webnovel

Part 20-Intel Para Gangler

Kesunyi menyelimuti tempat itu. Dengan secercah cahaya hijau yang terpancar dari beberapa tabung berukuran raksasa berisikan cairan dan sesuatu yang tampak hidup sedang mengambang-ambang di dalamnya.

Bayangan seseorang tampak berlalu diantara tabung-tabung besar itu. Langkahnya yang cukup pelan tak sempat memecahkan suasana sunyi di dalam sana. Sesaat kemudian langkahnya terhenti tepat di depan salah satu tabung yang diletakkan agak berjauhan dari yang lain.

"Lama tak bertemu, sepertinya kau tidak berubah meski bertahun-tahun sudah berlalu....kakak." Ujarnya.

Zanjio menatap wajah itu dari balik kaca bening di hadapannya. Sorot matanya yang kosong seolah menggambarkan perasaan terpendam yang ia rasakan saat mengenali sosok di depannya. Namun pandangan itu berakhir sesaat ketika ia menyadari seseorang sedang berdiri di belakangnya lewat pantulan kaca tadi.

"Sepertinya kau masih memikirkannya." Ujarnya sembari menghampiri Zanjio kemudian berdiri di sampingnya. "Kalian benar-benar terlihat mirip." Tambah orang itu lagi.

"Seharusnya kau tidak masuk kesini, terlebih lagi dengan samaran itu."

"Benarkah! Aku hanya ingin melihat-lihat saja, apa yang akan kau lakukan dengan semua ini?" Tanya pria itu sembari melirik sekitarnya dengan santai seakan-akan sudah terbiasa dengan pemandangan dan suasana tempat itu.

"Itu tergantung dari keinginan Nona."

"Kau serius?"

"Zanjio aku mengenalmu cukup lama. Kau bukan tipe orang yang akan mematuhi orang lain kecuali karna alasan tertentu." Tutur pria itu sebelum mengarahkan pandangannya pada gangler berstatus gold di sampingnya. "Jadi....apa ada hal lain?"

Zanjio tersenyum lalu membalas pandangan orang itu dengan tatapan menantang. "Kau tahu aku Rhinson, jadi aku tidak perlu menjelaskannya."

"Hah....kau sangat terobsesi dengannya ya? Melihatmu seperti ini rasanya aku mengerti kenapa kau menjadi adiknya." Sembari melempar tatapan pada tabung yang ada di depannya. Zanjio hanya tertawa pelan sebelum pandangannya mengikuti pria itu, saat hendak beranjak pergi.

"Sudah ingin pergi, sepertinya kau sibuk sekali."

"Tentu, ada hal lain yang harus kuurus di dunia manusia lagi pula ini pekerjaanku bukan? Sebagai intel para gangler." Ucapnya saat membalikkan kepala.

"Aku tahu itu, dan sepertinya pekerjaanmu cukup bagus akhir-akhir ini. Aku hanya penasaran bagaimana kau melakukannya? Mencuri intel deri para polisi bukanlah pekerjaan yang mudah bahkan untuk seorang gangler." Rhinson menghentikkan langkahnya lagi sebelum melirik sedikit kearah sahabatnya yang berdiri di belakang.

"Itu...."

-----

TAK! TAK! TAK!

Suara ketikan komputer terdengar riuh dari balik pintu. Dalam ruangan yang gelap itu, seseorang tampak focus menatap layar monitor yang menyala di hadapannya. Beberapa kali mouse di klik sebelum lingkaran kecil berwarna putih itu tampak di layar monitor dengan sebuah tulisan terpampang di atasnya "Loading."

"Tinggal sedikit lagi dan setelah ini aku hanya tinggal...."

"Jem!" Sahut seseorang dari arah pintu, bersamaan dengan lampu ruangan yang tiba-tiba menyala.

"Sa-Sakuya, sedang apa kau di sini?" Tanya Robot itu berusaha menyembunyikan responnya yang terkejut setelah melihat pemuda itu sudah berada di sana.

"Aku belum sempat menyelesaikan laporanku yang kemarin, jadi aku datang lebih pagi. Kau sendiri sedang apa di sini?" Sembari berjalan kearah meja yang ada di sampaing Jem.

"Ah....a-aku baru saja menyelesaikan laporanku yang....kemari iya begitulah." Sembari menggaruk kepalanya dengan tangan robotnya.

"Benarkah! Boleh aku meli...." Belum sempat Sakuya menyelsaikan pertanyaannya robot akuntan itu langsung menolaknya dengan tegas.

"TIDAK!"

"A-ah, maksudku aku sudah akan mengantarnya sekarang Sakuya....jadi...."

"Oh....begitu. Ya sudahlah, tadinya aku ingin menyamakannya dengan laporanku yang kemarin untuk melihat apakah ada kesalahan pada laporanku aku tidak tahu kalau kau sudah akan mengirimkannya." Ujar pemuda itu sambil beberapa kali membungkuk.

Belum beberapa menit pintu kembali terbuka bersamaan dengan Keichiro, Sukasa dan Noel yang langsung memasuki ruangan. Melihat Jem dan Sakuya yang sudah berada di dalam dengan serempak ketiganya langsung menyapa.

"Pagi juga!" Balas Sakuya dengan senyum khasnya.

"Wah, Sakuya kau datang pagi hari ini bagus sekali!" Puji Keichiro pada Juniornya itu, sementara orang yang di puji langsung salah tingkah sambil tersipu malu.

"Ah....Ini bukan apa-apa pak aku sudah biasa melakukannya." Ujarnya.

"Benarkah! Bukankah kau datang pagi karena laporanmu kemarin?" Tanya Sukasa yang sontak langsung mengubah ekspresi Keichiro seratus delapan puluh derajat. "Apa! Laporan kemarin?"

"A-a-aku bisa menjelaskannya..."

"Sakuya....!"

"Oh la la, sepertinya akan ada keributan lagi pagi ini." Gumam Noel yang sudah menebak apa yang akan terjadi selanjutnya, dan benar saja ruangan itu langsung di penuhi oleh amarah Keichiro yang terdengar kemana-mana. Diwaktu yang sama pandangan Noel malah tertarik pada Jem yang tampak berbeda dari biasanya.

Robot akuntan itu biasanya akan membantu Sukasa meleraikan kedua rekannya saat mereka beradu cekcok. Namun kali ini ia lebih terpaku pada layar komputernya ketimbang mereka, seperti tidak terjadi apapun di sekitarnya. Ada apa dengan Jem? Batin Noel.

"Kau seharusnya tahu tugas kita sebagai kepolisian global itu sangat penting!"

"I-iya pak, iya."

"Lalu bagaimana bisa kau menunda-nunda tugasmu seperti ini hah?"

"Keichiro tenanglah!"

"tapi aku tidak menundanya pak!"

"Apa katamu? Sekarang kau berani melawan...."

SRUK!

Kata-kata Keichiro terputus seketika saat Jem tiba-tiba mendorong kursinya dan langsung pergi meninggalkan ruangan begitu saja. Mereka terdiam dalam pikiran masing-masing, menerka apa yang baru saja mereka lihat.

"Jem..." Sakuya tidak melanjutkan kalimatnya.

"Ada....apa dengannya?" Tanya Keichiro dengan jari telunjuk yang mengarah ke pintu dan wajah yang langsung diarahkan pada Sukasa yang ada di sampingnya.

"Menurutmu? Ini masih pagi dan kalian sudah membuat keributan!" Ketus Sukasa sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Dalam kebingungan itu ketiganya hanya saling berbalas pandang satu sama lain. Sementara Noel yang juga ada di sana, terus menatap pintu yang baru saja di lalui Jem beberapa saat yang lalu. Sudah jelas ada yang aneh dari robot itu sayangnya mereka tidak mengetahui apa penyebabnya, dan satu-satunya hal yang terlintas di pikirannya adalah ucapan Sakura semalam.

"Untuk sementara aku akan membiarkan kalian dengan para polisi itu, ada hal lain yang harus mereka lakukan."

"Apa! Jangan bilang kalau...."

"Noel? Noel?" Panggil Keichiro padanya.

"Huh!"

"Jadi... hal penting apa yang ingin kau katakan?"

Mendengar pertanyaan dari Keichiro, Noel mengangguk sebelum mengeluarkan amplop coklat berlambang Lupin dan menyodorkannya kearah Patren Ichigou itu. Keichiro, Sukasa dan Sakuya yang mengenali pola berukir di atasnya langsung memandang Noel dengan penuh Tanya.

"Apa ini?"

"Itu rahasia, siapa yang tahu apa yang akan kau lakukan setelah mengetahuinya." Jawab Rhinson.

"Ternyata....aku memang tidak bisa, meremehkan intel sepertimu ya?"

"Huh! Tentu saja." Sahutnya angkuh.

"Tapi....."

"Apa kau yakin, tidak ada orang lain yang mengetahui rencanamu?" Tanya Zanjio yang sontak langsung membuat pria itu menelan ludahnya.

"Apa maksudmu bertanya seperti itu?"

"Hahahaha tenanglah....aku hanya memastikan saja, aku yakin kau sangat berhati-hati dengan pekerjaanmu." Sembari menepuk-nepuk pundak Rhinson. "Tetaplah seperti itu, jangan sampai para Polisi dan Lupin itu menemukan celah dari rencanamu." Bisik Zanjio pelan.

"Aku tahu, kau tidak perlu mengingatkannya! Urus saja penelitianmu itu, aku tahu apa yang harus kulakukan." Lalu beranjak pergi. Zanjio tersenyum mendengarnya, wajahnya terlihat puas setelah berhasil membuat sahabatnya itu kesal.

"Hahahaha lakukan apapun yang kau inginkan Rhinson, entah bagaimana kau melakuannya."

"Seingatku dulu.....dia tidak sehebat itu? Sepertinya orang akan berkembang seiring berjalannya waktu. "

"Sudahlah!"

-----

TING! TONG!

Umiksa menekan tombol bel yang ada di hadapannya. Hari ini para trio jurer membuka bistro mereka lebih lambat dari biasanya, karna Umika ingin mengunjungi kediaman mitsurugi tentu untuk menemui Sakura.

"Sepertinya mereka tidak ada di rumah." Ujar Toma yang sejak tadi memperhatikan sekitarnya.

"Sebaiknya kita kembali lain waktu saja." Tambah Kairi.

"Tapi, mungkin saja aku tidak sempat jika lain waktu."

"Kita harus membuka Bistro kita Umika, lagi pula kau sendiri yang bilangkan ponsel Sakura tidak bisa di hubungi."

"Makanya aku minta kita kemari!"

"Ya, kalau dia tidak ada di rumahnya mau bagaimana lagi. Kau ingin menunggunya hingga pulang?"

"Itu lebih baik dari pada melihatmu bermalasan sementara aku bekerja di jurer!"

"Apa!"

"Kalian berdua sudah hentikkan!" Sahut Toma menghentikkan perdebatan keduanya. Setelahnya Kairi dan Umika memasang wajah kesal sambil memalingkan wajah satu sama lain. Sementara Toma yang melihat tingkah mereka hanya bisa menghelah nafas. Seharusnya aku tidak mengikuti mereka kemari. Batinnya.

"Kakak!" Suara anak kecil mengalihkan ketiganya.

"Kalian mencari bibi Nana?" Tanya anak laki-laki itu.

"Ah, tidak kami sedang mencari Sakura." Ujar Umika pada anak itu.

"Kau tahu di mana dia?" Tanya Kairi.

"Jika kalian mencari bibi Nana aku tahu di mana dia."

"Sudah kami bilang kami tidak mencari...."

"Dia ada di rumah sakit."

"Apa!"

Sakura duduk di antara deretan kursi tunggu rumah sakit yang ada di sampingnya. Di pandanginya Nana dari balik jendela kamar yang ada di depannya. Wanita itu tampak tertidur lelap dengan selang bius dan alat pernapasan yang terpasang di tangan dan mulutnya. Sementara mesin di samping ranjang itu terus memperlihatkan pada Sakura detak jantung Nana yang seolah mengingatkannya dia bisa saja tidak bangun untuk waktu yang lama.

"Menyebalkan!"

Di pandangnya kedua tangannya dengan mulut rapat tertutup penuh bisu. Masih teringat olehnya bagaimana darah-darah itu keluar dari luka tusukan di perut wanita itu, yang membuat kedua tangannya masih bergetar bahkan sampai sekarang. Aku belum pernah setakut ini saat melihat darah, tapi kau malah membuatku trauma akannya seperti lima tahun lalu. Batin Sakura.

"Sejak dulu aku selalu menganggapmu konyol, karna terlalu mengikuti perasaaan." Sembari beranjak dari tempat duduknya dan berjalan kearah jendela kamar Nana.

"Tapi sekarang....sepertinya aku mulai memahaminya seperti apa perasaanmu. Pasti sulit untuk melupakan orang-orang seperti mereka, meski kau mati malam itu kau tetap tidak akan mengubah perasaanmu pada paman. Karna itu aku tidak akan mengganggunya, walau aku sangat ingin membunuh orang bodoh seperti dia, aku tidak akan melakukannya."

"Apa kau yakin kakak? menurutku.....kau terlelu cepat mengambil keputusan."

"Dan kau, berhentilah menggangguku! kau terlihat mencolok bahkan dengan samara sekalipun. Apa yang kau lakukan di sini....."

"Rhinson?"

Jangan lupa vote dan komen ya kalo kalian ada ide seputar cerita, atau kalo ada kata yang salah dalam penulisan cerita. Biar saya bisa lebih memperbaiki tulisan saya sendiri^^ makasih buat yang udah baca, sampai jumpa di Part selanjutnya....Adieu!

Ulya_Ramadhancreators' thoughts