"Lalu, apa lagi yang kau tau tentangku?" tanyaku pada Lincoln.
Lincoln sedang bersiap-siap meneruskan perjalanan. Pagi ini cuaca sangat cerah, dengan hawa yang masih dingin sisa semalan.
"Aku tau semua tentangmu, bahkan yang tidak kau tau sekalipun," jawabnya. Aku menatapnya ragu, namun aku hanya diam menganggukkan kepala.
"Ayo," ujarnya sambil mengulurkan tangan padaku. Aku menerimanya. Ia membantuku turun dari dahan pohon. Sebelumnya kami memang berada di atas pohon untuk menikmati sunrise dan itu sangat menakjubkan.
Aku dan Lincoln kembali melangkah, melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan aku masih memikirkan tentang Miss. Ptunia dan Berta. Bagaimana bisa Miss. Ptunia mati di tanganku? Bagaimana kronologinya? Lalu, bagaimana penyihir seperti Berta bisa bekerja di rumah sakit manusia biasa? Aku melirik Lincoln yang tengah fokus menatap sekitar. Baru saja aku membuka mulutku, ia sudah lebih dulu berbicara.
"Simpan saja pertanyaan itu, mulutku sudah kelu bicara padamu," ujarnya ketus. Mendengarnya aku hanya memanyunkan bibirku. Menyebalkan sekali!
Tapi yaah memang salahku sih. Kemarin sesaat sebelum tidur, aku bertanya banyak hal yang belum kuketahui tentang dunia sihir ini. Entah itu sekolahnya, sistem pembelajaran di sini, bagaimana rupa Ratu Penyihir Putih dan Penguasa-Kegelapan-Tiada-Tanding, tentang mengapa harus diriku yang dipilih Virginia menjadi 'Locvita'nya--pertanyaan ini tidak dijawab oleh Lincoln--oh! Aku juga bertanya tentang The Secede, tapi sayangnya ia hanya mengerutkan alis, berkata bahwa The Secede sudah lama musnah.
Kami terus saja berjalan dan aku masih belum tau kemana kami akan pergi.
"Kita mau kemana, sih?!" tanyaku ketus. Aku sudah sangat lelah dan lapar juga ditambah Lincoln yang tidak menanggapi pertanyaanku. Aku mendengus kesal dan duduk begitu saja di tengah perjalanan. Namun Lincoln masih tidak memedulikanku.
"Lincoln!" seruku.
Ia hanya mengedikkan kepalanya.
"Sebenarnya ...." Ia tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Aku masih menunggu.
"Aku juga tidak tau kita mau kemana," jawabnya dengan cengiran khasnya itu.
Mendengarnya aku sontak membulatkan mataku, ingin sekali aku berteriak kencang memakinya bahkan mencabik-cabiknya. Apalagi melihat cengiran menyebalkan itu, rasaku untuk merobek mulutnya naik hingga seratus persen.
Namun, aku juga ingat pesan Lincoln untuk tidak berteriak-teriak di hutan ini, sebab bisa saja makhluk penghuni hutan ini terganggu dan kalian sudah bisa menebak apa yang terjadi. Cukup anjing berkepala tiga itu saja yang aku lihat, selebihnya kuharap tidak akan pernah melihatnya.
"Kau!!" seruku tertahan, mencoba untuk tidak berteriak terlalu kencang.
"Jadi, selama ini kita hanya berjalan tak tentu arah, begitu? Hanya membuang-buang tenaga?!"
"Hey! Aku tak bilang kita berjalan tanpa arah dan tujuan, justru aku ingin mengajarimu berburu untuk makan siang nanti, namun aku juga tak menemukan satu pun mangsa sedari tadi," dalihnya.
Aku yang mendengar itu semakin kesal. Jadi sedari tadi ia fokus memandangi sekitar, karena mencari mangsa? Dan ia melarangku terlalu berisik juga karena itu?!
"Lincoln!! Aku sudah bilang bahwa aku tidak akan membunuh ataupun tidak akan memakan daging di sini, tapi kau malah mengajakku untuk berburu!!" teriakku kesal sambil terus memukulinya. Kuluapkan semua kekesalanku padanya meski sudah tidak bertenaga.
Lincoln dengan sigap menangkap kedua tanganku.
"Jangan habiskan tenagamu untuk memukuliku, lebih baik kau berlatih untuk berburu," ujarnya.
Aku dengan sekali hentakan berhasil melepaskan kedua tanganku dari genggamannya.
"Sudah kubilang aku tidak ingin membunuh!! Tidakkah kita bisa mencari buah-buahan atau tanaman yang bisa dimakan saja?" Aku tetap bersikukuh.
"Maksudnya kau ingin menjadi vegan? Kau yakin?" Pertanyaan itu entah mengapa terdengar seperti meremehkanku.
"Y-ya, mengapa tidak," balasku. Meski dalam hati aku kurang yakin juga. Ia mendengus.
"Jangan buang-buang waktu. Kau tidak akan mendapat tenaga jika menjadi vegan di sini," ujarnya.
Aku ingin membalas lagi perkataannya itu, namun ia lebih dulu menutup mulutku agar diam, sebab di depan sana, mangsa yang dari tadi dicarinya telah menampakkan diri, seekor anak rusa yang tengah bermain mengejar kupu-kupu.
Aku memberontak, membayangkan anak rusa itu dibakar, untuk menjadi makan siangnya membuatku tidak tega. Aku berusaha bertriak tapi teredam karena mulutku tengah dibekap olehnya. Lincoln yang sudah tidak tahan melepas bekapannya padaku dan langsung berubah menjadi harimau hitam mengejar anak rusa itu, meninggalkanku sendirian di tengah hutan.
"Heey!!! Sekarang kau meninggalkanku??!!" seruku tak percaya.
Bagus! Memang semua penyihir tidak bisa diandalkan. Oke, aku akan mencari makanan sendiri. Aku akan mencari buah-buahan di hutan ini yang bisa kumakan.
"Baiklah, setidaknya aku masih punya kau, Puffly. Kau mau menemaniku, kan?"
Wombat yang kuberi nama Puffly itu bercicit seakan menyetujuinya.
Aku mulai berbalik, dan melangkah pergi lagi. Tidak apa, setidaknya aku masih memiliki wombatku untuk menemani perjalanan--maafkan aku yang sebelumnya berkata tupai gemuk, karena aku baru tau kalau hewan yang membantuku itu adalah wombat, bukan tupai.
Aku menyusuri semak-semak, berjalan tak tentu arah dan tibalah di tempat yang kutuju.
Aku tersenyum senang. Ah, instingku bagus sekali. Lihatlah! Di depanku kini banyak pepohonan yang berbuah. Tampaknya sangat lezat. Dan semua buah itu berwarna kuning bulat, hampir sama seperti jeruk, hanya saja kulitnya licin mengkilap seperti buah apel. Aku menyusuri pepohonan itu dengan tatapan kagum.
Pohon-pohon itu tampak bergerak mengikuti pergerakanku. Aku mengabaikan saja sebab mataku sudah terpaku pada salah satu pohon dengan buahnya yang lebih besar dari yang lain.
Aku melompat ingin meraih buah itu, tapi tidak sampai. Aku terus melompat-lompat, aku tidak akan menyerah hanya karena ini. Akan kubuktikan pada Lincoln kalau aku bisa manjadi vegan dan itu tidak sulit.
Seakan tau, dahan pohon itu tiba-tiba saja merendah, membuatku bisa meraih buah-buahnya tanpa harus melompat lebih dulu. Aku mengambil beberapa buah sekaligus.
"Terima kasih," lirihku pada pohon itu. Ah, pohon yang baik. Aku mengantongi dua buah itu ke dalam saku bajuku dan sisanya kumakan langsung.
Aku mengernyitkan dahi ketika kunyahan pertama. Rasa buahnya sepat dengan sedikit pahit. Namun lama kelamaan ada rasa manis dan aku semakin ketagihan. Aku memakan habis buah yang ada di tanganku dan setelahnya diriku terasa seperti melayang.
'Lyra, Lyra,"
Suara itu seakan mengalun-alun di telingaku. Aku menoleh dan kudapati pangeran yang begitu tampan menghampiriku.
"Pangeran," lirihku. Ia mengangguk memesona. "Apa kau menjemputku kembali?" tanyaku. Pangeran itu mengangguk.
"Kau akan kubawa ke istana untuk segera menikah denganku," ujarnya dan ia dengan gagahnya menggendongku ala bridal style. Aku dengan manja mengalungkan lenganku di lehernya.
"Kau mencintaiku? Aku sangat mencintaimu," ujarku dan mengecup pipinya sekilas.
funfact: wombat adalah satu-satunya makhluk hidup yang memiliki poop berbentuk kubus sebab wombat memiliki struktur jaringan lunak yang unik. Hal itu bertujuan untuk menandai teritori, berkomunikasi, dan menarik pasangannya
hahaa kalian pasti bingung di akhir chapter.
Mengapa tiba tiba ada pangeran? Ingin menikahi Lyra pula!
Well kalau mau tau tunggu chapter selanjutnya yaa
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!