webnovel

Love Me Once Again For A Year

[Check my profile out to read the English version of this book. ^^] Park Chunghee telah menjalin hubungan dengan seorang pria bernama Lee Donghae selama sepuluh tahun. Dia sangat mencintainya, tapi untuk Donghae sendiri ... dia meragukannya. Belakangan ini, Donghae yang dulu sangat mencintainya sekarang menjadi seperti orang lain baginya. Namun, Chunghee tidak ingin menyerah pada kepribadiannya dan terus bertahan, dengan harapan bahwa Donghae akan kembali seperti yang iakenal. Terkadang, ia berpikir, bertanya kepada dirinya sendiri: Inikah murka Tuhan? ia mengetahui bahwa keinginannya adalah hal yang salah, tetapi ia sudah melangkah sejauh ini dan memilih untuk tetap dalam hubungan yang rusak dan selalu mengatakan sesuatu yang bodoh, dengan terus berkata 'baik-baik saja!' Namun, itu semua adalah kebohongan yang ia ungkapkan! Dalam hubungan rumit ini, Chunghee juga bertemu dengan cinta pertamanya yang bernama Kim Daehyun, dan menjadi seseorang yang selalu menjaganya. Ketika kesehatannya memburuk, hanya Daehyun yang bisa membuatnya tersenyum kembali seperti sebelumnya. Itu membuatnya harus memikirkan sesuatu yang sulit lagi. “Apa menurutmu aku marah?” "Aku tidak marah! Aku sakit hati!" "Semua ini tidak lagi membuatku marah, selain merasakan sakit saat ini. Tapi jika kamu mengira aku marah, maka sekarang aku justru marah padamu—" Bagaimana hubungan mereka di masa depan? Akankah Chunghee bertahan? ----------- Belum Bisa Menerjemahkan. Jangan lupa mengkoleksi buku-buku saya yang lain. ^^ Naskah: Mei, 2018 Dipublikasikan: Agustus, 2019 -----------

Mao_Yuxuan · LGBT+
Not enough ratings
407 Chs

Akhirnya Terungkap

Beberapa saat kemudian.

"Terima kasih atas kedatangan Anda, Tuan Muda."

Mendengar julukan itu, tanpa sadar dahiku berkerut. Aku melirik ke arah Daehyun yang saat ini meletakkan jari telunjuknya di bibir sambil tersenyum — memberikan isyarat diam.

Daehyun pun mengantarku kembali ke apartemen. Ia memintaku untuk istirahat beberapa saat dan akan datang menjemputku pada pukul tujuh malam ini.

Di dalam kamar, hanya ada kesedihan. Sejujurnya, berada di sini sendirian hanya membuatku merasa frustrasi, dan merenung dalam kegelapan.

Aku tidak menghubungi Donghae selama dua minggu ini, dan ia juga tidak memberikan kabar apa pun. Bukannya aku tidak mencintainya lagi, tapi aku hanya ingin tahu bagaimana perasaannya ketika aku tidak memberi kabar untuknya. Tapi, hasilnya tetap saja mengecewakan. Itu bahkan membuatku ingin lari dan bersembunyi hingga ia mengira aku tidak akan pernah kembali.

Di malam hari, aku tampil rapi dalam setelan jas dan sepatu kulit. Hingga Daehyun tiba dan kami pun segera berangkat menuju sebuah hotel mewah di pusat kota.

Ketika kami tiba di sana, kami disuguhi beberapa anggur berkualitas, dengan banyak variasi yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Beberapa rekannya juga menyambut kami dengan baik, yang sepertinya diagungkan dengan harga diri yang tinggi.

Namun, aku tidak terbiasa dengan hal seperti ini, jadi aku memutuskan untuk menjauh dari keramaian ini, dan menyaksikan acara dari kejauhan.

Tiba-tiba, suara yang akrab memanggilku, "Chunghee?"

Aku secara spontanitas berbalik dan melihat 'orang terkenal' yang sudah lama tidak aku temui. Aku pun mendekatinya dan menjabat tangannya dengan senyuman ramah. "Uh, Tuan Kim, lama tidak bertemu, Tuan."

Ia tersenyum. "Aku dengar kau adalah asisten anakku."

Tuan Kim Myungdae adalah orang terkenal di Korea Selatan. Ia adalah pemilik dari banyak perusahaan terkenal, dan salah satunya adalah perusahaan tempat aku bekerja saat ini.

Dulu, ia adalah seorang presiden di Perusahaan TU sebelum Daehyun menggeser posisinya dan menggantikannya sebagai presiden yang baru.

Aku mendengar bahwa Kim Myungdae memberikan dua perusahaan besarnya kepada putranya saat ini, tetapi aku tidak tahu ia melepaskan tanggungjawabnya pada perusahaan mana.

Namun, ketika aku mendengar ia mengucapkan kalimatnya baru saja, aku seketika terkejut. Kata 'anakku' memberitahu sedikit mengenai semuanya. Tetapi, sebelum memastikan, Daehyun datang dan sepertinya memberikan jawaban yang jelas.

"Ayah?"

Kata 'Ayah' mengungkap semuanya bahwa Kim Myungdae dan dia adalah ayah dan anak. Mengapa ia menjadi presiden dan mengapa ia disebut Tuan Muda — mobil mewah dan gaya kepemimpinan yang sama — semua itu karena ia adalah putra seorang konglomerat dan pengusaha sukses di Korea Selatan.

Mengapa aku tidak memperhatikan nama keluarga mereka? Padahal, itu sudah membuat segalanya lebih jelas.

Kami bertiga pun berbincang, membicarakan banyak hal malam ini. Sesekali lelucon yang mereka ucapkan membawa tawa di percakapan kami. Ayah dan anak memang tidak jauh berbeda.

Namun, di tengah percakapan kami, rasa sakit di kepalaku mulai beraksi lagi.

Kim Myungdae dan Kim Daehyun terkejut ketika mereka melihatku meringis, menahan rasa sakit yang luar biasa ini.

Tatapanku mulai menjadi gelap, tetapi aku berusaha untuk mempertahankan kesadaranku meskipun tubuhku telah jatuh dan dipegang di lengan Daehyun. Untungnya, kami tidak dekat dengan kerumunan sehingga orang tidak menyadarinya.

Tuan Kim Myungdae mulai panik. Ia meminta Daehyun untuk menelepon rumah sakit, tetapi aku segera mencegahnya dengan keras kepala, dengan alasan bahwa aku hanya lelah dan hanya perlu istirahat. Mereka berdua mengalah, dan kemudian Kim Myungdae berbicara dengan nada memerintah, "Cepat, bawa dia ke kamar. Aku akan tinggal di sini jika seseorang mencarimu."

Daehyun mengangguk. "Oke!"

Saat berada di kamar yang telah dipesan, aku terbaring kesakitan dengan tubuh yang lemah dan tertidur tanpa menyadarinya.

Begitu aku bangun, Daehyun masih di sampingku. Ia berseru dan ada kecemasan yang tidak terselubung dalam suaranya, "Chunghee, istirahat saja. Jangan memaksakan dirimu." Wajah lembut dan matanya yang hangat kehilangan keindahannya. Hanya ada kekhawatiran yang jelas. "Kau tidak bisa membiarkan ini lebih lama lagi. Kau harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisimu."

Aku tersenyum lemah, dan mengubah topik pembicaraan, "Daehyun, aku baru tahu bahwa Tuan Kim adalah ayahmu ..."

Karena sikapku yang terbilang acuh tak acuh, ia menjadi jengkel tetapi mencoba menekannya dengan mengertakkan gigi dan berbicara dengan khawatir, "Chunghee, beberapa hari ke depan aku melakukan kunjungan bisnis ke agensi ayahku — Agensi Glory In-Media (GIM) — untuk kontrak kerja sama dengan perusahaan lain. Jika aku tidak ada, bagaimana denganmu? Kau akan sendirian."

Terdiam sejenak, aku bertanya, "Di Daejeon?"

'Bukankah itu perusahaan tempat Donghae bekerja? Apakah mereka saling mengenal?'

Jadi ... Agensi GIM adalah Agensi Tuan Kim, ya ...'

Aku memaksakan diri untuk bangun, dan bertanya dengan rasa ingin tahu yang kuat, "Apa kau kenal Lee Donghae?"

"Tentu. Apa kau mengenalnya juga?"

Aku mengangguk. Kami cukup dekat dari sekedar mengenal satu sama lain, melainkan ... sebagai kekasih.

"Dia presiden di agensi itu. Dia juga berinvestasi cukup banyak di sebuah perusahaan baru, dan yang kudengar, dia akan segera menjadi pemilik perusahaan baru itu."

Aku menatap Daehyun dengan ketidakpercayaan. Aku sama sekali tidak tahu kabar itu.

Namun, tiba-tiba air wajah Daehyun berubah dan menunjukkan ketidaksenangan. Ia berbicara dengan nada dingin, "Kau tidak perlu menanyakan hal seperti itu. Tidak mungkin aku tidak mengenalnya. Sebagai seseorang yang dipercaya ayahku, dia pintar dalam bisnis tetapi sayangnya, dia Terjebak dalam beberapa skandal, salah satunya dalam hubungan asmara. Ayahku bahkan rela menutupi rumor kencannya dengan asisten pribadinya." Berhenti sejenak, ia tersenyum. "Lupakan. Sekarang kau harus istirahat karena aku harus kembali ke acara itu."

Tanpa menjawab, aku membiarkan ia pergi. Sekarang sudah cukup jelas mengenai mengapa Donghae berubah selama ini. Aku telah curiga sejak awal bahwa ia memiliki seseorang yang istimewa di luar sana, dan hanya memanipulasi diriku untuk berpikir bahwa itu adalah ketidakbenaran.

Aku mengetahuinya sejak tiga tahun lalu. Ini telah menjadi hal yang nyata. Aku memperjuangkan hubungan kami selama sepuluh tahun. Namun tanpa mempedulikannya, ia mengingkari kepercayaan dan janji yang telah diukirnya.

Baik, aku baik-baik saja. Dengan kebodohan ini, aku masih berpikir bahwa ini adalah ketidakbenaran.

'Apakah ia tahu bagaimana rasanya mengabaikan perasaan sendiri?'

Rasanya seperti menusuk diri sendiri di dada dengan belati.

Aku menangis, dan aku tidak tahu sudah berapa kali aku menangisi hubungan ini, hanya untuk menjaganya tetap utuh dengan kepercayaan yang masih aku miliki.