webnovel

DIMINTA UNTUK SEGERA MENIKAH

FLASH BACK ON

William terpaksa meninggalkan pekerjaannya demi menjawab telepon dari sang Ayah, Ditcho Morgan. William berjalan ke arah sofa, lalu mengangkat kaki dan meletakkannya di atas meja. Sebelah tangan William menggenggam ponsel.

"Ayah. Apa yang membuatmu meneleponku pada jam kerja?" tanya William tak ingin berbasa-basi.

"William anakku, segeralah kemari! Ibumu sedang sakit,"

Samar-samar William tersenyum kecut. Ini merupakan kali kedua orang tuanya berbuat demikian. William sudah dapat menebak jika Ditcho dan Meera hanya bersandiwara.

"Ayah. Kau telah membuang waktuku dengan sia-sia. Tidak bisakah kau bercanda di lain waktu?"

"Kau kira aku ini sedang berbohong, hem?" Suara Ditco naik satu oktaf.

"Kalian sudah pernah melakukannya, bukan? Aku tidak ingin menghabiskan waktuku hanya untuk sebuah kebohongan,"

William menatap layar ponselnya sendiri yang tiba-tiba mati. Tak lama setelah itu, Ditcho kembali menghubungi putranya, tapi kali ini ia melakukan panggilan video. William menautkan kedua alisnya sambil menekan tombol hijau di atas layar.

Tap!

"Ibu?"

William mendekatkan benda pipih itu ke wajahnya untuk melihat lebih jelas lagi. Meera Morgan tampak bersandar di kepala ranjang sementara tangannya ditusuk oleh jarum infus. Seketika ia merasa bersalah, karena telah menuduh orang tuanya berbohong.

"William. Apakah sekarang kau sudah percaya?" Sekarang wajah Ditcho yang muncul.

"Apa yang terjadi dengan Ibu?"

"Ibumu tiba-tiba saja jatuh pingsan. Kata dokter tekanan darahnya begitu rendah. Ibumu juga mengalami demam tinggi,"

"Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit saja?"

"Ibumu tidak mau,"

"Apa yang harus kulakukan, Ayah?"

William merasa setengah jiwanya hilang. Dia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Meera, terlebih saat ini wanita itu sudah tua.

"Datanglah ke sini! Bawa serta kekasihmu Naera Rose,"

Orangtuanya masih saja menganggap jika William dan Naera memiliki hubungan spesial. Ini bukan waktu yang tepat untuk mengelak. Setelah mematikan telepon, William langsung menutup laptop serta mengemasi barang-barang kerjanya dan ke luar kantor.

William berencana untuk pulang ke rumah guna menjemput Naera. Namun, di perjalanan ia dikagetkan dengan kemunculan gadis itu bersama Jhonson. Dada William bagai tersengat listrik tegangan tinggi. Dia berpikir kalau Naera kembali membuat janji temu dengan pria tersebut.

William pun menghentikan mobilnya di tengah jalan raya dan segera menemui Naera.

FLASH BACK OFF

"Naera Rose. Ayo, kita pulang!"

Siapa yang tidak kaget dengan kemunculan William yang bak jelangkung itu. Jhonson menatap William penuh tanda tanya. Kemarin dia juga bertemu pria itu sewaktu mengantarkan Naera pulang. Jika Naera mengatakan bahwa William adalah supirnya, maka kenapa William bisa bertindak semena-mena? Jhonson tahu betul jika William tengah menyimpan kesal.

Naera pusing bukan main. Bisa malu ia kalau sampai kebohongannya terbongkar. Lalu, bibirnya tersenyum penuh anggun. Naera bersikap seolah tidak terjadi sesuatu.

"Oh, Jhonson. Sepertinya kita harus mengobrol di lain waktu, karena supirku yang tidak sopan ini sudah menjemput. Aku memang memintanya untuk menyusulku tadi," ucap Naera pada Jhonson.

"Ayo, supirku! Terimakasih sudah menepati janjimu, ya," sambungnya memandang ke arah William.

Dan, Naera terus saja berkutat dengan kebohongan. Ditariknya paksa lengan William sampai pria itu masuk ke mobil. Naera merasa napasnya terengah-engah. Dia memerhatikan Jhonson hingga mobil mereka melaju jauh.

"William. Apa yang membuatmu biasa berada di sini?" tanya Naera ingin tahu.

"Seharunys aku yang bertanya. Kenapa kau bisa bertemu pria itu lagi? Apa kalian membuat kesepakatan?"

"Itu urusanku dan kau tidak perlu tahu,"

Deretan gigi putih William menggeletuk. Dia ingin sekali marah, tapi dia sudah terlanjur janji dengan membiarkan Naera berteman dengan Jhonson. Akhirnya William hanya memendam kekesalannya seorang diri.

"Aku terpaksa pulang karena ibuku sakit. Ayah memintaku datang ke sana dan membawamu. Sebenarnya aku berencana untuk menjemputmu di rumah, tapi aku melihatmu berduaan dengan lelaki itu,"

"William. Bahasamu seolah menyindirku,"

"Kau yang berkata seperti itu, bukan aku,"

Naera terharu karena ternyata Ditcho dan Meera begitu menyayanginya. Namun di samping itu, Naera juga merasa bahwa hidupnya dalam bahaya. Mereka bisa semakin yakin menganggap Naera dan William adalah sepasang kekasih. Padahal semuanya tidaklah benar.

"Memangnya Ibumu sakit apa?" tanya Naera. Ia mengesampingkan sindiran Willim tadi.

"Lihat saja nanti,"

"Kita ke rumahmu atau rumah sakit?"

"Naera Rose. Bukankah sudah kukatakan kalau kita akan ke rumahku? Apa telingamu sedang bermasalah?" William balik bertanya dengan perasaan kesal. Hari masih pagi, tapi Naera sukses membuat moodnya berantakan.

"Hah, begitu saja marah!"

Meski Naera memang bersalah, tapi dia tetap keras kepala dengan tidak mau mengalah. Ia dapat melihat wajah merah William dari sisi kiri. Jika dilihat-lihat, William tampan juga. Naera baru menyadarinya sekarang.

"Tidak usah melihatku seperti itu, Nona! Kau bisa saja jatuh cinta,"

Sadar akan perlakukan Naera terhadap dirinya membuat tingkat kepercayaan diri William meningkat.

Naera gegas memutar kepalanya dan menatap ke luar jendela. Dia malu, karena tertangkap basah memerhatikan William penuh kagum.

***

William berhasil memakirkan mobilnya di pelataran rumah Ditcho setelah satpam membukakan pintu gerbang. William setengah berlari dan diikuto oleh Naera masuk ke rumahnya.

William langsung menuju kamar Meera. Ia terperangah ketika menyaksikan wajah pucat wanita tersebut. Tadi sewaktu video call, semuanya tidak begitu kentara.

"Ibu. Apa yang telah terjadi denganmu? Kupikir kau sehat-sehat saja kemarin," titah William mengawali obrolan.

William duduk di kursi yang telah disediakan oleh Ditcho jauh sebelum ia sampai. Begitupun dengan Naera Rose. Kemudian, sang kepala keluarga membersamai istrinya di ranjang berukuran king size.

"Mungkin umur Ibumu ini sudah tidak lama lagi, Nak," lirih Meera sambil menyeka matanya yang berair.

William dan Naera terkejut dengan perkataan Meera.

"Ibu jangan pernah berbicara seperti itu!" ucap William gusar.

"Ibumu ini sudah tua dan tidak tahu sampai kapan masih bisa melihat dunia. Sebelum ibu benar-benar pergi, ibu ingin melihatmu menikah dengan Naera Rose dan kalian bahagia bersama,"

Begitu mendengarkan kalimat itu, Naera langsung berdehem dan melempar matanya pada langit-langit kamar. Naera berpura-pura polos saja.

"Ibu. Ada baiknya jika kami sama-sama menyiapkan diri terlebih dahulu. Pernikahan bukan sesuatu yang sembarangan, kan? Aku ingin hubungan rumah tanggaku awet seperti Ayah dan Ibu. Naera Rose adalah sosok perempuan manja dan tukang marah. Karenanya, aku harus mempelajari bagaimana caranya menghadapi wanita seperti ini,"

William malah berkilah dengan menjatuhkan nama Naera di depan Ditcho dan Meera. Mendengarnya, Naera langsung menyorot tajam netra William sebagai bentuk tidak terima.

Meera meraba punggung tangan Naera yang putih dan halus, lalu berkata, "Naera Rose. Bagaimana jika kalian sama-sama belajar untuk bersikap lebih dewasa? Kasihanilah calon Ibu mertuamu yang umurnya tinggal sedikit lagi ini,"

Meera memelas di hadapan Naera. Raut wajahnya begitu tidak bersemangat.

Sekarang Naera bingung harus melakukan apa. Ia juga tak ingin mematahkan hati Meera dengan menolak William di depan ibunya sendiri.

***

Bersambung