webnovel

Part 22-Hal yang Terlewatkan

Semuanya berawal setelah kami mengurung Dokhranio....

Tiga hari setelahnya muncul kabar mengenai kematian para Lupinranger yang langsung menjadi pembicaraan hangat. Mereka tidak tahu pasti dari mana kabar itu berasal ataupun siapa orang di balik kemunculan kabar itu, anehnya semua orang terus membicarakannya sampai akhirnya itu diasumsikan sebagai fakta, bahwa para Lupinranger telah tewas di tangan Dokhranio Yamun.

Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk mengubah kepercayaan publik mengenai kalian, selain karna keberadaan Dokhranio Yamun yang harus tetap di rahasiakan, orang-orang juga sudah menganggap Patranger sebagai penyelamat mereka. Tapi aku tahu itu tidak benar! Karna kalian juga berkorban saat itu! Jadi kami terus menyelidikinya hingga akhirnya, menemukan Black.....

"Jadi....apa yang bisa kubantu?"

"Baiklah, ayo kita awali dengan namamu?" Tanya Sukasa.

"Sakura Mitsurugi."

"Nona Sakura kudengar kau baru kembali dari Prancis dan bekerja sebagai seorang model di sana, apa itu benar?"

"Iya, aku menjadi model untuk beberapa disainer dan brand di sana."

"Wah....itu menjelaskan kenapa wajahnya cantik." Gumam Sakuya yang dengan cepat langsung di tepuk pelan oleh Keichiro. "A-ah iya pak?"

"Gadis itu kelihatannya santai sekali, biasanya orang-orang takut saat tahu akan diintrogasi oleh polisi."

"Jika mereka diintrogasi olehmu, ya itu sudah pasti."

"Sakuya, apa kau bilang barusan!"

"Keichiro!" Sahut Sukasa sambil memberi tanda dengan jari telunjukknya agar tidak berisik, Keichiro yang menyadarinya langsung membungkukkan badan untuk meminta maaf diikuti oleh Sakuya yang dipaksa membungkuk olehnya.

"Ah....maaf mereka memang seperti itu." Ucap Sukasa canggung.

"Tidak perlu, itu bukan masalah."

"Umm....baiklah pertanyaan selanjutnya, Nona bisa jelaskan bagaimana kau bisa pingsan di dalam Pabrik? Kami mendapat laporan tentang penyerangan gangler di tempat itu, tapi tidak ada siapapun kecuali kau di sana." Tutur Sukasa mulai memasang wajah serius.

Sakura yang sedari tadi berwajah dingin walau berbicara dengan nada santai pada mereka tersenyum mendengar pertanyaan itu. Dia menghela nafas kemudian menjawab. "Hah....itu sudah jelaskan? Karna akulah yang membuat serangan itu."

Ketiganya tertegun dengan wajah dan ekspresi berbeda pada masing-masing dari mereka yang sama sekali tidak menduga dengan jawaban gadis itu. Keichiro yang saat itu berdiri di belakang Sukasa bersama Sakuya mulai menghampirinya.

"Apa maksudmu barusan?" Tanya Keichiro dengan tatapan penuh curiga.

"Aku agak tersinggung mendengar pertanyaanmu, mengingat kalian sendiri yang sejak awal mencariku." Sambil memandang wajah Sukasa. "Tapi itu bagus, ini sudah cukup menggambaran banyak hal tentang kalian bertiga. Ternyata para Patranger tidak sehebat yang kukira."

"Apa!"

"Pak Keichiro! Tenang dulu pak."

"Tahan Keichiro, ingatlah kita sedang di rumah sakit. Jangan membuat keributan di sini." Ujar Sukasa berusaha menenangkan rekannya itu yang hampir kambuh. Sementara orang yang di tenangkan langsung berbalik sembari menarik nafas untuk mengontrol kembali emosinya.

"Nona, kau seharusnya menjaga ucapanmu sebagai seorang model, bagaimana bisa kau berkata demikian?"

"Kau benar, ucapanku memang salah tapi seharusnya rekanmu itu juga bisa menjaga emosinya mengingat dia adalah pemimpin tim. Terpancing hanya dengan segelintir kata? Aku mengerti kenapa orang-orang menyebut para Lupin lebih berguna." Sembari beralih pada Keichiro yang sudah menggenggam kepalan tangannya dengan erat.

"Tapi di lain itu....aku salut pada kalian, masih tetap berjuang meski dengan keterbatasan dan tidak menyerah dengan harapan yang ada, meskipun kenyataan sangat jauh dari semua itu." Lanjut Sakura yang semakin membuat Keichiro, Sukasa, dan Sakuya kebingungan dengan semua pertanyaan di kepala mereka yang timbul karna gadis itu.

"Kau....sebenarnya kau ini siapa?" Tanya Keichiro.

Gadis itu tersenyum lalu menatapnya "Aku sudah menunggumu menanyakan hal itu sejak tadi. Senang bertemu kalian para Patranger sudah lama aku menantikan momen ini dan mungkin.....kalian lebih familiar dengan nama lainku, Black."

"Jadi kau adalah Lupin Black! Atas nama kepolisian global kami harus...."

"Se-belum itu! Aku ingin menawarkan kalian sebuah, kesepakatan."

"Kaupikir kami akan menerima hal seperti itu darimu?" Timpal Sukasa yang sudah siap untuk menarik Vs Changernya bersama Keichiro dan Sakuya.

"Mungkin? Tapi bagaimana jika kukatakan, ini berhubungan dengan kedamaian yang kalian rasakan saat ini juga...." Sakura menyandarkan kepalanya pada tangan sebelum melanjutkan kalimatnya kembali.

"....Nasib para Lupinranger."

( Part 6 - Pertemuan Kembali )

-----

Sakura berdiri di sana tepat di depan sebuah pintu yang terbuka, menatap benda-benda itu dari tempatnya berpijak. Ada banyak hal di sana namun tidak satupun dari semua itu yang ia sukai, terlebih pada cipratan merah yang tampak membekas di sofa itu.

Ia berjalan beberapa langkah sembari melirik seluruh bagian rumah yang benar-benar kacau. Sampai kakinya menginjak sesuatu yang ternyata adalah tasnya semalam, benda itu mengingatkannya bagaimana Pamannya mengambil semua uang yang ada di sana sebelum kabur meninggalkan rumah dengan taxi.

"Siapa bilang jika pencuri tidak bisa di curi, ini merupakan bukti besar." Gumam gadis itu.

Sakura beranjak memasuki kamar Nana, satu-satunya tempat yang ia rasa masih lebih rapih di bandingkan ruangan lain yang ada di rumah, dengan hanya beberapa laci dari lemari yang tampak berantakan karna di buka dengan paksa.

Gadis itu langsung mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetikkan angka di sana sebelum nada sambung terdengar. "Halo, bisakah kau kemari dengan beberapa orang? Ya....ada hal yang harus di bersihkan di sini."

"Aku ingin cepat dan untuk notanya seperti biasa, kirimkan saja pada si kembar mereka yang akan mengurus itu."

"Telpon aku jika sudah selesai, baiklah sampai jumpa."

Panggilan berakhir....

Kini Sakura hanya menatap pantulan bayangannya dari layar ponsel yang baru saja ia matikan sebelum beralih pada jendela besar di depannya yang tertutupi oleh tirai polos. Perlahan tangannya menyibak tirai itu untuk melihat keluar.

Pekarangan rumahnya masih terasa sama, cukup tenang dan sepi dengan hanya beberapa orang yang terlihat berlalu lalang di jalan. Semua terasa normal seolah tidak ada yang menyadari apa yang baru saja terjadi di rumah ini.

"Tidak jauh berbeda, lagi pula siapa yang ingin terlibat dalam permasalahan orang lain?" Sakura terus memandangi jendela sampai telinganya menangkap suara benda jatuh yang berasal dari kamar itu.

Di tatapnya sekeliling kamar. Tidak ada siapapun di sana kecuali dirinya, sampai mata gadis itu tertuju pada sebuah laci yang sudah tergeletak di samping lemari dengan beberapa map dan amplop yang berjatuhan keluar. Sepertinya ini terlalu penuh, siapa sangka orang sesantai Nana memiliki dokumen sebanyak ini. Batin Sakura sambil menyusun kembali beberapa map ke dalam laci.

TUK!

Sebuah amplop terlepas dari tangannya dan jatuh kelantai dengan suara yang langsung di sadari oleh gadis itu.

"Huh! Ini...." Sakura tidak melanjutkan kalimatnya kala matanya terpaku setelah membaca nama pengirim yang tertera pada amplop surat.

Sakiko Mitsurugi,

8 Rue Chambiges

75008 Paris

Sakura bungkam beberapa saat, wajahnya seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah amplop berwarna putih yang terlihat kotor di beberapa sisi ternyata adalah sebuah surat yang di kirimkan oleh ibunya lima tahun yang lalu.

"Lucu sekali, aku baru tahu orang mati bisa mengirim surat dari alam baka."

Gadis itu mengusap pelan wajahnya, mengintip dari balik celah-celah jari. Dia sadar itu bukan sebuah kebetulan. Digenggamnya amplop putih yang mulai ronyok itu dengan kuat berusaha menahan emosinya yang tercampur aduk agar tidak keluar.

"Sungguh mengejutkan! Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya?

"Hal seperti ini bisa terlewatkan, Tentu saja! Sejak awal memang tidak ada pilihan untukku kan? Semua sudah direncanakan. Apapun yang kulakukan....bagaimanapun aku memohon, aku akan tetap terlibat."

"Hah....rencana yang bagus, Tuan Arsen." Ucap gadis itu sebelum memperlihatkan senyum menantang itu di wajahnya. "Tapi bukan berarti, aku akan kalah di sini."

-----

Semua terasa damai di dunia gangler yang sunyi seperti biasanya. Suara anggur terdengar dari botol yang baru saja di bukakan Empusa untuk nona mereka. Zanjio duduk di seberangnya membicarakan sebuah rahasia dengan nonanya, itu terdengar jelas dari bahasa yang hanya di mengerti oleh mereka bertiga.

"Jadi, apa kau sudah menyelesaikan semuanya?" Tanya Medusa.

"Tentu Nona, sejak awal itu memang sudah selesai hanya dengan satu perintah darimu mereka semua akan hidup kembali dengan tubuh yang baru. Jadi kapan Nona akan menggunakannya?"

"Tidak dalam waktu dekat. Tanpa koleksiku akan sulit untuk mengendalikan mereka sekaligus, aku ingin koleksiku kembali...." Ucap Medusa dengan tatapan kosong yang dia arahkan pada cangkir anggurnya, membuat kedua gangler di depannya itu keheranan.

"Ah, Nona apa kau...." Belum sempat Empusa menyelesaikan pertanyaannya pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Tidak selang lama Rhinson masuk dari pintu itu bersama para Podermen yang tampak menarik sesuatu dan langsung menghampiri mereka bertiga.

"Aku membawa penghianat itu Nona, Medusa."

SSSHT!

Seketika ular-ular di rambut Medusa mendesis kuat, mengagetkan semua yang ada di sana termasuk Zanjio dan Empusa yang sejak awal sudah duduk tepat di depannya. Wanita itu tiba-tiba berbalik pada Rhinson, dengan wajah dan senyumannya yang mengerikan.

Rhinson yang kaget sekaligus panik saat itu hanya bisa berlutut seolah sedang memberikan hormat pada wanita itu, meskipun dalam hatinya ia sudah tahu jika hubungannya dengan Black mungkin saja telah di ketahui oleh Medusa.

"Seharusnya aku mendengarkan perkataan kakak, jika samaran ini memang mencolok." Sesalnya sambil menegak ludah. Rhinson menutup matanya ketika kaki wanita itu kini benar-benar ada di depannya.

"Rhinson...." Panggil Medusa lirih, Rhinson yang sudah gemetar hanya bisa mengangguk pelan untuk menjawab.

"Kerja yang bagus, berkat kau aku bisa menemukan pencuri koleksiku."Lanjutnya sambil menepuk pelan kepala Rhinson sebelum beranjak dari sana.

Perlahan gangler itu membuka mata tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Meski itu tidak menutup kemungkinan bahwa ia sudah terlanjur ketakutan, membuat Zanjio beserta Empusa yang menghampirinya menatapnya dengan aneh sekaligus memasang wajah curiga.

"Kau baik-baik saja? Wajah apa itu?" Tanya Zanjio.

"Jika saja aku bisa menunjukkan wajahmu itu pasti akan sangat lucu." Ledek Empusa.

"Ah, mungkin aku terlalu gugup tadi."

"Hah! Sungguh?"

PRANK!

Seluruh botol beserta gelas yang tersusun rapih di atas meja tiba-tiba terhempas jatuh, menghiasi lantai marmer dengan serpihan kaca yang berserakan. Melihat pemandangan yang tidak biasa itu membuat ketiga gangler tadi menghentikkan obrolan mereka secara serentak.

"Dari seluruh makhluk yang ada di sini, dari semua gangler yang pernah patuh dan bertekuk lutut di hadapanku kenapa....?"

"KENAPA HARUS KAU!!!"

"Kau adalah rekan, teman, orang yang paling kepercayaan, tapi kenapa? Kenapa kau harus melakukannya? Sepenting itukah koleksi-koleksi itu bagimu? Katakan padaku, GANIMA NOSIAGALDA!!!" Pekik Medusa pada gangler yang terikat rantai di hadapannya.

"Itu mudah saja! Aku tidak pernah setuju Gangler dengan imajinasi gila sepertimu menjadi seorang pemimpin, hanya karna kau berhasil mengalahkan Dokhranio Yamun bukan berarti kau orang yang pantas. Jadi aku mencuri koleksi-koleksi itu untuk bisa merebut posisimu. KAU PUAS SEKARANG!!!"

"Kau-kau adalah gangler yang terhormat Ganima, jika saja kau tidak seserakah ini mungkin kau bisa mewujutkan tujuan itu. Sangat di sayangkan...."

"Bawa dia pergi, aku yakin semua gangler ingin mengetahui perbuatan yang penghianat ini lakukan. Aku ingin mengingatkan mereka apa jadinya jika kau berani menghianati Medusa, BUANG DIA KE DUNIA MANUSIA."

"TIDAK!! TIDAK BISA!!" Pekik Ganima berusaha menahan tarikan para Podermen yang mulai menyeretnya keluar.

"MEDUSA!!! GANGLER SEPERTINYA YANG DIKENDALIKAN OLEH KOLEKSI SENDIRI TIDAK PERNAH PANTAS MENJADI PEMIMPIN! DENGARKAN AKU!! KALIAN TIDAK BISA MEMPERMALUKANKU SEPERTI INI!!!"

"TIDAKKKKK......!!!"

"Kuharap kau menikmati hukumanmu, Ganima." Ujar Medusa saat pintu ruangan kembali menutup.

Aku mengerti sekarang, untuk gangler seperti Ganima yang haus akan kekuasaan dan kehormatan hukuman seperti itu pasti sangat menyakitkan. Dibuang oleh bangsa sendiri dan terasingkan di dunia orang lain, apa yang lebih buruk dari pada itu? Jika saja kakak tidak membawaku hari itu, mungkin aku sudah bernasib sama sepertinya. Pikir Rhinson.

Sebelum teralihkan saat Medusa berbalik dan menghampiri mereka bertiga. Masih dengan senyum mengerikan itu di wajahnya.

"Zanjio, aku ingin kau merebut Black Dial Fighter untukku!" Sahutnya membuat semua yang ada di sana seketika terkejut. "Lakukan sesukamu di dunia manusia dan sebagai gantinya kau bisa mengambil kelinci percobaanmu di sana."

"Wah-wah Nona Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, tapi aku sangat suka dengan rencana itu. Akan kupastikan kau mendapatkan koleksimu, Medusa Forkisen." Balas Zanjio sambil tersenyum.

Saat itu bukan hanya Zanjio yang menyadari perbedaan dari Medusa. Aku yakin Empusa juga menyadari hal yang sama, karna hanya dia yang selalu dekat dan berada di sisi gangler dengan Unrelated Status itu. Dia tidak pernah seaneh ini sebelumnya, apakah Medusa....mulai dikendalikan?

-----

CKLEK!

Sakura mengunci pintu rumah, kemudian meletakkan kunci cadangannya di bawah keset depan pintu. Akan sulit untuk mereka jika harus menelponku hanya untuk masuk kedalam. Pikir Sakura sebelum beralih pada tas di sampingnya yang sudah penuh dengan pakaian Nana dan dirinya

"Kondisi Nana sudah membaik dan sudah sadar dari koma juga, hanya menunggu waktu sampai dokter memperbolehkannya pulang kurasa ini sudah cukup."

"Apakah berat?" Sembari mencoba mengangkat tas.

BUK!

Sakura membanting tas itu ke tanah setelah beberapa kali mencoba berjalan sambil mengangkatnya. Ia sadar saat itu ia baru mencapai halaman depan rumah.

"Ternyata lebih berat dari dugaanku. Umika! Sedang apa, kau di sini?" Tanya Sakura yang terkejut saat gadis berambut pendek itu sudah berdiri di hadapannya.

"Sakura kau harus membantuku, aku-aku...."

"AKU AKAN BERKENCAN!!!"

"A-apa?"

Jangan lupa vote dan komen ya kalo kalian ada ide seputar cerita, atau kalo ada kata yang salah dalam penulisan cerita. Biar saya bisa lebih memperbaiki tulisan saya sendiri^^ makasih buat yang udah baca, sampai jumpa di Part selanjutnya....Adieu!

Ulya_Ramadhancreators' thoughts