Viona menatap layar handphonenya yang berisikan sebuah pesan dari cucunya, Naka. Pria muda itu kini sudah tidak bisa menuruti keinginannya lagi. Viona mengadakan pertemuan Naka dengan wanita pilihannya bukan tanpa sebab.
Dirinya tahu kalau Naka masih berkomunikasi dengan kekasihnya itu, Sanaia. Mereka berdua tampaknya susah sekali untuk dipisahkan sampai membuat dirinya harus mengakali berbagai cara.
Dalam kepalanya, Viona terus berpikir sekiranya apa yang akan membuat Naka mau menuruti ucapannya itu. Ya setidaknya cucunya itu mau ikut dengannya makan bersama temannya.
"Entah sikap siapa yang menurun ke Naka, anak itu bahkan keras kepala sekali," ujar Viona pada dirinya sendiri.
Dari kejauhan, Laras melihat Ibu mertuanya yang nampak gelisah sambil memegang handphone miliknya. Laras melangkah pelan menghampirinya.
"Bu, Ibu sepertinya sangat gelisah. Ada apa Bu?" tanya Laras hati-hati.
Viona yang tahu Laras datang padanya langsung menatapnya seolah tidak terjadi apa-apa.
"Ibu gak gelisah kok, Ibu tadi habis telpon Naka dan ternyata Naka harus lembur hari ini."
Mendengar itu lantas membuat Laras lega, ia kira ada sesuatu yang terjadi sampai membuat Ibu mertuanya itu gelisah. Naka pasti sibuk hari ini mengingat ini hari pertamanya pindah kantor.
"Naka sepertinya sangat sibuk Bu hari ini, aku juga udah bisa nebak sebelum dia ngabarin kalau lembur."
Viona mengangguk dan mengajak Laras untuk melangkah menuju ruang tamu.
"Ibu itu merasa heran dengan Naka, sikapnya sangat berbanding terbalik sekali dengan Aldo. Kadang Ibu juga suka sedih kalau lihat kamu terlebih beberapa kejadian belakangan ini," ucap Viona.
Mendengar perkataan yang diucapkan oleh Ibu mertuanya membuat Laras tersenyum lembut dan memegang tangannya sambil berkata, "Ibu jangan khawatir pasti nanti Naka bisa wujudin semua keinginan kita tetapi, kita juga tidak bisa memaksa Naka Bu."
Viona mengakui itu hanya saja ia ingin Naka segera menikah, ia takut tidak bisa menyaksikan pernikahan cucuknya itu. Viona ingin sekali melihat semua anggota keluarga tersenyum penuh bahagia.
"Ibu harap Naka bisa melakukannya."
Di samping itu semua, suasana berbeda dirasakan oleh Naka hari ini. Semua karyawan menyambutnya dengan baik bahkan mereka berbincang seperti sudah kenal dalam waktu yang lama.
Naka tidak menyangka saja jika semua karyawan pandai bersosialisasi bahkan Naka sudah menaruh harap jika mereka semua pasti bisa membuat peningkatan tajam terhadap kinerja mereka untuk menaikkan reputasi perusahaan.
"Pak, berkas data-data dari atasan sebelumnya sudah saya letakkan di atas meja bapak. Bapak bisa memanggil saya jika ada yang kurang atau perlu dilakukan lagi," ujar sekertarisnya itu.
Naka mengangguk sambil kembali menatap suasana ruangan yang ramai tetapi tidak rusuh bahkan mereka berbincang sewajarnya saja.
Dirinya meninggalkan ruangan, Naka merasa belum menyusuri semua ruangan bahkan bagian roof top sama sekali belum ia sentuh.
Belum ada sepuluh langkah dari ruangan tempatnya berbincang, Naka sudah mendapatkan sebuah panggilan dari kekasihnya. Naka tidak langsung mengangkatnya begitu saja, ia diam sambil menimang apakah harus menjawab atau tidak.
Baru saja Naka akan mencari tempat sepi untuk menjawab telpon, ia melihat sosok karyawan yang diketahuinya bernama Mahira itu berjalan tergesa-gesa sekali. Naka tidak mempedulikannya, bisa saja dia punya urusan mendadak.
"Halo Sanaia, ada apa telpon aku jam segini?" ucapnya.
Sanaia, kekasihnya itu malah tertawa hingga membuatnya heran sekali.
"Kamu malah tanya begitu, harusnya aku yang nanya kamu kemana aja sampai susah banget buat ditelpon begini."
Astaga, Naka bahkan lupa memberikan kabar pada kekasihnya itu. Ia bahkan sama sekali tidak sadar kalau Sanaia menunggu kabar darinya selama beberapa hari belakangan ini.
"Maafin aku, aku bener-bener lupa kasih kabar ke kamu. Besok aku main ke rumah ya, sekalian bawain makanan kesukaan kamu."
Sebenarnya Naka melakukannya agar Sanaia tidak marah saja pada dirinya, mood wanita sepertinya sulit ditebak oleh dirinya. Naka hanya merasa bersalah membuat Sanaia harus menunggu terus.
"Janji ya, aku tunggu di rumah."
Naka sudah tahu bagaimana sikap Sanaia, kekasihnya itu bahkan tidak bisa marah padanya hanya karena hal kecil seperti itu saja.
"Iya, tunggu besok ya."
Panggilan mereka berdua langsung berakhir di situ. Naka yang belum beranjak sama sekali terdiam kala melihat Mahira dengan karyawan pria sedang jalan berdua bahkan lengan mereka saling bertaut.
'Kan udah dibilang kalau jalan pelan-pelan masa cuma nurunin tangga aja bisa jatuh terus nelpon udah kaya ada musibah besar'
Perbincangan itu memasuki pendengarannya, entah kenapa Naka jadi sering bertemu dengan wanita itu. Tak mau ambil pusing lagi, Naka memutuskan untuk beranjak ke ruangan miliknya.
Sebenarnya bohong kalau Mahira tidak tahu keberadaan atasannya itu di sana dengan bercengkrama melalui surel. Ia hanya tidak mau disangka terlalu mengikutinya bahkan disangka ingin mendekatinya dalam artian yang tidak bagus.
Mahira juga memutuskan untuk keluar karna Ben yang melakukan panggilan group dengan dirinya serta teman-teman lain untuk meminta tolong. Pria yang menjadi temannya itu memang aneh, jatuh saja harus dibantuin padahal jika mengingat umur dirinya sudah bukan anak-anak.
"Tau gak sih, tadi ya gua liat anak kecil mau nyebrang jadi buru-buru mau nolongin tapi anehnya pas gua mau diri itu anak udah gak ada," ucap Ben berusaha menakuti Mahira.
"Gak usah aneh-aneh ini masih siang bolong mana ada hantu, lagian lu juga gak lakik banget sih harus banget manggil-manggil minta tolong dibantuin bangun doang," ucap Mahira kesal.
Bukannya merasa tidak enak hati karena merepotkan orang lain justru Ben malah merasa senang walaupun dirinya tahu kalau Mahira saja yang datang.
"Nyusahin temen sendiri kayaknya gak masalah deh sekali-kali," jawabnya.
Langkah mereka berdua langsung berhenti di ruangan yang menjadi tempat untuk menyambut atasan baru mereka. Mahira harap Pak Naka tidak ada di dalam jadi dia bisa bebas ngobrol dengan temannya yang lain.
Begitu pintu terbuka, ia hanya melihat Mba Fira serta jajaran devisi lainnya saja. Kedua mata indahnya itu sama sekali tidak menemukan keberadaan Pak Naka sama sekali.
Mahira ditinggal oleh Ben begitu saja, seolah sadar kalau dirinya sudah berdiri lumayan lama di depan pintu Mahira langsung menghampiri teman-temannya.
"Kebetulan Mahira udah datang, tau gak sih masa Pak Naka atasan baru kita orangnya baik banget. Dia aja orangnya asik gitu ngobrol sama kita semua," ucap Dian dengan semangat.
Rekan-rekan setim bahkan menyetujui ucapan Dian dengan anggukan. Dirinya hanya bisa tersenyum saja menanggapi ucapan Dian.
Mahira hanya merasa malu dan tidak enak hati terlebih Pak Naka yang baru ia temui adalah orang asing yang tidak begitu ia ketahui sifatnya, Mahira terus berusaha menghindarinya karena hal itu dan juga kejadian di pesta milik StarGroup yang membuatnya malu.
"Semoga saja kita bisa kerjasama yang baik sama atasan baru kita ini," ujarnya.