webnovel

Sekretaris Bar-bar

“Selamat pagi, Pak Min. Presdir sudah siap belum, Pak,” tanya Viola di balik pintu mansion.

“Tuan masih bersiap, Nona. Silahkan masuk dulu, Nona!” tawar Pak Min ramah.

“Akhirnya aku masuk juga ke mansion presdir,” gumamnya pelan.

Viola mengedarkan pandangannya ke sekeliling Mansion. Benar-benar luar biasa mewah. Semua ornamen berukiran emas. Tangga melingkar berukir emas dengan lampu kristal yang menempel kokoh di atas langit-langit, menambah kesan elegan nan mewah mansion ini.

‘Dia mau tinggal di mansion sebesar ini sendirian? Kalo aku mah ogah. Aku takut tinggal sendirian di sini,' batin Vio bergidik ngeri.

“Jangan norak jadi orang!” Richard tiba-tiba saja datang mengejek Viola.

Viola mengacuhkan ledekan Richard. Ia hanya akan fokus dengan tugasnya hari ini dan jika presdirnya semena-mena dengannya, baru dia akan anarkis. Mau dipecat, ya silahkan saja. Memang ia menanti hal itu terjadi.

“Sudah siap, Pak! Mari kita berangkat!” sapa Vio datar.

Viola benar-benar sudah malas menanggapi presdirnya ini.

Richard heran. Kenapa ia merasa Viola acuh padanya? Biasanya jika ia membentak, Viola akan meresponsnya, bukan mengabaikannya dan mengalihkan topik seperti ini.

Richard melangkah keluar tanpa menjawab pertanyaan Viola lagi. Dan Viola sudah tahu akan begini. Ia tak mau ambil pusing lagi soal presdir pemarahnya ini.

Vio pun menyusul Richard yang sudah menunggu di dalam mobilnya.

“Ayo cepat berangkat!” titah Richard buru-buru.

Gantian Viola yang tidak mau menjawab. Ia mau balas dendam. Presdirnya harus diberi pelajaran, kalau dicuekin itu ga enak. Dia juga sudah niat ingin dipecat, kan? Jadi, apa yang ia takutkan lagi.

Richard jadi keki sendiri. Kenapa dengan Viola? Apa dia mau balas dendam? Richard jadi kesal sendiri. Viola sudah membuat tidurnya tidak nyenyak, sekarang malah mengacuhkannya. Berengsek!

Viola menyetir dengan tenang. Tak sedikit pun ia menoleh pada Richard.

“Kamu kenapa hari ini? Ada yang aneh sama kamu, tahu nggak?” tanya Richard memulai percakapan.

Untuk pertama kalinya ia tidak tahan didiamkan seperti ini. Ia harus cari topik pembicaraan.

“Tidak ada apa-apa, Pak. Memang saya harus ada apa-apa, gitu?” jawab Viola mulai nyolot.

Ia berharap Richard mulai memarahinya dan ia akan balas memarahi Richard sekalian biar Richard kesal dan memecatnya. Jadi ia tak perlu bayar finalty lagi.

“Maksud kamu, apa hah?” Richard mulai emosi.

“Maksud saya, saya harus ngapain memangnya, Pak? Dan apa yang aneh dari saya? Biasa aja, tuh,” jawab Viola santai.

“Kamu sudah berani menentang saya, ya? Kamu mau saya pecat?”

“Oh, dengan senang hati, Pak. Pecat saja kalau bapak tidak suka kinerja saya. Saya tidak keberatan.”

Richard mati kutu. Ia tak bisa menjawab lagi. Ia memilih diam. Membayangkan Viola tak lagi bekerja dengannya sungguh membuatnya takut setengah mati. Ada apa dengan Viola? Richard benar-benar pusing sekarang.

Viola kembali fokus menyetir hingga tak terasa ia sampai di perusahaan.

“Saya permisi ke kafe sebentar, Pak. Sekarang belum jam 8 pagi dan saya ingin ngopi dulu bareng Pak Ricky dan Pak Dimas kalau mereka sudah datang.”

“Tidak boleh! Kamu tidak boleh nongkrong di kafe!”

“Kenapa? Katakan dulu alasan logisnya?”

“Kalau saya bilang tidak boleh, ya tidak boleh. Jangan mengatur saya, ya! Saya yang CEO di sini bukan kamu.”

“Bapak memang CEO di sini. Namun bapak tidak bisa semena-mena dengan staf bapak. Kami bekerja sesuai job desk kami, Pak. Di luar itu, kami tak punya kewajiban sama sekali, Pak.”

“K-kamu...”

Richard speechless. Ia tak mampu membantah Viola lagi.

“Kalau begitu saya permisi, Pak. Sampai jumpa jam 8 nanti.”

Viola meninggalkan Richard yang mematung kesal dengan sikap sekretarisnya.

“Bos, kenapa bos bertengkar dengan Viola?” tanya Tio yang dari tadi memperhatikan interaksi bosnya dan Viola.

Ia heran kenapa Viola jadi menentang bosnya. Ada yang aneh di sini. Dia harus menyelidikinya.

“Diam kamu!”

“Kenapa saya yang disemprot, sih, bos? Kita ke ruangan bos aja dulu untuk bahas hal ini. Mari bos!” ajak Tio.

Tio tahu Richard cupu. Ketika ia menyukai seseorang ia tak bisa mengekspresikannya. Tio tahu Richard menyukai Viola dan jika dibiarkan, Viola akan kabur dari Richard karena keburu illfeel akibat sering dimarahi setiap hari.

“Sekarang jujur sama saya, Bos? Bos menyukai Viola kan, Bos?” tanya Tio serius.

“Siapa yang suka padanya? Cih!”

Richard menyangkal semua perasaan yang ia mulai rasakan pada Viola.

“Ya, udah kalau nggak suka. Bos boleh pecat dia, kok. Kayaknya ia sudah illfeel banget sama, Bos. Saya lihat semuanya, dari awal bos datang bareng dia tadi. Perlawanan yang Viola lakukan tadi, sepertinya disengaja. Ia sengaja pengen dipecat sama bos karena sudah capek mungkin ngadepin sikap bos,” terang Tio panjang lebar.

“Siapa yang mau pecat dia? Sampai kapan pun nggak akan kupecat,” omel Richard geram.

“Makanya saya tanya tadi. Bos suka nggak sama Viola? Kalo bos suka sama dia, berhentilah memarahi dia, Bos! Nanti dia jadi tambah illfeel sama bos. Inget, Bos! Saya aja suka sama Viola dan ada 2 orang lagi di kantor ini yang beneran niat ngejar dia. Kalo bos ga suka dia, ya, nggak masalah juga.” Tio bermain psikologi sekarang.

Ia sengaja mempermainkan psikologi Richard agar jujur mengakui perasaannya.

“Berengsek! Kamu masih berani narget Viola di depanku, ya!”

“Suka nggak nih, Bos? Kalau bos suka, saya akan mengalah, Bos. Malah saya yang paling depan akan bantuin bos. Namun William nggak bisa ngalah, Bos. Sebelum Viola jatuh ke ranjang panasnya, ia tak akan pernah berhenti. Jadi saya tanya sekali lagi. Bos suka nggak sama Viola?”

Richard berpikir sejenak. Melihat perubahan Viola pagi ini dan cutinya kemarin, Richard yakin Viola benar-benar illfeel padanya. Dan jika yang ia inginkan adalah pergi darinya dengan cara membangkang, maka ia pastikan akan memperpanjang kontrak Viola agar terikat selamanya dengannya.

“Aku tidak tahu suka, apa cinta. Yang jelas aku marah dia didekati atau disentuh laki-laki lain dan aku selalu mikirin dia. Tapi dia juga selalu buat aku kesal karena terlalu mudah tersenyum hingga banyak laki-laki yang ingin mendekat padanya,” jelas Richard jujur.

“Itu artinya bos udah cinta sama Viola, Bos. Saya bakal bantu bos. Viola saat ini sepertinya akan cari masalah sama bos. Dia itu cerdas, kalo bos lupa. Dia pasti ingin berhenti, tapi tak bisa bayar finalty. Saya yakin ia akan sengaja cari masalah sama bos agar bos memecat dia. Jadi tahan-tahan aja sama kebar-baran dia, bos!”

Tio jadi geli membayangkan Richard akan bersikap sabar pada Vio. Selama ini orang lain yang harus sabar pada Richard. Sebaliknya, sekarang Richard yang harus tahan hati pada Viola.

Cinta memang bisa buat orang jungkir balik, ternyata.

Bersambung...