Sejak kecil, Han Yuan tidak menyukai status dan gelarnya sebagai putra mahkota kerajaan Yang Han. Yuan sering menyelinap keluar istana dan bermimpi untuk menikmati kehidupannya sebagai rakyat biasa. Namun disisi lain, konspirasi politik yang terjadi membuat posisi Yuan sebagai putra mahkota mulai terancam. Yuan harus berjuang mengalahkan orang-orang yang berusaha menjatuhkannya dari posisi putra mahkota. Sementara Lian Hua yang sejak kecil tidak pernah sekalipun diizinkan ayahnya menginjakkan kakinya di istana, pada suatu ketika, pertemuannya yang tidak disengaja dengan Han Yuan justru membawa dirinya terlibat dengan orang-orang di dalam istana yang mengetahui rahasia keluarganya. Tanpa disadari, Lian Hua telah membawa keluarganya berada dalam sebuah bahaya. Dapatkah Yuan mempertahankan posisinya dibawa tekanan orang-orang yang berusaha menjatuhkannya dan keinginannya untuk melindungi Lian Hua? ••• Dilarang mencopy paste isi cerita dalam bentuk apapun tanpa disertai credit dan izin penulis! Segala macam bentuk pelanggaran akan dikenai hukum! Author : Indah Wati
Mentari terlihat malu menampakkan sinarnya. Tak seterik biasanya. Hari ini terasa begitu sejuk dan tenang. Angin berhembus pelan menggoyangkan dedaunan, menciptakan alunan gemerisik yang menyenangkan. Seorang gadis berparas cantik rupawan tengah duduk bersandar dibawah pohon Maple, tangan mungilnya memegang kuas yang dengan lincah menari di atas kertas dalam pangkuannya.
Menghiraukan angin nakal yang dengan asyik menggoda rambut hitamnya. Sedang sepasang iris coklat karamel-nya sesekali bergerak-gerak mengikuti setiap goresan tinta. Kulit putihnya yang sebening boneka porselaine, nampak bersinar diterpa sinar matahari.
"Kau disini?" Seru suara seseorang yang berdiri tak jauh darinya.
Gadis itu bergeming, kedua fokusnya masih memandang kertas dalam pangkuannya dengan penuh perhatian. Mengabaikan seorang pemuda berusia tujuh belas tahun yang berdiri didepannya sambil berkacak pinggang.
"Lian Hua!"
Lian Hua akhirnya mendongak. Mengukir senyum lebar pada pemuda yang berdiri didepannya.
"Kakak, lihat hasil lukisanku!" Dengan wajah tanpa dosa, gadis yang lebih muda tiga tahun darinya, tersenyum manis sembari membalik kertas yang semenjak tadi menyita seluruh konsentrasinya. Menunjukkan pada pemuda yang dipanggilnya kakak-hasil dari pekerjaannya.
Pemuda itu melunak melihat senyum polos Lian Hua. Menghela nafas, ia duduk disampingnya lalu meraih kertas yang diangsurkan padanya. Memperhatikan hasil lukisan Lian Hua yang cukup membuatnya terpukau.
"Aku sejak tadi mencarimu, sebentar lagi kami akan pergi." Pemuda itu beralih menatap gadis remaja di depannya. "Aku akan menyimpan lukisanmu ini dengan baik." Guan melipat kertas lukisan Lian Hua dan menyimpannya dibalik bajunya.
Lian Hua mengangguk dengan senyum ceria. "Aku hanya mencari tempat yang nyaman untuk menyelesaikan lukisan yang kau minta. Jadi, kau harus menyimpannya dengan nyawamu," tambah Lian Hua dengan senyum lebar.
"Baik, tentu saja." Guan tersenyum lembut. Ia tak pernah bisa marah pada adik perempuannya ini. Guan terlalu menyayangi dan memanjakan Lian Hua, hingga terkadang membuat gadis itu tak bisa melakukan semua hal tanpa Guan.
"Ibu ingin supaya kita cepat bergegas. Kau tidak melupakan hari ini, bukan? Aku sudah bersusah payah membujuk ayah supaya kau juga diperbolehkan ikut untuk sekali saja." Guan memasang wajah masam saat teringat bagaimana dia harus membujuk ayah mereka supaya mengizinkan Lian Hua untuk ikut dalam undangan perayaan tahun baru di Istana.
Lian Hua menggeleng cepat. Kedua bola matanya berbinar senang.
"Ini adalah hari perayaan tahun baru di istana, mana mungkin aku melupakannya? Ini pertama kalinya aku akan pergi ke istana dan itu semua berkat bantuan kakak," jelas Lian Hua berbicara dengan penuh semangat. Bahkan matanya pun ikut tersenyum ketika gadis itu tersenyum seperti saat ini.
Guan membelai lembut rambut Lian Hua dengan sayang.
"Karena itu, kau harus terlihat cantik saat pergi ke istana." Guan beranjak dari duduknya. "Ayo!" Ia mengulurkan tangannya pada Lian Hua, yang segera disambut dengan senang oleh gadis itu.
****
Lian Hua terkagum memandang bangunan istana kerajaan Yang Han yang berdiri kokoh dihadapannya. Bahkan ketika ia memasuki pintu gerbang istana, ia dibuat terpana oleh ukiran cantik yang menghiasi tembok gerbang dan pilar-pilar tinggi yang menyanggah setiap bangunan istana.
Lian Hua benar-benar merasa jika apa yang ia lihat sangatlah berbeda dengan apa yang selalu ayahnya katakan. Jika istana adalah tempat yang sangat mengerikan, dimana semua orang diperlakukan dengan memandang dari status mereka. Istana adalah tempat yang sangat sulit kau masuki sekaligus tempat yang sulit untukmu keluar.
Seorang pelayan datang menyambut mereka. Ia berkata jika akan menunjukkan tempat jenderal Lian dan keluarganya untuk duduk sesuai jamuan yang diatur oleh raja. Lian Hua hanya menurut, mengikuti apa yang kedua orang tua dan kakaknya lakukan saat pelayan menuntun mereka ke tempat semua orang berkumpul.
"Lian Hua, tolong jaga sikapmu, mengerti?" Gadis itu mengangguk patuh ketika nyonya Lian berbisik disisinya. Gadis remaja itu memang sering melanggar aturan yang telah ibunya ajarkan. Lian Hua tak menyukai jika terlalu banyak aturan dan tata krama yang harus ia taati.
Alunan musik yang dimainkan membuai setiap telinga yang mendengar. Tarian-tarian indah dibawakan oleh para penari dengan riasan wajah yang memikat setiap mata yang memandang. Raja memang sudah menyiapkan para pemain musik dan penari terbaiknya di seluruh kerajaan untuk perayaan ini.
Lian Hua mendengus bosan, alih-alih menikmati pertunjukkan tersebut. Gadis remaja itu mengalihkan pandangannya ke arah lain ketika seorang penari wanita yang membawakan tarian pedang dengan anggun memasuki panggung. Lian Hua sama sekali tidak tertarik dengan pertunjukkan membosankan yang lebih banyak dipenuhi oleh orang-orang dewasa.
Lian Hua meletakkan cawan tehnya seraya memperhatikan kedua orang tua dan kakaknya. Merasa jika mereka sudah terbuai dengan pertunjukkan ini, Lian Hua bersorak dalam hati. Sebuah ide melintas dalam benaknya.
****
Sementara itu, dikediaman sang putra mahkota. Para pelayan nampak cemas ketika pangeran mereka tak kunjung membuka pintu atau membiarkan seorang pun masuk.
Kasim Huo yang selalu melayani semua keperluan Yuan pun saat ini berdiri dengan gelisah didepan pintu kamar Yuan yang masih tertutup rapat.
"Putra mahkota, ibunda permaisuri sudah menunggu Anda! Tolong buka pintunya, Anda harus segera bersiap!"
Nihil. Tak ada sahutan atau jawaban dari dalam sana. Ini sudah kedua puluh kalinya, kasim Huo terus mengetuk dan meminta pemuda itu untuk keluar.
Kasim Hong berjalan tergopoh menghampiri kasim Huo dengan cemas.
"Bagaimana? Apakah putra mahkota mau membuka pintunya?"
Kasim Huo menggeleng dengan raut wajah frustasi. Ia meremas tangannya yang sudah berkeringat dingin.
"Apa yang harus kita lakukan jika putra mahkota tidak ada didalam sana?" Kasim Hong menghela nafas berat. Ia tak kalah takut dan gelisah dengan kasim Huo. Keduanya saling bertukar pandang dengan tegang saat seorang pengawal mengumumkan kedatangan permaisuri Zhu Yian.
Keduanya segera membungkuk memberi salam ketika seorang wanita berparas cantik dengan jubah ke-emasan memasuki kediaman putra mahkota. Sorot matanya menatap tajam kedua kasim yang masih membungkuk dihadapannya.
"Kami memberi salam pada permaisuri!" Keduanya terlihat gemetar hingga tak berani menegakkan tubuh sama sekali.
"Apa saja yang kalian lakukan hingga putra mahkota tak kunjung keluar?"
tanyanya dengan nada tenang, namun mampu mengalirkan ketakutan ke seluruh tubuh kedua kasim tersebut.
"Ampun permaisuri, putra mahkota sama sekali tak ingin membuka pintu. Kami sudah berusaha membujuknya," ujar kasim Huo dengan suara bergetar.
Zhu Yian mengabaikan kedua kasim yang masih dalam posisi mereka. Ia menatap pintu kamar Yuan dengan tajam. Zhu Yian berpaling pada dua pelayan yang berdiri dibelakangnya. Memberi perintah untuk membuka paksa pintu kamar sang putra mahkota.
Ketika pintu dibuka, Zhu Yian terkejut tak mendapati Han Yuan didalam sana. Bahkan pakaian yang disiapkan pelayan untuk dipakai Yuan menghadiri pesta, tergeletak begitu saja diatas tempat tidur. Zhu Yian menoleh pada dua pengawalnya dengan marah.
"Cari putra mahkota sekarang!"
****
Lian Hua sedang berjalan-jalan sendirian sembari mengamati setiap bangunan istana. Gadis remaja itu diam-diam memisahkan diri dari kedua orang tuanya supaya tak perlu repot-repot untuk menyaksikan pertunjukan yang membuatnya bosan karena hanya duduk diam menonton.
Melewati beberapa penjaga dengan aman, Lian Hua akhirnya sampai disebuah taman yang terletak di bagian kiri istana. Taman itu sangat luas, ada kolam teratai ditengahnya dengan jembatan kecil melengkung diatas kolam tersebut. Gadis yang hendak menginjak usia remaja itu tersenyum cerah. Ayahnya tak pernah menceritakan jika ada taman secantik ini di istana yang selalu ia katakan mengerikan. Nyatanya, tak semua bagian istana mengerikan. Tentu saja, itu semua mungkin hanya kebohongan ayahnya supaya ia tidak pernah pergi ke istana.
Lagipula, kakaknya bisa diizinkan menjadi guru privat sang putra mahkota, lalu kenapa dia tidak? Ayahnya selalu melarangnya pergi ke istana, dengan alasan untuk kebaikannya dan Lian Hua hanya bisa menurut. Namun, sekali ini dia tidak ingin menuruti keinginan ayahnya, dia sudah masuk ke istana jadi, Lian Hua tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Sepasang iris coklat karamel-nya menangkap sosok pemuda yang se-usia Guan. Pemuda itu sedang duduk sendirian menghadap kolam teratai sembari sesekali melempar kerikil kecil ke dalam kolam.
Lian Hua berjalan mendekati pemuda itu dengan ragu.
"Siapa kau?" tanyanya sedikit waspada.
Pemuda itu sedikit menegang sebelum berbalik, ia berdiri dengan raut terkejut melihat Lian Hua yang berdiri dihadapannya.
"Siapa kau?" tanyanya seraya memandang Lian Hua bingung.
Lian Hua menyipitkan matanya ketika pemuda itu justru balik bertanya dengan wajah kebingungan pula.
"Namaku Lian Hua, putri bungsu dari jenderal Lian," ujarnya memperkenalkan diri. "Dan kau? Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini?" Lian Hua menatap pemuda itu dengan seksama, memperhatikan penampilan pemuda dihadapannya.
Pemuda yang tak lain adalah putra mahkota Han Yuan itu nampak berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Lian Hua.
"Aku-"
"PUTRA MAHKOTA!"
Panggilan itu membuat Yuan terkejut.
"ANDA DIMANA, PUTRA MAHKOTA?!"
Yuan seketika panik mendengar teriakan kasim Huo dan kasim Hong yang bergantian memanggilnya. Seketika ia tersadar bahwa semua orang pasti sedang mencarinya saat ini. Tanpa membuang waktu, Yuan meraih tangan Lian Hua yang tidak tahu apa-apa, menyeret gadis itu untuk lari bersamanya.
"Kita harus pergi dari sini!"
Lian Hua hanya bisa menurut dengan wajah kebingungan ketika pemuda yang baru dikenalnya itu menggenggam tangannya dan memintanya untuk lari.
Keduanya berlari melewati taman, kemudian berbelok ke arah kanan menuju paviliun taman barat. Mereka bersembunyi dibalik pohon persik yang dibawahnya ditumbuhi tanaman merambat, hal itu membuat para kasim dan pengawal yang dikirim permaisuri Zhu Yian tak dapat menemukannya.
Lian Hua menatap pemuda disampingnya penuh perhatian, kemudian beralih pada sepasang tangan yang merangkul lengannya dan menggenggam tangannya dengan raut wajah tak terbaca.
"Mereka sudah pergi." Yuan menghela napas penuh kelegaan mendapati para prajurit dan kasim telah pergi. Ia berpaling pada Lian Hua yang masih terus menatapnya tanpa berkedip. Kemudian dia menyadari jika kedua tangannya masih merangkul dan menggenggam tangan gadis itu dengan erat. Perlahan, Yuan melepaskan tangannya dengan canggung.
"Kau tidak berterima kasih padaku karena sudah menyelamatkanmu?" tanyanya dengan wajah gugup.
"Untuk apa aku berterima kasih padamu? Lalu, kenapa aku harus ikut melarikan diri bersamamu? Memangnya apa salahku?" tanya Lian Hua memberondong pertanyaan pada Yuan.
Yuan mendelik melihat ketidaksopanan gadis didepannya. Ia hendak mengatakan siapa dirinya namun dia menelan kembali kalimat yang sudah diujung lidahnya.
"Apa kau mau dikira penyusup di wilayah istana? Permaisuri tidak akan melepaskanmu jika kau ketahuan berkeliaran di dalam istana sendirian," ujar Yuan dengan dramatis.
Lian Hua mengerjapkan matanya dan mengangguk sembari memasang wajah polosnya. "Kau benar juga. Baik, terima kasih," katanya ditengah kebingungannya sembari menarik kedua sudut bibirnya. "Tapi, kau belum mengatakan siapa dirimu? Apa yang kau lakukan didalam istana ini?" Lian Hua kembali menuntut jawaban.
Yuan terdiam sesaat, mencari jawaban yang tepat agar gadis didepannya ini tidak mengetahui siapa dia sebenarnya.
"Aku tersesat disini," jawabnya asal. Hal itu mengundang kerutan di kening Lian Hua.
"Tadinya aku ingin jalan-jalan sendirian tapi aku justru tersesat di taman ini." Yuan menampakkan senyum lebarnya yang sedikit dipaksakan.
Lian Hua terdiam, ia menatap Yuan untuk beberapa saat, membuat pemuda itu merasa gugup karena tak pernah ada yang berani menatapnya seperti gadis ini. "Baiklah, kita juga sama kalau begitu." Lian Hua mengangguk dengan setuju.
"Kau tersesat?" Yuan mendelik tak percaya.
Lian Hua mengangguk membenarkan.
"Benar. Aku kemari karena raja mengundang kami menghadiri perayaan tahun baru di istana. Karena merasa bosan hanya duduk diam dan menonton, aku memisahkan diri dari mereka tanpa sepengetahuan ayah dan ibu." Lian Hua tersenyum polos, yang membuat Yuan tertawa gemas karenanya.
"Siapa namamu?"
Yuan merasa gugup sesaat. Dengan senyum lebar ia berkata.
"Kau bisa memanggilku Yun."
****
"Jadi kau tinggal di istana?" tanya Lian Hua seraya menerima uluran tangan Yuan. Gadis remaja itu melangkah untuk menghindari menginjak semak di depannya.
Yuan mengangguk sekilas, dia berjalan berpunggung tangan didepan Lian Hua.
"Tapi, bagaimana mungkin kau bisa tersesat jika kau tinggal di istana?" Pertanyaan itu membuat Yuan terdiam dengan bingung. Ia tak menyangka jika gadis didepannya ini akan menggunakan kalimatnya sebagai senjata untuk menyerangnya.
"Itu karena-" Yuan terdiam, mencari alasan, "karena istana ini sangat luas," sanggahnya cepat. "Meskipun kau tinggal disini, bukan berarti kau tidak akan tersesat sepertiku," lanjutnya dengan senyum polos.
Lian Hua nampak berpikir sejenak, kemudian ia mengangguk menyetujui. "Itu benar juga, kakakku sering pergi ke hutan, ia sudah hafal semua jalan tapi sesekali ia masih tersesat," ujarnya sembari mengingat Lian Guan yang senang pergi berburu dihutan.
Meski kakak lelakinya itu sudah hafal setiap jalan namun, Lian Guan kadang masih tersesat. Dan mungkin itu juga yang terjadi pada pemuda disampingnya ini.
Yuan menghela nafas lega karena sudah berhasil membuat gadis itu percaya padanya.
Kebohongan yang sempurna, desahnya dalam hati.
"Lalu, bagaimana menurutmu orang-orang di istana? Apakah istana adalah tempat yang mengerikan?" Lian Hua bertanya dengan penuh antusias. Semenjak tadi gadis itu tak hentinya melontarkan berbagai macam pertanyaan yang membuat Yuan merasa kebingungan untuk menjawab setiap pertanyaan gadis itu.
"Istana memang tempat yang cukup mengerikan." Yuan tersenyum tipis.
"Setiap gerak-gerikmu selalu ada yang mengawasi. Bagaimana caramu makan, berbicara, berjalan, semua harus diatur. Bukankah itu cukup mengerikan?" tanyanya meminta persetujuan.
Gadis itu mengangguk.
"Benar. Jangankan di istana, bahkan di kediamanku saja. Semuanya harus diatur sesuai tata krama, ibuku selalu menegur setiap kali aku melanggarnya. Jadi, aku sering menyusup keluar tanpa sepengetahuannya. Tsk! Merepotkan, bukan?" decaknya menggebu.
"Kau pergi keluar?" Yuan mulai tertarik.
Lagi-lagi Lian Hua mengangguk.
"Benar, aku sering pergi sendirian tanpa pelayanku. Apa kau mau pergi juga?"
Yuan tersenyum lebar, sesuatu melintas dalam pikirannya.
"Kau bisa membantuku?"
"Tentu saja." Angguk Lian Hua penuh semangat.
•
•
•
****
Untuk cerita kali ini, saya sedikit kasih bocoran kkkk alurnya agak lambat, karena saya ingin teman-teman bisa menikmati setiap bab yang saya sajikan dengan sedikit santai dibandingkan REBIRTH yang mungkin lebih berat.
Kali ini, saya ingin menyajikan cerita yg sedikit berbeda dari genre fantasy yang biasanya saya buat.
Silahkan teman-teman untuk meninggalkan komentar dan review nya untuk cerita ini 😊
Salam sayang
-RYN-