Ana dulu." sahut gue, cepat-cepat meninggalkan tiga sepupu dari restoran. Naik ke lantai empat.

Pukul sebelas lewat tiga menit dua puluh lima detik kami sampai di Tunjungan. Edi dan Ebi langsung kabur menuju zona favorit mereka, Time Zone. Sedangkan gue dan Ana mengekor Jono menuju gerai The Body Shop, salah satu bisnis yang dikelola ibunya.

Lama Jono berbicara dengan kakak sepupu perempuan dari keluarga ibu didalam kantor lalu keluar menenteng dua bungkus besar aneka body care. Shampo rasa stroberi kesukaanku tidak ketinggalan dia bawakan.

"Jon, gue sama Anggi ke Gramed dulu ya. Lo ada meeting kan di tempat biasa?" ujar Ana lalu menggandeng gue pergi. Jono hanya mengangguk mengiyakan.

Gue yang tidak tahu maksud Ana 'di tempat biasa' itu dimana hanya menelengkan kepala mencoba mencari jawaban khayalan. Tanpa sadar kita sudah ada di deretan rak novel Gramed.

Sekali lagi, seperti sudah lama sekali gue tidak menginjakkan kaki di Gramedia, toko buku favorite gue sejak umur sembilan tahun. Dulu sepulang sekolah gue selalu mampir kesini karena sekolah dasar gue berdekatan dengan Gramedia.

Mengingat itu, gue jadi terkenang hari-hari dulu mulai dari pertama kali ngambek karena tiap tahun pindah sekolah hingga kegiatan kemah pramuka kemarin.

Mengenang bagaimana kemah selama tiga hari dua malam itu hanya membuat gue bergidik ngeri. Karena sejak itu Andi selalu kejar-kejar gue seperti kucing kebelet pipis. Najis tralala pakai banget.

Hari itu, kita satu regu bertujuh. Lima cewek kelas dan dua cewek kelas sebelah tersesat menemukan tenda kita sendiri. Saat itulah Andi muncul bak pahlawan yang datang menyelamatkan serta memberitahu kita salah area kemah anak perempuan yang berada diujung selatan lapangan dengan laki-laki yang berada di tenggara lapangan.

Semua anak mengucapkan terima kasih tanpa henti sedangkan gue hanya diam. Lebih karena kesal kepada kawan satu regu karena omongan gue tentang letak tenda kemah kita yang harusnya belok kanan tetapi ketua regu memilih belok kiri walau gue sudah teriak untuk balik kanan.

"Mba yang di tengah lagi sariawan ya?" tanya Andi sok perhatian. Karena males meladeni gue jadinya mengangguk tanda setuju.

...

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/