17 Orang Yang Penting?

Perusahaan TU (Technology Unity).

Dua minggu kemudian, hari-hari ini masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Donghae belum memberikan kabar apa pun dan aku masih bertahan dengan keputusan untuk tidak menghubunginya. Namun, tetap tidak ada kabar darinya. Sepertinya, ia memang tidak peduli dengan hubungan ini lagi.

Saat ini, aku berada di kantor Daehyun dengan beberapa salinan laporan yang harus ia setujui saat ini sambil menunggunya menyelesaikan tumpukan file lain di atas meja kerjanya setelah perjalanan bisnis di Prancis, sehari setelah memberiku libur.

Melihat Daehyun yang terlihat cerah, aku tersenyum. Entah mengapa, menatapnya dengan kecerahan itu mengingatkanku pada Donghae saat ia bekerja di ruang kerjanya di rumah. Rasanya seperti melihat orang yang sama dan berada di sisi yang sama dari orang yang sama meski dengan perasaan yang berbeda.

Dulu, aku begitu menyukai Daehyun, tetapi aku telah mengubur perasaan itu begitu dalam di lubuk hatiku. Aku hampir lupa bahwa ia adalah orang pertama yang membuatku jatuh cinta.

"Tuan Kim ..."

Daehyun mengangkat wajahnya, menatapku dengan senyuman aneh, "Apa itu? Kenapa kau tidak panggil saja aku 'Daehyun'?" Ia terkekeh, lalu melanjutkan, "Letakkan laporan itu di sebelah file yang telah aku isi."

Berjalan perlahan, aku meletakkan file-file itu di atas meja. Daehyun terlihat lebih segar dari sebelumnya. Wajahnya cerah dan warna gelap di bawah matanya karena begadang telah menghilang. Ia terlihat lebih tampan dengan penampilannya hari ini.

"Hei, kau baik-baik saja?"

Aku menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan ringan, "Ya, aku baik-baik saja."

Ya, aku baik-baik saja. Kalimat itu selalu aku ucapkan setiap kali ada yang bertanya bagaimana keadaanku, padahal kondisiku sendiri sedang buruk.

Selama aku bisa mengatakan itu, aku akan terus mengatakannya hingga Tuhan berkata 'cukup'.

Belakangan ini, sakit kepalaku terjadi beberapa kali dalam seminggu, dan semakin parah. Aku bahkan kehilangan banyak waktu dan menunda banyak pekerjaan, hanya untuk menahan rasa sakit di kepalaku dan hal menyakitkan karena menunggu kabar seseorang di hatiku.

Namun, aku cukup terbiasa berbohong pada perasaanku sendiri, mengatakan 'baik-baik saja' hingga Tuhan merasa bosan dan memintaku untuk berhenti. Itu adalah saat ketika aku membuat pilihan yang menakutkan dan berharap hari itu tidak akan pernah terjadi.

"Apa kau sudah memeriksakan kondisimu di rumah sakit?" tanya Daehyun sekali lagi.

Aku memandangnya sesaat, lalu berbicara dengan sedikit muak, "Bisakah kita tidak membicarakannya di sini ... Tuan?"

Daehyun tiba-tiba menghentikan pekerjaannya setelah kata-kataku. Ia berdiri, lalu berjalan ke arahku, menatap lurus ke arahku dengan mata selidiknya yang tajam, seolah-olah tatapan yang dalam itu menembus pikiranku; menelusuri hatiku seolah mencari kebenaran melalui mataku.

Aku pun segera memalingkan wajah. Itu sangat berbahaya. Mata itu sepertinya menembus perasaanku. Aku tidak ingin ia mengetahui kebenaran yang bahkan tidak ingin aku akui berada di dalam diriku.

"Kau orang yang penting bagiku. Jika sesuatu terjadi padamu, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri." Daehyun berbicara dengan sungguh-sungguh, "Jika aku punya waktu, kau harus ikut aku ke dokter, dan ini perintah sebagai bos untukmu."

'Orang yang penting? Apa maksudnya?'

Aku ingin bertanya, tapi bibirku mengatakan hal yang berbeda. "Daehyun, aku baik-baik saja ... aku."

Aku memaksakan diri untuk tersenyum.

Daehyun terdiam, lalu kembali ke kursinya. Kepeduliannya membuatku khawatir. Aku pernah jatuh cinta padanya, dan aku khawatir hal itu akan mengembalikan perasaan yang pernah aku tinggalkan.

Setelah beberapa saat berada di ruang kerjanya, akhirnya ia pun menandatangani laporan-laporan itu dan memberikannya kepadaku. Kemudian, aku pergi ke ruanganku yang berada di sebelah ruangannya tanpa berkata apa-apa.

Saat jam istirahat, di ruanganku masih ada beberapa laporan yang harus diselesaikan. Itu adalah laporan yang menumpuk beberapa hari yang lalu. Kepala departemen desain mengeluh mengenai permintaan perpanjangan jadwal di departemen produksi dan menerima banyak makian dari kepala departemen itu. Itu membuatnya terus meminta maaf karena laporan desainnya sendiri membutuhkan persetujuan dari Presiden Kim, yang saat itu sedang dalam perjalanan bisnis. Itu adalah kecerobohan fatal dari orang yang disiplin dan tegas seperti dia.

Namun, ketika aku memarahinya karena kesalahan itu, ia hanya menertawakannya seolah-olah itu adalah sesuatu yang dia lakukan dengan sengaja dan hanya bermain-main.

Di tengah kesibukanku, tiba-tiba ponselku yang berada di samping keyboard berdering. Aku mengambilnya dan menjawab, "Sekarang, apa?"

"Bersiaplah untuk pergi. Sepuluh menit lagi, kau harus turun."

Setelah mengatakan itu, tanpa memberikan respon apa pun, Daehyun menutup teleponnya. Sambil mendesah berat, aku segera membereskan beberapa laporan yang belum selesai, mengaturnya di mejaku, lalu segera keluar menggunakan lift.

Ketika aku tiba di lantai dasar, mataku mencari limusin yang biasa membawanya kemana-mana tetapi tidak melihat mobil mewah yang diparkir di depan perusahaan. Tanganku sudah bergerak untuk meneleponnya, tetapi sebuah BMW hitam berhenti di hadapanku dengan anggun. Kaca depan diturunkan perlahan dan menampakkan wajah yang familier dengan mata elang yang dalam namun lembut.

Kim Daehyun menunjukkan senyuman lembut di wajahnya. "Ayo, masuklah."

Aku melihat sekeliling dan tidak melihat pengawal yang selalu mengikutinya sebelum masuk ke dalam mobil mewah yang berkilau di bawah sinar matahari. Ia pun segera menginjak pedal gas.

"Di mana orang-orangmu?"

Ia tersenyum dan menjawab dengan menggoda, "Hari ini, aku khusus menyetir untukmu."

Aku tertegun, merasa aneh saat mendengar kata-kata itu. aku menatap ke luar jendela tanpa berkata apa-apa, hingga kami tiba di sebuah pusat perbelanjaan besar di tengah kota. Aku bertanya, "kenapa kita di sini?"

Daehyun hanya tersenyum, tanpa menjawab. Ia kemudian keluar dan masuk ke tempat itu, diikuti olehku.

Tempat perbelanjaan ini merupakan salah satu tempat perbelanjaan terbesar di Korea Selatan. Tidak ada yang tidak mengetahui tempat ini di Seoul, bahkan tidak hanya untuk selebriti, tapi politisi Korea Selatan. Wajar jika Daehyun, seorang presiden muda, kaya, dan berbakat di sebuah perusahaan besar, memilih tempat ini sebagai tempat untuk membeli banyak barang-barang mahal dengan kualitas tinggi.

Dalam beberapa menit, kami sudah berada tepat di salah satu toko besar dengan merek ternama. Daehyun masuk lebih dulu, lalu aku mengikutinya dari belakang.

Seorang pria yang anggun dan dengan ramah menyambut kami. Dia menunjukkan senyum keakraban yang membuat siapa pun tidak bisa lolos dari tempat ini.

"Chunghee, pilih setelan untukmu karena kita akan menghadiri acara peluncuran produk baru grup Zhang malam ini."

Aku tersentak. Pernyataan itu sangat mendadak. Namun, sebelum aku mempertanyakannya, pria elegan itu mengajakku untuk memilih dari banyak setelan dengan harga yang fantastis, sehingga aku hanya bisa terdiam dan patuh.

avataravatar
Next chapter