Faranisa terdiam dari balik telepon beberapa saat sebelum akhirnya tertawa. "Adya, bercandamu keterlaluan jangan buat aku takut!" ujar Faranisa. Dia masih berpikir jika Adya sedang mempermainkannya.
Sebab bukan sekali atau pun dua kali, sepupunya adalah orang yang paling jahil jadi ketika Faranisa membicarakan Alexi maka Adya akan berusaha menipunya. Wanita itu masih teringat akan ucapan Adya yang mengatakan jika Alexi akan menikah tapi setelah di cek, itu hanya omong kosong.
"Faranisa aku serius. Alexi sudah menikah dan dia sudah tak memiliki perasaan kepadamu jadi tolong lupakan dia," sergah Adya cepat dengan memakai nada yang serius.
Napasnya bahkan naik turun karena memakai tenaga untuk memberitahu sebuah kejujuran pada si sepupu. "Kalau kau tak percaya, akan kukirimi nomor Alexi dan telepon dia supaya kau mendapat jawaban. Aku tutup teleponnya."
Suara panggilan yang terputus bisa didengar oleh Faranisa. Sekarang ucapan Adya yang jahil itu selalu terngiang-ngiang dan menimbulkan kekhawatiran. Apa yang dikatakan oleh Adya itu benar?
Masih dirinya berpikir, notifikasi diterima oleh Faranisa di mana itu adalah chat dari Adya. Seperti yang dijanjikan oleh sepupunya, dia memberikan nomor Alexi.
Ketakutan sekalian gelisah mengusik dalam diri namun sisi lainnya ingin berbicara dengan Alexi. Ia merindukan suara dan tawa dari pria yang dia cintai.
Akhirnya keberanian muncul membuat Faranisa menelepon cinta pertamanya itu. Jantungnya berdebar dengan cepat sekarang, menunggu panggilannya diangkat serta berharap bahwa Alexi adalah orang yang mengangkatnya.
Di sisi lain Asia baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mendapati dirinya sendiri di kamar sementara suaminya mungkin saja ke kamar lain untuk membersihkan diri begitulah pikiran Asia.
Seraya menggosok rambut, gadis itu mengambil pakaian di lemari berwarna coklat muda yang letaknya tak jauh dari tempat dia berdiri. Tiba-tiba dering ponsel menginterupsi indera pendengar Asia.
Nadanya tentu dikenal jelas oleh dia dan langsung mendekat pada ponsel milik Alexi. Ada kerutan di dahi Asia ketika melihat nomor tanpa nama menghubungi suaminya namun dirinya mengira ada sesuatu yang penting maka Asia menekan tombol menjawab. "Halo," sapa Asia ramah.
Suara dari balik telepon entah kenapa menciptakan rasa gugup yang luar biasa dari Faranisa terlebih suaranya seorang wanita. "Ha-halo," balas Faranisa kaku.
"Ini dengan siapa?"
"Te-teman Alexi." jawab Faranisa masih dengan tingkah yang sama.
"Ohh mau bicara dengan Alexi?" tanya Asia lugas.
"Iya. Apa dia ada?"
"Dia ada tapi Alexi lagi mandi kalau mau bicara nanti ya," usul Asia.
"Ba-baik. Kalau boleh tahu saya sedamg berbicara dengan siapa?" Asia diam untuk berpikir sesaat. Dia bimbang mau bilang kekasih tapi mereka sudah menikah meski belum sah di mata Negara.
"Ini dengan isterinya Alexi." Faranisa terpaku. Matanya membelalak sempurna dan ponsel miliknya jatuh akibat genggaman yang longgar.
"Halo, Halo?" Karena tak ada jawaban dari lawan bicaranya, Asia menutup telepon bersamaan dengan datangnya Alexi.
"Apa ada orang yang menelepon?" tanya pria itu ketika melihat istrinya baru meletakkan smartphone milik Alexi ke meja.
"Iya katanya temanmu tapi tiba-tiba dia tutup teleponnya. Sebentar nanti pasti telepon lagi," balas Asia seraya melangkah ke kamar mandi untuk berganti baju. Tak lupa dia membawa semua pakaian yang dia pilih sedari tadi.
"Ohh ...." setelahnya tak ada lagi percakapan sebab keduanya sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sementara Faranisa tengah menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya.
Dia kecewa sebab Alexi telah menyukai seorang wanita lain padahal Faranisa yakin perasaan Alexi dulu saat mereka menjalani masa SMP dan SMA. Hanya saja waktu itu Faranisa harus pergi mengikuti keluarganya yang bekerja di kota lain.
Faranisa sempat kecewa mendengar Alexi beberapa kali pacaran namun semua berakhir dengan putus. Tapi kali ini Alexi telah memilih sosok wanita pendamping hingga tua nanti. Pernikahan adalah hal yang sakral, tidak ada seorang pun yang bisa memutuskan perjanjian dan Faranisa menyadari tak ada gunanya untuk menunggu Alexi.
Cinta pertamanya telah kandas.
❤❤❤❤
Malam tiba. Setelah menyelesaikan beberapa file, Alexi pergi ke kamar untuk tidur namun pria itu sempat ragu. Dia agak cemas jika mengalami mimpi basah sekali lagi. Ia tak mau jika harus merepotkan Asia dan Tisa.
Maka Alexi pun dengan cepat mengambil pengalas berjaga-jaga supaya kasurnya tak basah. Hal ini membuat Asia terganggu dari tidur dan bangun agar melihat apa yang dilakukan oleh suaminya itu.
"Alexi, kenapa kau mengalas sesuatu di bawah?" Alexi tertawa canggung dan dengan malu-malu dia berujar, "agar kasurnya tak basah. Aku khawatir nanti aku mengalami mimpi basah lagi, tidurlah aku tak akan mengganggu."
Asia patuh dan membalikkan badannya tak menghadap Alexi. Kini dia jadi terjaga sebab memikirkan sang suami. Dia bersimpati akan masalah mimpi basahnya pria itu namun Asia harus melakukan apa agar bisa membantu?
Dalam kekalutan Asia berpikir, gadis itu ingat jika yang dihadapinya adalah masalah seorang pria jadi barangkali Ayahnya bisa membantu. Asia lantas meraih ponsel, memasukkan sebuah jadwal untuk bertemu Karma besok.
Semoga saja pilihannya tak salah dan memiliki solusi. Dia kemudian menaruh lagi smartphone miliknya ke meja lalu mengubah posisi mendekat pada Alexi.
Asia mengangkat posisi tangan Alexi ke atas yang difungsikan sebagai bantal sementara tubuh pria itu dipeluk layaknya bantal guling. Jelas rasanya sangat nyaman terlebih saat Alexi membalas pelukan.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!