webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
314 Chs

MKC 29 Tungkus Lumus 

"Kok... lo jadi kayak guru BK, Jon?" elak gue binggung harus jawab apa.

Ini cowok bule tercipta dari komposisi apa saja sih? Rumit amat pola pikirnya.

"Udah cocok ya gue jadi guru?"

"Emang cita-cita lo nanti mau jadi guru?" balik gue bertanya.

"Mungkin...selama itu bisa berguna dan gue mau ya boleh dicoba."

"Jadi guru kok pake coba-coba..." canda gue asal.

"Ibarat, sama kayak lo pas asal ambil buku William Shakespeare itu."

"Kok jadi gue lagi?"

"Hmm...gimana bilangnya ya. Soal orang tua lo..."

"Yang gue rasa perlakuan ke gue kayak perlakuan ke anak tiri?" tebak gue.

"Bisa dikata semirip itu. Cuman...nggak sedramatis anak tiri juga. Anggi...menurut lo orang tua lo itu seperti apa?" tanya Jono dengan mimik serius. Dia bahkan sudah menutup buku dipangkuannya.

"Gimana ya..." jujur gue binggung.

Kenapa harus ada makhluk yang berambisi terselubung menjadi guru BK disamping gue ini?

"...dulu mungkin mereka entahlah, terlihat otoriter bisa dibilang. Tapi kalo gue sadar sekarang, hal tersebut tidak lain demi diri gue sendiri. Gue yang sekarang nggak mungkin ada kalau orang tua gue dari dulu tidak bersikap seperti itu. Paham?" lanjut gue.

"Harusnya gue yang bertanya seperti itu. Sekarang lo paham, Nggi?" sorot mata Jono dengan warna biru tertuju langsung ke gue. Aneh rasanya.

"Paham pak guru BK." sahut gue cepat-cepat memalingkan muka. Ini cowok memang cocok jadi guru BK. Sorot mata menginterogasinya itu loh. Ampun ampunan, bikin ishtighfar.

Laju bus mulai melambat, yang artinya cottage tempat kami mengistirahatkan badan untuk selonjoran sudah di depan mata. Anak-anak berebut untuk turun keluar dari bus. Ditambah lagi hari sudah gelap, membuat gaduhnya desak desakan kian heboh.

"Hati-hati Nggi. Pelan-pelan aja kenapa? Lo pasti kebagian kamar kok." desah Jono dibelakang gue yang membawa ransel gue dengan sukarela.

"Pengap tau. Udah malem pula." oceh gue mencicit dihiruk pikuknya suaran anak-anak lain yang tengah mencoba keluar dari bus.

Total cewek diangkatan gue hanya ada dua puluh enam biji yang dibagi ke dalam dua kamar, jadi kami bertiga belas harus ikhlas berdesakan disatu kamar cottage ukuran lima kali lima meter.

Sayangnya, gue tidak sekamar dengan cewek kelas satu pun. Semua cewek dalam ruangan asing buat gue. Berhubung gue mau melanjutkan mimpi yang tertunda maka gue segera mencari lahan kosong, berbaring dan tidur.

Gue terbangun saat suara adzan sayup-sayup terdengar hingga ke alam bawah sadar, yang otomatis memaksa untuk bangun dan menjalankan ibadah wajib. Setelah dirasa cukup gue memanjatkan doa, memohon ampun dan meminta perlindungan hingga nanti saat perjalanan pulang, gue keluar kamar untuk mencari udara pagi. Sejak kecil gue dilarang tidur kembali setelah sholat.

Suasana cottage masih sepi. Hanya beberapa cowok yang rajin sholat berjamaah seperti Amad saja yang terlihat baru pulang dari masjid terdekat.

Dari halaman cottage terhampar luasnya water park dengan aneka wahana. Udara pagi yang sejuk membuat gue betah berlama-lama duduk dibangku taman depan kamar hotel, masih lebih baik dari pada harus kembali masuk dan berdesak-desakan.

Tidak jauh dari taman, ada restoran hotel yang masih sepi. Hanya beberapa pelayan yang sedang bersih-bersih. Samar gue mencium bau makanan dari arah dapurnya, kaki gue pun beranjak menuju salah satu kursi malas disudut restoran. Beberapa pelayan yang lewat spontan tersenyum ke gue. Kearifan lokal yang membuat bule-bule mancanegara betah.

Setelah sarapan kami berkumpul di trek gokart untuk melakukan senam pagi, zumba yang dipandu oleh petugas dari water park.

"Nggi...kemana aja lo sepagian tadi?" colek Ana dari belakang. Suasana senam masih tenang karena baru pemanasan.

"Jalan-jalan. Cari lo nggak ketemu." jawab gue asal. Padahal makan besar sendirian di restoran.

"Lo sih sama Jono lama banget keluar dari bus. Jadi pisah kamar deh sama kita." ketus Ana tidak fokus mengikuti gerakan senam. Maksudnya lo, Stefie dan Duo R kan?

Terima kasih deh Ann, berkat kita pisah kamar gue jadi bisa tidur pulas yang berkualitas.

Suara riuh rendah terutama dari arah barisan cowok tatkala senam memasuki gerakan inti. Untung saja pak Pujo berinisiatif memisahkan barisan cewek dengan barisan cowok. Kalau tidak, anak cewek bakalan menjadi korban keusilan kaum buaya darat. Bukannya khusyuk mengikuti senam, mereka malah main-main tidak jelas.

Gerakan pendinginan... selesai jam sembilan kami bubar barisan dan langsung berhamburan ke aneka wahana yang ada. Para buaya darat sudah melesat mencair air, baik dalam kelompok maupun per individu.

"Nggi...tolong pegangin kamera ya. Gue mau naik ziipline dulu." pinta Edi yang entah dari mana tiba-tiba saja suda ada didekat gue.

"Ogah. ini waktu pribadi gue. Mau gue habiskan tanpa gangguan lo atau siapa pun." tolak gue dan langsung kabur selama masih ada kesempatan. Kalau tidak, bisa seharian gue akan menjadi budak kamera Edi dan Ebi.

        

Wahana pertama yang gue tuju adalah waterboom. Meski harus antri dengan para buaya darat gue terima saja, sudah lama sekali gue tidak bermain air semacam ini. Sesuatu hal yang langka, maka dari itu akan gue maksimalkan sampai bosan.

"Sini Nggi. Depan gue." tarik Jono yang ternyata ada dibarisan depan gue mengantri.

"Nggak usah. Disini ajah."

"Belakang lo ada Andi loh." ucap Jono yang membuat gue refleks menoleh ke belakang.

Ternyata benar ada Andi menggandeng cewek kelas sebelah dan pura-pura tidak mengenali gue. Dasar buaya cap kaki gajah. Gue terpaksa ikuti saran Jono untuk pindah didepan dia kan?

"Lo...jangan jerit-jerit ya Nggi." bisik Jono dari belakang sebelum kami benar-benar meluncur.

"Iya." sahut gue tidak terima diremehkan.

Setelah petugas memberi aba-aba gue dan Jono meluncur berdua ke bawah. Adrenalin yang ada dalam diri gue sontak terpacu saat melewati liukan demi liukan, lalu byur...jatuh ke kolam. Seakan disadarkan kembali ke dunia nyata setelah sensasi aneh barusan.

"Mau lagi, Anggi?" ajak Jono yang sudah bersiap mengantri lagi.

"Nggak deh." jawab gue pergi dari kolam waterboom. Gue mual beneran. Pusing karena lama sudah tidak pernah naik begituan. Mana si Jono kenceng banget waktu pegang pundak gue.

Sembari menenangkan diri gue mencari Ana yang entah dimana rimbanya. Mungkin dia sudah menjadi korban Edi dan Ebi, atau terjerat rengekan Stefie atau mungkin menyendiri di kolam arus dengan pelampung besar warna kuning?

Atau mungkin nasib gue hari ini menghabiskan waktu sendirian saja seperti yang sudah gue ucap kepada Edi?

Gue memilih alternatif kedua.

Jadilah gue menjajal semua wahana yang ada seorang diri. Walau kadang ada Jono atau Budi yang membersamai sebentar karena gue-nya langsung kabur ke area yang lain. Hingga pilihan terakhir gue jatuh ke kolam ombak.

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/