webnovel

PART 15

#

"kamu tadi darimana?." Bara bertanya disela-sela makan malamnya.

"Oh, tadi aku ke butik mamanya Mala, nemenin dia ngecek butik. Kakak kok bisa tahu? Bukannya aku yang lebih dulu sampai dirumah sebelum kakak?". Cinta menjawab sembari menyendokkan makanan ke mulutnya.

"Tadi aku sempat pulang sebentar, ada buku yang ketinggalan tapi aku cari kamu nggak ada dirumah. Lain kali kalau mau keluar rumah tanpa aku, kamu harus bilang ya. Jadi aku bisa tahu kamu dimana."

"Iya kak, aku minta maaf ya.".

"Oh iya, kak Bara tahu model internasional yang baru saja kembali ke tanah air itu? Tadi aku ketemu dia di cafe."

Uhuuukkkk....

Bara tersedak saat makan, Cinta buru-buru mengambilkan air minum untuk Bara. Hanya sekali teguk Bara menghabiskan minumannya.

"Ka...mu bilang apa tadi? Siapa?". Raut wajah terkejut Bara tidak bisa disembunyikannya.

"Iya, aku ketemu sama model itu. Dan lebih tidak kusangka, kami berteman. Lucu ya, seorang model terkenal bisa bertemu orang biasa sepertiku dan mau berteman denganku."

"Teman? Kalian berteman?".

"Iya, tidak ada salahnya kan? Tenang kak, dia perempuan. Aku tahu batasanku, biar bagaimanapun juga aku perempuan yang sudah menikah. Aku tahu dengan siapa harusnya aku berteman."

"ehemm..siapa namanya?" Bara berusaha menyesuaikan suaranya dan menanyakan siapa nama teman baru istrinya, walau sebenarnya itu tidak perlu. Karena sudah pasti dia juga tahu siapa nama teman baru istrinya itu.

"Angel, namanya Angel. Nama lengkapnya aku lupa, tapi... tunggu sebentar". Cinta mengeluarkan ponsen dari saku piyamanya, kemudian mencari tahu tentang nama lengkap model yang baru menjadi temannya itu.

"Ahh, ini. Namanya Camelia Angeli. Ini dia kak, waahh cantik ya dia disini." sambil menunjukkan foto Angel di handphonenya yang ia cari melalui internet.

Bara hanya melirik sekilas dan benar dugaannya. Angel yang dimaksud adalah Angel yang sama yang dia kenal.

"Jangan berteman dengan dia!" Sarkasnya.

Cinta mendadak bingung tiba-tiba Bara berbicara seperti itu. "Memang Kenapa? ada yang salah?"

"Pokoknya nggak boleh, nurut kek suami bilang apa!." Ucapnya setengah membentak.

"Apa jangan-jangan kakak kenal sama Angel?".

Tubuh Bara sedikit menegang mendengar Cinta bertanya apakah Bara mengenal Angel atau tidak. "Tentu saja, bahkan lebih dari sekedar mengenalnya". Batin Bara.

"A...pa maksudmu. A...ku tidak mengenalnya. Sudah lupakan, aku cuma nggak mau kamu salah pergaulan. Dia model internasional yang sudah pasti ruang lingkup pertemanannya lebih bebas dan luas dibanding kamu."

"Jadi maksud kak Bara aku kurang pergaulan, begitu?."

"ck... bukan itu maksudku." Bara berdecak.

"Terus apa? Aku cuma berteman, sudahlah. Kak Bara nggak perlu khawatir. Aku ini seorang mahasiswi yang sudah dewasa tentunya, aku tahu mana yang baik mana yang benar."

"Terserahmu saja, yang pasti aku sudah menasehatimu. Aku cuma mau kamu berhati-hati saja dalam berteman. Entah dengan siapapun itu." Bara akhirnya mengakhiri perdebatannya dengan Cinta. Ia sadar tidak ada gunanya dia berdebat lama-lama. Karena ia juga tidak punya alasan yang pasti melarang istrinya berteman. Yang ada itu akan membuat Cinta menjadi curiga terhadapnya, Bara sendiri memilih bungkam tentang masa lalunya dengan Angel, mantan kekasihnya itu,

#

"Ta, abis kelar kelas lo mau kemana? Kita ke mall yuk jalan-jalan. Refreshing." Kata Mala berencana pergi jalan-jalan bersama Cinta.

"Boleh". "tapi gue ijin dulu sama kak Bara, suami gue."bisiknya.

"Terserah lo deh. Ya sdah buruan, chat aja dia sekarang."

Cinta sedang menuliskan pesan singkat untuk Bara di hpnya, meminta ijin pergi dengan Mala. Tiba-tiba Rendy, salah seorang teman mahasiswanya datang menghampiri mereka.

"Eh guys, gue tadi liat perempuan cantik banget lagi jalan di kampus ini."

"Lo ya, liat perempuan cantik aja heboh. Kambing di bedakin kasih lipstik juga pasti lo bilang cantik kan." Mala memutar bola matanya malas.

"Eeeehh, seriusan. Dia cantik banget." Kata Rendy dengan ekspresi mengagumi sesuatu.

"Terus lo tanya dia mau apa dikampus kita?". Mala bertanya kembali.

"Iyalah, gue tanya. Dia nyari pacarnya yang jadi dosen disini, kebayang nggak lo berdua. Perempuan secantik itu punya pacar dosen, dosen kita guys."

"Siapa emang?" Cinta bertanya meladeni Rendy yang terus berceloteh tentang perempuan cantik yang dimaksud, karena sejujurnya dia juga penasaran.

"Pak Bara!. Pak Bara punya pacar guys, cantik banget. Sampai nyamperin kesini lagi. Gue juga mau tuh disamperin. Hahaha, udah ya, gue mau nyari Gino dulu. Mau nebeng pulang. Daaa". Sambil berlalu pergi meninggalkan Mala dan Cinta. Cinta begitu syok dengan nama yang barusan disebut oleh Rendy bahwa dosen yang dimaksud itu adalah Bara. Hanya ada satu nama Bara sebagai dosen disini, yaitu suaminya. Tapi, kenapa ada yang mencarinya dan mengaku sebagai pacarnya? Siapa perempuan itu.

Pertanyaan-pertanyaan kecil mulai memenuhi otak Cinta. Tapi disisi lain tiba-tiba dia mengingat kesepakatan dengan Bara. Bahwa mereka memang menikah tapi menjalani kehidupannya masing-masing. Tanpa harus ikut campur masalah pribadi masing-masing, meskipun dia sangat menyayangkan pernikahannya akan berlangsung seperti sebuah kesepakatan. Lamunannya terhenti ketika bahunya ditepuk oleh sahabatnya.

"Hei, Ta! Jangan nglamun. Kalau mau pergi, pergi aja dulu. Lihat, siapa perempuan yang mengaku pacar pak Bara itu. Gimana bisa dia punya pacar, dia kan sudah menikah." Mala tahu, sahabatnya sedang melamun memikirkan apa yang barusan rendy katakan.

"Kita ke mall aja yuk, aku sudah ijin kak Bara." Cinta justru menarik lengan Mala untuk mengajaknya segera pergi tanpa memperdulikan ucapan Mala untuk menemui Bara.

#

"Mau apa kamu kesini? Bukannya kemarin sudah jelas, aku sudah menikah, Angel." Bara sedikit menahan emosinya, mengingat ia sedang berada dilingkungan kampus. Meskipun mereka berbicara diruangan Bara sendiri, tapi tidak menutup kemungkinan obrolan mereka bisa terdengar keluar jika dia berteriak saat berbicara.

"Hei, kamu memang sudah menikah, Baraku sayang. Tapi kamu menyembunyikan itu dari orang-orang. Kenapa? Kamu pasti di paksa menikah kan, sama tante dan om. Aku tahu, kamu pasti terpaksa menjalani pernikahan ini, kamu tidak mencintai gadis itu kan? Siapa? Aaahh, Cinta. Benarkan aku?". Kata Angel sambil mengedipkan sebelah mata sebagai isyarat.

"Itu bukan urusanmu lagi, Angel. Kita sudah selesai."

"Tapi aku tidak mau, Bara!. Aku masih mencintaimu, makanya aku kembali kesini dan mencarimu. Masalah kamu sudah menikah, aku yakin pasti kamu dipaksa oleh tante dan om. Pasti perjodohan ini sebenarnya bukan maumu kan. Iya kan?". Angel tetap pada pendiriannya bahwa ia masih mencintai Bara dan mengharap Bara juga sebaliknya.

"Kalaupun aku dipaksa, pernikahan ini juga tetap terjadi, Angel. Aku juga menyetujuinya. Apa lagi yang kamu harapkan?." Ucap Bara datar. Ekspresinya juga tidak berubah.

"Kalau kamu tidak mencintai gadis itu, kamu bisa cerai kan saja dia. menikahlah denganku. Aku masih mencintaimu, sungguh." Angel masih tidak bergeming dan kekeh dengan pendiriannya.

"Aku sudah mencintai istriku, asal kamu tahu. Sekarang keluarlah dari ruanganku, kamu terlalu lama disini. Tidak baik berlama-lama diruangan seorang dosen, mahasiswaku bisa berprasangka buruk nantinya." Bara menyudahi obrolannya, dan berusaha mengusir halus Angel dari ruangannya.

"Kalau kalian memang saling cinta, kalian pasti akan mempublikasikan hubungan kalian. Sekalipun dia juga mahasiswi disini." Sambil setengah berbisik mengucapkan kebenaran yang dia tahu.

"Aku harap kamu mempertimbangkan ucapanku. Dan aku akan kembali untuk menemuimu nanti." Imbuhnya, lalu melangkah pergi dari ruangan Bara.

"tidak perlu!" Seru Bara. "Aku tidak suka, istriku pun tidak akan suka. Pergilah dan kumohon jangan kembali lagi mengusik rumah tangga kami."

Beberapa langkah setelah keluar dari ruangan Bara, telepon genggamnya berbunyi. Angel mengeluarkan teleponnya dari dalam tasnya. "Halo? ... Ok, aku segera kesana. Tetap awasi dan jangan sampai lengah.... satu lagi jangan sampai ketahuan. Laksanakan."

Setelah mematikan teleponnya dia kembali melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan area kampus.

#

"Cinta, sampai kapan kita mau berkeliling mall ini tanpa tujuan. Seenggaknya makan kek, atau nonton gitu yuk." Mala menyadari ada yang tidak beres dengan sikap sahabatnya sejak peristiwa tadi. Tapi dia tidak ingin terlalu ikut campur masalah sahabatnya itu karena menyangkut urusan rumah tangga.

"Oh iya? Apa? Maaf ya." Cinta menyahut dengan kikuk.

"Ta, ada yang mau diceritain? Mungkin aku bisa bantu. Apa ini tentang..."

"Ng...nggak kok. aku baik-baik aja. Ya udah yuk, kita ke tempat makan dulu, aku haus."

Mala tahu sahabatnya itu sedang mengalihkan pembicaraan. Tapi mengingat Cinta menolak untuk bercerita lebih lanjut, ia pun menyetujui ajakan Cinta.

"Mala! Cinta! Hei!". Baik Mala dan Cinta sama-sama menoleh ke arah suara yang memanggil mereka, dan dari kejauhan tampak Angel sedang melambaikan tangan dan berjalan ke arah mereka.

"Hei, kalian lagi apa? Lagi-lagi kita ketemu disini, suatu kebetulan ya."

"Eh kak Angel, iya nggak nyangka ya kita ketemu disini" tanya Mala.

"Aku bosan diam di apartemen, jadi aku keluar untuk menghirup udara segar. Yah contohnya seperti sekarang, aku mall hanyak untuk berputar-putar menghabiskan waktu. Lagipula aku tidak ada jadwal pemotretan" panjang lebar Angel menjelaskan sesuatu yang sebenarnya ia tahu itu hanya basa-basinya.

"karena kita sudah bertemu, bagaimana kalau kita bertiga menghabiskan waktu bersama. Pasti lebih asik" kata Angel memberi ide.

"Boleh juga, Cinta gimana?" Mala bertanya kepada Cinta. Namun Cinta tetap diam membisu, sampai ia harus menyenggol lengannya untuk menyadarkan Cinta dari lamunannya.

"Eh, iya . apa?"

"Cinta, kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Angel berpura-pura khawatir.

"Ah tidak ada, aku hanya...hmmm ada sedikit masalah saja dirumah. Tapi.. yah sudahlah. Kita disini untuk bersenang-senang kan. Ayok!". Cinta menjawab dan sengaja tidak menceritakan kegelisahan yang ada di fikirannya saat ini. Dan memilih mencoba melupakannya.

"kita ke tempat makan dulu, setelah itu kita menonton film. Bagaimana?"

"Aku setuju" kata Mala. "Aku juga" Cinta juga menyetujui rencana Angel.

Mereka berjalan beriringan, namun tiba-tiba tas Cinta ada yang menarik dan membawa lari begitu saja.

"Ja...jaa..jambret. hei, tasku!"

"Ayo kita kejar!" Angel memberi instruksi untuk mengejar seserang yang meengambil paksa tas milik Cinta.

Mereka bertiga pun mengejar pencuri itu sambil berteriak pencuri, namun anehnya tidak ada satupun security yg ada disekitar lantai mall itu. Bahkan pengunjung disana pun juga tidak ada yang membantu mereka dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Mereka terus mengejar pencuri itu dan berakhir di satu jalan buntu salah satu area mall.

"Hei!... kembalikan... tasku!... Dasar... pencuri!" ucap Cinta dengan nafas yang tersengal-sengal.

Tak disangka pencuri yang memakai penutup wajah itu mengelurkan pisau dari dalam sakunyaa.

"Cinta!-hati-hati dia bawa pisau!" Mala setengah berteriak. Nafasnya juga tersengal-sengal karena berlarian mengejar pencuri itu.

"Hei, jangan main-main ya. Cepat kembalikan tas miliknya. Atau kamu akan menyesal!"

Pencuri itu malah mengayun-ayunkan pisau di depan Cinta,Mala dan Angel seperti gerakan menghadang agar mereka tidak bisa maju kedepan, dan bergerak memutari mereka sehingga mereka bertigalah yang berada diujung area mall yang buntu itu dan agar dia juga bisa kabur.

"Hei, polisi!" Angel sedikit berteriak dan menunjuk ke arah belakang pencuri. Saat si pencuri menengok kebelakang, dengan sigap Angel menendang tangan dan kaki si pencuri. Seketika pisau pun terjatuh menyusul dengan tubuhnya yang juga ikut terjatuh. Angel segera mengambil tas milik Cinta dan Cinta juga segera mengambil pisau yang jatuh. Tapi naas nya ia justru kalah cepat dengan si pencuri. Si pencuri berhasil mengambil kembali pisaunya, dan dengan cepat menyayatkan ke punggung tangan Cinta. Setelah berhasil melukai Cinta ia pun berlari pergi.

"Aduh! Hei, jangan lari." Cinta berteriak namun sia-sia. Pencuri itu sudah terlebih dahulu kabur.

"Oh astaga, lihat Cinta. Tanganmu luka". Angel terkejut dengan luka yang didapat oleh Cinta karena pencuri tadi.

"Cinta, ayo kita obati dulu. Dasar pencuri brengsek!" Mala terlihat khawatir, dan sempat-sempatnya mengumpati pencuri yang tadi berhasil melukai sahabatnya.

"Hmmm, Mala sebaiknya kita pulang saja. Aku obati sendiri nanti dirumah, tapi sebelumnya kita mampir beli perban untuk menghentikan darahnya saja" Cinta mengajak Mala untuk pulang dan bersikeras untuk mengobati lukanya dirumah saja.

"Ya sudah. Ayo kita pulang. Kak Angel maaf ya, lain kali mungkin kita bisa menghabiskan waktu bersama. Untuk saat ini aku dan Cinta pulang dulu".

"Iya-iya tidak apa-apa, pulanglah. Jangan lupa obati lukamu ya, Cinta. Kalian hati-hati dijalan".

Cinta hanya mengangguk dan kemudian pergi bersama Mala meninggalkan Angel sendirian. Tak lama seorang perempuan cantik menghampirinya, dan lagi-lagi itu Sharel.

"Semua sudah beres! Aman" bisiknya ditelinga Angel.

"Ok, thanks ya bantuannya. Jadi, apa alasan yang kau gunakan agar security-security bodoh itu tidak mengacau rencanaku tadi?"

"Kau tahu? Aku bilang pada mereka, bahwa kami sedang melakukan prroses syuting film action. Dan kau sebagai pemeran utamanya yang menyelamatkan gadis bodoh tadi." Ucap Sharel sambil menunjuk beberapa orang dari arah yang cukup jauh dan tempat yang berbeda. Angel melihat satu persatu ke arah yang ditunjuk oleh Sharel, dan beberapa orang lengkap dengan kamera seperti orang yang sedang syuting sebuah film hanya mengangguk saja.

"Hahaha, otakmu cerdas juga. Aku fikir kau akan menyuap security disini". Angel tertawa sambil berkata. Raut wajah manis yang ia tampilkan dihadapan Cinta dan Mala berubah seketika.

"Hei, itu terlalu beresiko. Dengan begini mereka akan menganggap kalau kejadian tadi memang benar sedang ada syuting. Kau pasti menyadari kalau peengunjung juga tidak ada yang membantu kalian". Sharel menjelaskan semua dengan detail.

"Bagus, kau memang bisa diandalkan Sharel". Ucap Angel kepada Sharel.

"Tapi maaf, ada sedikit adegan berbeda didalamnya. Orangku tidak sengaja melukai gadis bodoh itu, saat dia akan mengambil pisaunya, gadis itu malah mendekat. Tapi melihat ekspresimu, kurasa tak apa bukan?"

"Persetan dengannya. Menyayat sedikit tangannya tidak akan membuatnya mati. Aku juga tidak ingin dia terburu-buru meninggalkan dunia ini. Aku masih ingin bermain-main dengannya sebelum aku bisa mendapatkan Bara-ku kembali".

#

"kamu yakin?" tanya Mala.

"Iya aku yakin. Lagian tinggal masuk rumah aja kok. tanganku Cuma tersayat sedikit. Aku masih bisa jalan sendiri. Pulanglah! Sampai ketemu besok!"

Mala membalas lambaian tangan Cinta dari dalam mobilnya. Dan Cinta segera masuk kedalam rumahnya. Ia langsung berjalan menuju tangga dan sampai diatas ia langsung akan berbelok menuju kamarnya, tapi baru sampai didepan kamarnya, dia mendengar suara Bara dibelakangnya.

"Darimana? Sudah kubilang kan, kalau pergi ijin dulu! Jangan main pergi. Sudah dua kali ini terjadi" Bara bertanya, ia tidak bisa menahan emosinya saat lagi-lagi ia mendapati Cinta tidak ada dirumah saat ia pulang dan tidak pamit.

Cinta berbalik arah Bara, tangannya yang luka disembunyikannya didalam kantong jaketnya "Maaf, tadinya aku mau ijin ke kakak. Tapi kan tadi ada pacar kakak yang dateng, mana mungkin aku ganggu. Mau ninggalin pesan, eh malah lupa".

"Dari mana tadi?" Bara kembali bertanya karena tidak mendapatkan jawaban meskipun ia sedikit terkejut dengan pernyataan Cinta barusan.

"Jalan-jalan sama Mala, PUAS?" Jawab Cinta singkat dan memberi penekanan diakhir ucapannya. "Aku mau masuk dulu ke kamar, kalau nggak ada lagi yang dibicarain."

Cinta berniat membuka kenop pintu kamarnya dengan tangan kirinya, mengingat tangan kanannya yang terluka tidak mungkin ia membuka menggunakan tangannya yang terluka. Ia berniat menyembunyikannya dari Bara agar tidak khawatir dengan apa yang menimpanya tadi.

Khawatir? Apa mungkin Bara akan khawatir dengannya. Sedangkan Bara tidak memiliki perasaan dengannya, bahkan tadi Bara terang-terangan menyuruh pacarnya datang ke kampus. Dan mempublikasikan kalau dia memiliki pacar, bukan istri. Fikiran itu tiba-tiba saja memenuhi kembali otak Cinta. Belum sempat ia berbalik membuka pintu kamarnya, Bara menyadari ada noda merah di saku jaket milik Cinta.

"Tunggu! Jaket...mu?"

Cinta segera melirik ke arah saku bawah jaketnya, dan benar noda merah yang terlihat sudah dipastikan adalah noda darahnya yang tembus dari perbannya. Karena tadi hanya asal-asalan diperban sementara.

"Oh.. in..i..hmm tadi kena saus. Iya, waktu makan di kantin kena saus. Ini makanya aku mau ganti dulu. Hehehe" katanya, Cinta tentu tidak bisa menyembunyikan kegugupannya. Ia takut Bara akan tahu apa yang terjadi dan pasti akan menceramahinya nanti. Lebih parahnya ia tidak akan mendapat ijin keluar rumah sendirian.

"Tunggu, itu bukan noda saus". Bara mendekat, dan mencoba melihat lebih dekat. Karena ia yakin itu bukan noda saus seperti yang dikatakan istrinya itu. Dengan sigap Bara mengeluarkan tangan kanan Cinta yang sedari tadi ia sembunyikan dibalik saku jaketnya.

"astaga, ini kenapa?" Bara terkejut melihat tangan istrinya diperban dan perbannya dipenuhi darah.

"Aaahh, sakit. Pelan-pelan kak. Itu... i..hmm luka" Jawabnya terbata-bata.

"aku tahu ini luka, tapi kenapa? Sini, ikut aku!"

Bara membuka pintu kamar Cinta dan menyeret pelan Cinta untuk ikut masuk kekamar.

"Duduk disini, aku ambil kotak P3K dulu"

Bara keluar kamar dan beberapa saat kemudian kembali dengan membawa semangkuk air hangat dan kotak P3K untuk mengobati luka istrinya.

"Kamu ini kenapa? Kenapa bisa begini?" Bara meraih tangan Cinta dan lebih terkejut melihat luka sayatan dipunggung tangan Cinta lumayan dalam, oleh sebab itu darah yang keluar lumayan banyak.

"Ini luka sayatan. Jawab aku, tadi kenapa?" Bara tak henti mengkhawatirkan istrinya sejak mendapati luk sayatan di tangan istrinya.

"Tadi... aku... di...jambret, tasku diambil". Jawab Cinta sedikit takut.

"Ya Tuhan. Kamu mengerjar pencuri itu?" Tanya Bara lagi, tangannya tak berhenti membersihkan sisa darah di punggung lengan Cinta dengan air hangat sebelum diobati nanti.

"Ya sudah pasti, kak. Tas ku yang diambil, pasti aku kejar."

"Dimana?"

"apanya?" Cinta balik bertanya.

"Kejadiannya? Apa tidak ada yang menolongmu?" Bara terus mengintrogasi istrinya.

"Di mall".

"Mall?!!!! Bisa dijambret? Memang security disana nggak nolongin kamu? Sampai kamu bisa luka seperti ini? Hah? Apa saja kerjanya security mall itu!?" Bara sedikit terkejut mendengar tempat kejadiannya dan tidak sadar berteriak.

"aku sudah teriak sekenceng mungkin, tapi nggak ada security didekat kejadian tadi. Yang penting sekarang kan tasku kembali."

"TAPI TANGANMU LUKA! SAMPAI... SEPERTI...INI...!"

Bara menekankan setiap ucapannya kepada istrinya, agar istrinya tahu kalau ini kejadian yang berbahaya juga sampai mengakibatkannya luka. Cinta hanya menunduk diam saat suaminya menekankan setiap ucapannya, seolah memberi tanda kalau ia sedang marah.

"Ini sedikit sakit. Kalau nggak kuat, hadap kesana genggam sesuatu untuk sedikit membantu meredakan rasa sakitnya,ok?" Cinta mengangguk patuh dan mengikuti arahan suaminya. Saat kapas sudah dicelupkan alkohol disentuhkan ke luka di tangan Cinta. Suara teriakan cukup bergema diruangan kamar itu. Bukan hanya satu, tapi dua suara teriakan menjadi satu.

"AAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH"

"Apa apa? Apa kak? Kenapa? Ada apa?" Cinta terkejut mendengar bara berteriak cukup nyaring.

"Aduhhh!!! Sssshhhh..." Bara meringis.

"Kak!!! Kakak kenapa? Aku yang diobati, kenapa kakak juga ikut teriak? Aku yang harusnya kesakitan kan?" Cinta bertanya bingung apa yang terjadi sehingga membuat Bara berteriak. Apa lukanya sebegitu menyakitkannya sampai harus berteriak ketika mengobatinya.

"Ka...muu..." Ucap Bara terbata-bata. Sambil mencoba menahan sesuatu.

"A..ku kenapa? Kenapa?" Cinta bertambah bingung dengan ucapan Bara.

"A..ku..me..mang menyu..ruhmu menaha..nn..sakit..dengan meng..genggam sesuatu... taa..pii"

"Tapi apa kak?" Tanya Cinta tak sabar.

"Ta..pii.. bu..kan milikku.. yang kau remass...shhh" Bara akhirnya bisa memberitahu kenapa dia berteriak, sambil menahan rasa sakit bercampur ngilu dibawah sana akibat perbuatan istrinya.

Cinta menunduk kebawah mengikut arah tangannya yang memang menggenggam sesuatu. Dan benar saja, tangannya sedang meremas sesuatu dibawah sana tanpa sadar.

"AAAAAHHHHH...!!! apa inii!!?" secara reflek tangannya melepaskan cengkramannya dari benda lunak dibawah sana. Dan mendorong tubuh Bara hingga jatuh ke sisi ranjang, kemudian berdiri dan mengibas-ibaskan tangan kirinya beberapa kali. Bara yang terjatuh tidak segera bangkit, namun masih berguling-guling disisi ranjang. Membuat gerakan seperti orang menahan kencing.

Bersambung...