Aksa tidak habis pikir kenapa kedua orang tua itu bisa menyembunyikan rahasia itu selama ini. Keserakahan mereka membuat semua yang dialami Aksa dan Bayu selama ini terasa tak ada artinya.
Ibu Rika memandang wajah putranya yang kini telah bertambah kekecewaannya. Sambil mengusap air matanya, Ibu Rika mencoba menguasai dirinya yang sudah rapuh itu.
"Semuanya terserah kamu Nak, kalau kamu memilih tidak mau memaafkan dan menerima permohonan maaf kami. Tapi untuk terakhir kalinya Mama ingin kamu bisa hidup bahagia dengan pasangan yang kamu cintai. Karena kalau kamu tidak menemukan kebahagianmu sendiri. Kami merasa lebih tersiksa lagi."
"Yang lalu biarlah terjadi. Aku tidak akan mempermasalahkannya lagi. Karena aku juga ingin melihat kalian tenang dan menikmati masa tua kalian tanpa terbebani dengan kesalahan masa lalu."
Aksa memaafkan semuanya. Karena baginya, cukup mendengar penyesalan dan permintaan maaf tulus dari mereka sudah membuat dirinya senang. Ibu Rika kembali memeluk Aksa begitu terharu. Segurat senyum dari bibir Aksa menandakan kalau dirinya sudah menerima dan memaafkan kedua orangtuanya.
"Kau sudah bertemu dengan Hana?" bisik Ibu Rika pelan di telinganya.
Aksa melepaskan pelukan ibunya.
"Hana, sekarang dia ...."
"Dia katanya sedang ada pemotretan di sini. Apa kau belum bertemu?"
"Iya aku bertemu,tapi darimana Mama tahu kalau Hana ada di sini?" tanya Aksa begitu heran dengan ucapan Ibu Rika yang tahu betul tentang Hana.
"Tentu saja Mama tahu semuanya, Intan yang terus memberitahu tentang jadwal dan perkembangan Hana."
"Oh ya, karena Mama yang membahas ini duluan, ada yang ingin Aksa tanyakan."
"Tanyakan saja!"
"Tentang Intan, kenapa dia bisa jadi manajer Hana?" tanya Aksa.
"Mama yang menyuruhnya menjaga dan menemani Hana selama ini."
"Jadi Mama ...."
"Ya ,Mama yang meminta Hana untuk belajar di LA dan melakukan apa yang dia inginkan. Mama lakukan itu sebagai bentuk permintaan Mama yang sudah mengecewakan dan melukai hati Hana."
Aksa dibuat terkejut dengan pernyataan mamanya itu.
"Sebenarnya Hana meminta Mama untuk merahasiakan ini dari kamu, tapi Mama tidak mau ada kesalahpahaman lagi. Mama ingin kamu kembali lagi bersama Hana."
Aksa menggigit bibirnya. Pernyataan mamanya tadi adalah sebuah pernyataan yang paling berharga dan yang paling membuat dirinya bahagia saat ini. Yaitu mamanya mendukung untuk kembali pada Hana. Restu Bang Agung sudah ia dapatkan, dan sekarang sebuah dukungan dari Mamanya pula menambah keyakinan dan kemantapan hatinya untuk bisa kembali lagi bersama dengan Hana.
"Tapi Ma, kata Intan Aksa tidak boleh dulu menganggu Hana, karena sekarang Hana belum bisa didekati oleh Aksa."
"Iya itu benar."
"Jadi, Mama juga tahu itu?" tanya Ibu Rika.
"Iya Mama tahu, kamu masih mencintainya kan?" tanya Ibu Rika.
"Cinta Aksa tambah besar Ma."
"Kejarlah dia di waktu yang tepat!" kata Ibu Rika.
"Apa Hana juga masih mencintai ku?" tanya Aksa seolah Ibu Rika juga mengenai isi hati Hana.
"Mama juga tidak tahu, harapan Mama sih dia masih mencintaimu."
"Bagaimana kalau Hana sudah tidak ...."
"Kejarlah seperti kau dulu pertama kali membuatnya jatuh cinta padamu!" Ibu Rika memberi Aksa semangat.
"Ak-sa!" panggil Papa Tanu pelan.
Aksa kemudian menghampiri Papa Tanu yang kini sedang menatapnya dengan sorot mata yang sedih.
"Ka-mu ha-rus me-ni-kah de-ngan Ha-na- la-gi, ta-pi ka-li ini se-ca-ra res-mi!" ucap Papa Tanu terbata-bata dan kewalahan.
"Aksa, kami mengharap kalau kamu menikahi Hana secara resmi. Dengan begitu kamu bisa mendapatkan semua uang asuransi papamu dan aset papamu yang dia simpan untukmu. Gunakan itu untuk Hotel Mahesa dan untukmu. Itu hak kamu yang sengaja Papa persiapkan sejak lama. Tidak ada yang tahu tentang aset itu termasuk Nenekmu."
Aksa merasa ada sedikit celah titika terang dari pernyataan Ibu Rika itu. Seperti mendapat oase dari perjalanannya menyusuri jalan tandus Hotel Mahesa yang sekarang menjadi tanggung jawabnya.
"Kalau kamu mempunyai itu, kamu bisa mendapatkan saham lebih besar dari Nenekmu, dan kau juga bisa mengatasi masalahmu dengan Mr Zayyed."
"Ma,memang seberapa besar aset Papa itu?" Aksa ragu kalau jumlahnya tidak setara dan tidak senilai dengan investasi dan juga saham sebanyak Nenek yang dia pegang.
"Asuransi itu bernilai puluhan milliar, selama hidupnya Papamu membeli premi angsuran dan membayar asuransi jiwanya dan membayarnya rutin bertahun-tahun. Dan aset berharga lainnya adalah sebuah deposito dari bagian warisnya yang dia simpan di sebuah bank di Singapura. Dan deposito itu semakin tahun tentunya semakin besar jumlahnya. Seorang kepercayaan Papa mu lah sudah mengurus semuanya itu sampai tiba waktunya aset Papamu semua itu bisa dia serahkan padamu."
"Siapa dia Ma?" tanya Aksa.
"Dia pengacara Papamu yang menetap di Singapura, dan sesuai surat wasiat papamu, semua aset-aset itu dia simpan dan hanya akan diserahkan jika kamu dewasa dan menikah. Itulah isi surat wasiat Papamu."
Aksa mendengarkan itu semua merasa takjub dan tidak percaya. Kalau Papanya sampai mempersiapkan itu untuknya. Aksa kemudian menangis sedih dan terharu karena kasih sayang Papanya begitu besar.
"Apa Papa tidak memberikan sedikitpun asetnya pada Mama?" tanya Aksa tak mengerti kenapa hanya dia yang mendapatkan.
"Tidak jadi masalah, semua itu untukmu dan Mama tidak mengharapkan apa pun. Di usia senja seperti ini, Mama sudah senang kalau bersama dengan orang yang Mama sayangi," ucap Mama sambil menggenggam tangan Papa Tanu.
Aksa begitu terharu melihat cinta mama dan Papa Tanu begitu besar dan dalam. Aksa menginginkan cinta seperti itu juga. Susah senang dihadapi bersama sampai tua. Dapatkah dirinya mendapatkan cinta besar dan tulus itu sampai dirinya tua.
"Hana, di mana kau. Aku begitu merindukanmu saat ini."
****
Selesai menemui mamanya dan Papa Tanu. Aksa mengajak Daniel untuk mencari tempat Hana pemotretan. Karena dia ingin melihat langsung.
"Pak, setahuku, tidak mungkin sembarang orang masuk ke dalam lokasi pemotretan. Apa Bapak mau diusir kru fotografernya?" tanya Daniel.
"Lalu apa yang harus aku lakukan Daniel, saat ini aku ingin melihat wajah kekasihku!"
"Pak, please deh jangan lebay. Kenapa kok Bapak sekarang tampak lebih bucin dari aku dulu?" tanya Daniel heran saat mereka masih berada di dalam mobil setelah dari rumah sakit.
"Demi mengejar Hana, aku rela disebut bucin sama kau Daniel."
Daniel hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar itu. Terdengar sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Aksa.
Kau tak mau menemui keponakanmu Gea, dia sudah lama tidak bertemu denganmu
Aksa mengerutkan dahinya. Bayu mengirimnya sebuah pesan seolah dia tahu kalau dia sudah menemui Ibu Rika.
Dimana Gea??????
Aksa pun membalas pesannya. Dia juga penasaran bagaimana keadaan Gea sekarang. Apakah dia masih mengenali Hana sebagai mamanya Nadia.
Dia ada di rumah Mama di sana. Mampirlah! Ada Randy juga.
Aksa kemudian memerintahkan supirnya untuk pergi ke alamat rumah Ibu Rika yang berada di Berlin. Dia akan menemui Gea di sana.
Setelah mereka sampai di sebuah rumah, Aksa dan Daniel langsung turun dari mobil. Sebelum Aksa menekan bel. Dia melihat sekitaran rumah itu dulu. Ini adalah rumah Ibu Rika selama mereka tinggal di Berlin.
"Pak, ini mulai dingin, bagaimana kalau kita masuk?" tanya Daniel yang mulai merasa kedinginan karena memang cuaca di Berlin sedang masuk ke musim dingin.
Aksa kemudian memijit bel pintu beberapa kali. Tak lama kemudian seseorang membukakan pintu.
"Aksa!" sapa Randy yang membukakan pintu.
"Hai Randy, sudah lama tak bertemu!" seru Aksa sambil mengajaknya salaman.
"Oh ya ini temanku Daniel!" kata Aksa mengenalkan Daniel sebagai temannya bukan sekretarisnya.
"Hai, Daniel."
"Hai juga. Aku Randy, ayo masuk di luar dingin!" kata Randy mempersilakan mereka masuk.
Aksa kemudian masuk dan melihat suasana dalam rumah seperti kebanyakan rumah-rumah gaya Eropa lainnya.
"Kau sudah menemui ibumu?" tanya Randy.
Aksa mengangguk pelan, kemudian menengok kanan kiri seperti mencari sesuatu.
"Kau ingin menemui Gea?" tanya Randy seperti tahu apa yang dipikirkan Aksa.
"Di mana dia?" tanya Aksa.
"Sebentar, aku panggilkan." Randy kemudian berjalan menuju anak tangga ke lantai atas. Aksa dan Randy kemudian menunggu sambil duduk di sofa.
Tak lama kemudian, terdengar suara ceria Gea sedang turun di anak tangga. Aksa tak sabar melihat keponakannya itu.
"Gea, itu Om Aksa!" kata Randy sambil menunjuk Aksa.
Aksa melihat seorang gadis kecil setinggi 120 cm berwajah cantik oriental dengan rambut panjang terurai dan memakai baju hangat rajut berwarna merah muda dan celana panjang berwarna hitam. Gea sekarang sudah bertambah tinggi dan tambah cantik.
"Gea!" panggil Aksa penuh kerinduan pada anak kecil yang dulu dia sering gendong. Kemudian Gea berjalan menghampiri sambil tersenyum.
"Bagaimana kabar Gea?" tanya Aksa memegang pundak Gea yang sekarang tumbuh besar.
"Baik Om, Om Aksa sendiri bagaimana?" tanya Gea sambil memancarkan senyum penuh keramahan.
"Baik -baik. Oh ya kamu sudah besar ya sekarang!" kata Aksa mengusak puncak kepala Gea dengan sayang.
"Iya Om, kemana Mama? Kenapa dia tidak ikut sama Om?" tanya Gea membuat Aksa sedikit terhenyak mendengar pertanyaan Gea.
"Mama Gea Om, Mama Hana?" tanya Gea sambil membulatkan kedua matanya.
"Mama Hana ...."
"Gea sudah mengenal Almarhum Nadia, tapi Gea masih menyebut Hana Mama." Penjelasan Randy membuat kepala Aksa mengangguk-angguk.
"Mama Hana sedang sibuk. Oh ya Om pengen ajak kamu ketemu dia. Pasti dia senang sekali bertemu denganmu."
"Benarkah? asyiiikk." Gea terlihat senang mendengarnya. Aksa melihat Gea yang begitu antusias akan bertemu dengan Hana. Padahal dirinya adalah yang paling ingin bertemu dengan Hana saat ini melebihi Gea.