Renessa menatap langit sudah gelap dengan sedikit gelisah. Ia berjalan dengan terburu-buru ke arah mobilnya dan masuk ke dalamnya. Ia harus singgah terlebih dahulu ke toko kue dalam perjalanannya menuju apartemen Daniel.
Ia baru saja selesai mengerjakan tugas kelompok bersama beberapa teman kuliahnya. Karena saat ini adalah saat ujian tengah semester ia cukup sibuk dan sudah seminggu ini ia tidak mengabari pria itu dengan alasan sibuk untuk persiapan ujian tengah semester.
Ia teringat akan percakapakan terakhir mereka beberapa waktu lalu,
"Sayang, masa semenit saja gak bisa?" Suara Daniel terdengar memelas.
"Gak bisa, sayang. Aku bakal kepikiran kamu terus kalo teleponan sama kamu. Gak belajar dong nanti," balas Renessa. Ia mencoba untuk menahan tawanya mendengar nada memelas pria itu.
"Jadi kita gak bakal komunikasi selama kamu ujian dua minggu ini?" Daniel masih terdengar tidak percaya dengan keputusan Renessa untuk menghentikan komunikasi mereka saat ia sedang dalam masa ujian.
"Aku janji bakal langsung menemui kamu saat aku menyelesaikan ujian untuk mata kuliah terakhirku," Renessa mencoba membujuk pria itu.
Daniel terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya menyerah.
"Oke. Kalo ada apa-apa hubungi aku ya, kamu bisa juga datang ke apartemen kalo kangen," kata Daniel akhirnya. Ia terdengar pasrah dengan nasibnya dan terdengar tidak bersemangat.
"Maaf ya sayang, aku mungkin gak bakalan sempat ketemu atau mungkin hubungin kamu. Tapi aku pasti balas pesan kamu kok, aku janji," rayu Renessa.
Renessa tersenyum sendiri mengingat percakapan mereka. Hubungan keduanya mulai semakin dekat dan Renessa tidak lagi canggung untuk bersikap manja pada Daniel. Hubungan mereka bahkan sudah dapat dikatakan cukup berani.
Daniel sering menatapnya dengan rakus dan selalu berusaha untuk mencumbunya, namun Renessa masih takut untuk melangkah lebih jauh. Ia selalu bergerak menjauh saat Daniel mulai mencoba untuk membuka celananya atau ketika tangan pria itu bergerak menyentuh pahanya. Namun setelah perpisahan mereka sejenak, ia sudah tidak ingin menahan diri lagi. Ia akan memberikan pria itu keperawanannya untuk perayaan dua tahun mereka berpacaran.
Ia tahu ia sedikit berlebihan dengan keputusannya. Namun ia sudah mengenal Daniel dan keluarganya. Keluarga Daniel bahkan sudah menyambutnya sebagai istri Daniel dan memperlakukannyaseolah mereka sudah menikah. Mereka selalu mengundang Renessa dalam setiap acara keluarga dan menganggap gadis itu sebagai bagian dari keluarga mereka.
Hal inilah yang membuat Renessa yakin hubungan mereka tinggal menunggu waktu sebelum Daniel melamarnya. Renessa tahu Daniel menunggunya untuk menyelesaikan kuliahnya secepatnya yang mungkin akan selesai dua setengah tahun lagi.
Renessa melangkahkan kakinya ke dalam toko kue yang bertema dunia mainan di dekat apartemen Daniel. Renessa melayangkan pandangannya ke sekeliling tempat itu dengan kilat geli di matanya.
Pria itu adalah penggemar cokat dan ia sangat menyukai brownis di toko kue ini. Sayangnya, ia cukup engan untuk menginjakan kakinya di tempat itu karena menurutnya jiwa kelaki-lakiannya terancam ketika berada di tempat itu.
Renessa hanya mengiyakan apa yang dikatakan pria itu. Ia mengetahui dengan pasti alasan pria itu engan berada di tempat itu adalah karena tatapan geli dari orang-orang yang berada di sana ke tika ia menyantap brownis di sana. Yah, tampang Daniel memang terlihat terlalu cool dan dingin. Orang-orang merasa pemandangan seorang pria tampan yang dingin memakan brownis coklat manis adalah pemandangan langkah. Atau mereka hanya ingin melihat pria itu saja karena ia tampan. Namun, Daniel yang sering merasa malu pada seleranya itu menjadi engan untuk memasuki tempat itu dan bersantai di sana.
Pada akhirnya Renessalah orang yang selalu mengambilkan pesanan Daniel. Gadis itu menggelengkan kepalanya. Terkadang ada-ada saja alasan pria itu.
Renessa sudah memesan kue di sana dan hanya tinggal mengambil pesanannya saja.
Setelah memastikan bahwa semuanya sesuai dengan yang diinginkannya, Renessa menyelesaikan pembayarannya dan segera kembali bergerak menuju apartemen Daniel.
Renessa memarkirkan mobilnya di basement yang merupakan tempat parkir apartemen Daniel kemudian kembali membuka pesan yang dikirimkan Tante Lucia.
Tante Lucia mengatakan padanya bahwa Daniel mungkin akan pulang larut malam karena ia sibuk melakukan persiapan syuting film.
Setelah beberapa saat terjun di dunia hiburan, Daniel menyadari bahwa ia juga tertarik pada dunia akting dan perfilman. Ia cukup ragu untuk beberapa bulan sebelum mulai mengikuti beberapa sutradara kenalan ibunya beberapa kali untuk melihat-lihat. Ketika sudah cukup yakin dengan ketertarikannya untuk ikut berlaga dalam dunia perfilman, ia segera mengikuti audisi seorang sutradara terkenal dan berhasil menyabet posisi sebagai pemeran utama.
Renessa sebenarnya cukup terkejut pria itu bisa berakting. Daniel tidak pernah bisa menipunya dan terlihat sangat ceroboh. Ia penasaran seperti apa filmnya nanti.
Renessa tersenyum sendiri mengingat kekasihnya itu. Setelah memastikan bahwa ia sudah membawa kue, beberapa balon dan aksesoris untuk mendekoraasi apartemen Daniel, Renessa segera berjalan menuju lift dan mengeluarkan kartu akses apartemen yang diberikan Tante Lucia padanya.
Renessa cukup terkejut ketika ia menyadari bahwa lampu apartemen Daniel dalam keadaan menyala. Renessa mengerutkan keningnya.
Bukankah Daniel seharusnya belum pulang karena melakukan persiapan syuting?
Renessa menjadi sedikit panik dan berjingkat pelan ke arah dapur dan menaruh kue di atas meja. Renessa sebenarnya berencana mendekorasi apartemen Daniel dengan balon dan beberapa aksesoris pesta yang dibelinya namun jika Daniel ternyata sudah pulang apa yang harus dilakukannya sekarang? Menunggu?
Renessa melirik jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 8 malam dan mengintip lantai 2 tempat kamar dan studio musik Daniel berada. Renessa menghela napas berat. Pertama-tama ia mungkin harus memeriksa keadaan pria itu. Ia berharap pria itu tertidur akibat kelelahan, karena jika tidak ia yakin pria itu akan menyadari kehadirannya ketika ia membuat suara sekecil apapun itu.
Renessa kemudian membulatkan tekadnya dan melangkah mendekati tangga. Ia benar-benar berharap akan menemukan Daniel tertifur lelap agar ia bisa mempersiapkan seluruh dekorasinya dan menunggu pria itu bangun. Daniel pasti akan sangat terkejut ketika menyadari kehadirannya. Kemunculannya pasti akan menjadi kejutan yang menyenangkan bagi Daniel.
Renessa berjalan pelan menaiki tangga dan terpaku ketika menemukan sepatu merah milik seorang wanita di depan pintu kamar Daniel. Tubuh Renessa bergetar pelan saat ia berusaha mendekati pintu kamar Daniel.
Tidak, ia tidak boleh berburuk sangaka terlebih dahulu. Sepatu ini mungkin saja milik tante Lucia ataupun managernya. Renessa baru akan bernapas lega ketika ia mendengar suara desahan yang saling bersahutan dengan suara yang membuat telinga Renessa memerah.
Tubuh Renessa membeku, ia tidak dapat mempercayai pendengarannya.
"Daniel, lagi…. Lebih cepat lagi...." Erangan suara wanita nan erotis terdengar dari dalam kamar membuat Renessa mematung. Ia sebenarnya tidak ingin membuat kesimpulan dengan cepat namun suara dan panggilan wanita itu membuatnya goyah.
Suara itu sangat mirip dengan suara Mary dan suara erangan pria yang terdengar dari dalam sana mirip dengan suara Daniel. Kaki Renessa mulai bergetar hebat dan ia mulai terperosot ke lantai. Ia ingin masuk ke dalam sana dan memastikan semuanya, namun ia takut semuanya akan menjadi terlalu nyata. Ia belum bisa menerima apa yang terjadi.
Suara rintihan dan erangan napas erotis yang tak berhenti membuat binar terang dalam mata Renessa kian meredup. Ia merasa tubuhnya mati rasa dan pikirannya seolah tidak dapat memikirkan apapun. Pikiranny kalut dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan.
Renessa tidak sadar kapan suara itu berhenti, ia hanya sadar ketika suara tenang wanita itu mulai kembali terdengar, "Sayang, kapan kau akan memutuskan Kak Renessa?"
Wajah Renessa menegang. Jika tadi ia masih sedikit ragu dengan tebakannya, sekarang ia sudah benar-benar yakin bahwa wanita yang berada di dalam sana memang suara Mary. Suara centilnya sulit untuk ditiru orang lain.
"Kamu sabar dulu ya, sayang. Aku harus menjelaskan ini pada mama terlebih dahulu sebelum memutuskan Renessa," suara tenang seorang pria dari dalam kamar bagaikan petir di siang bolong di telinga Renessa.