webnovel

GADIS 100 MILIAR

Zizi tidak pernah menyangka papanya yang sangat menyayanginya telah menjualnya pada seorang pengusaha kenalannya. Hidupnya berubah dalam semalam. Dimulai dari pesta palsu yang berakhir tragis hingga hampir saja dia kehilangan keperawanannya, lalu dikurung di sebuah mansion. Pengusaha yang membelinya memiliki kepribadian ganda. Suatu waktu dia sejahat monster, di waktu yang lain dia menjadi sebaik malaikat. Pria itu selalu berhasil mengaduk-aduk perasaannya. Dia melukainya, namun dia juga yang menyembuhkannya. Pria bermata hijau juga berhasil memenangkan hatinya, membuatnya jatuh cinta dan mencintai dengan sepenuh hati untuk pertama kalinya dalam hidupnya. * Novel ini awalanya bercerita tentang Zizi, seorang gadis berumur 27 tahun, yang dijual ayahnya seharga 100 miliar rupiah pada kolega bisnisnya yang bernama Andres, seorang pria blasteran Indonesia-Spanyol berumur 31 tahun. Benih-benih cinta muncul sejak pertemuan pertama mereka di malam pertama Zizi diantarkan papanya ke rumah Andres. Zizi yang memimpikan pria bermata hijau dan Andres yang mencari perempuan bermata hitam menyuburkan benih-benih cinta yang tumbuh. Kisah cinta mereka diselingi kisah-kisah cinta dari orang-orang terdekat: sahabat Andres bernama Dika, adik Zizi bernama Betrand, sepupu perempuan Andres bernama Ariel dan banyak tokoh lainnya yang akan muncul secara bertahap.

Giralda_Blanca · สมัยใหม่
Not enough ratings
170 Chs

TARUHAN

Beberapa detik kemudian Andres bertanya lagi, "tapi bagaimana kalau ternyata mereka orang yang berbeda?"

"Kamu harus memilih antara melepaskannya dan terus mencari anak itu yang aku yakin tidak akan pernah kamu temukan. Kamu mungkin bisa bertemu dengannya, tapi aku yakin sekarang anak itu sudah menikah dan memiliki anak, atau sedang menjalani hubungan serius dengan seorang pria. Atau kamu mempertahankan hubunganmu dengan Bea, tapi kamu harus melupakan anak itu. Kamu tidak bisa hidup dengan seseorang tapi berbagi perasaan dengan orang lain. Itu akan melukai perasaannya. Dia tidak akan bisa merasakan kebahagiaan yang seutuhnya."

Dika merasa menjadi seorang dokter cinta.

"Kalau aku tidak bisa melupakannya?" Tanya Andres lagi.

"Kamu harus merelakan Bea pergi."

"Tidak. Aku tidak mau dia pergi. Jangan panggil dia Bea! Hanya aku yang boleh memanggilnya Bea!"

Dika tertawa. Masih sempat-sempatnya dia menunjukkan keposesifannya.

"Kalau begitu, kamu harus melupakan anak itu."

"Aku tidak bisa melupakan anak itu. Bea yang selalu mengingatkanku pada anak itu!"

"Apanya?" Tanya Dika.

Andres mendesah, "semuanya. Tatapan matanya. Caranya tersenyum. Ketika dia menangis. Bibirnya, rambutnya, meski berbeda, entah mengapa selalu mengingatkanku pada anak itu."

Dika berseru, "apa aku bilang! Aku yakin Bea, Zizi, pasti anak itu."

"Bagaimana kamu bisa yakin sedang kamu sendiri tidak pernah bertemu anak itu?"

Itu pertanyaan yang mudah.

"Karena kamu tidak pernah bisa jatuh cinta, lalu tiba-tiba saja kamu seperti sudah menyerahkan seluruh hidupmu padanya."

"Apa aku terlihat seperti itu, menyerahkan seluruh hidupku padanya?"

Dika menjawab dengan mantap, "iya!"

Andres menghembuskan napas panjang, "aku akan segera mencari tahu."

"Jika tebakanku benar, aku mau kamu membangunkanku sebuah rumah."

Dengan keadaan Nadia sekarang, gadisnya membutuhkan fasilitas yang berbeda. Dika tidak tahu berapa hari atau berapa minggu lagi dia bisa meminta ibu Nadia memaksanya tetap tinggal di rumah sakit. Dika tidak mau Nadia kembali ke rumahnya. Dia akan teringat momen-momen ketika dia masih, ketika dia belum mengalami kecelakaan. Dika berencana membelikannya rumah. Dia akan menjual sebagian kalau perlu semua koleksi sneakersnya minggu depan. Dia sebenarnya ingin membangun rumahnya dari nol dengan desain yang sesuai dengan kebutuhan Nadia, tapi itu butuh waktu dan uang yang tidak sedikit.

"Kamu membuat taruhan?"

Pertanyaan Andres menariknya dari gelombang pikirannya.

"Tidak. Aku tidak berani. Aku tidak punya uang," akunya.

"Kamu bekerja siang-malam, tapi selalu mengeluh kekurangan uang. Kamu juga punya banyak hutang padaku!" Andres mengingatkan.

Dika mendesah, "aku akan membayarnya, aku janji."

Andres bertanya, "kamu apakan uang sebanyak itu?"

"Aku tidak bisa memberitahumu."

"Kamu tidak menggunakannya untuk membeli barang ilegal kan?" Kali ini wajahnya terlihat cemas.

Dika menggeleng lalu tersenyum, "tidak, sudah aku bilang tidak. Aku hidup sehat. Ya, aku hanya minum kadang-kadang. Tapi, aku tidak memakai obat."

Andres mendesah. Dika menuang bir ke dalam gelasnya lalu meminumnya. Rasanya nikmat.

Dika lalu meneruskan, "akan kuberitahu suatu saat nanti. Aku hanya khawatir kamu tidak mau meminjamiku uang lagi setelah memberitahumu."

"Mengapa tidak? Selama itu bukan hal ilegal."

Dika mendesah, "aku, kamu janji tidak akan berhenti meminjamiku setelah aku katakan?"

Andres mengangguk. "Tapi kamu tetap harus membayar hutangmu."

Dika tertawa, "tentu saja. Aku mencatat semuanya. Aku tahu akan butuh waktu bertahun-tahun agar aku bisa membayar lunas hutangku. Tapi, aku akan terus berusaha mencicilnya. Aku akan bekerja lebih keras lagi."

"Kamu harus mempertimbangkan kesehatanmu juga. Dokter tidak boleh sakit."

Dika tertawa, "dokter juga manusia."

Andres berteriak marah, "ceritakan! Kamu selalu lihai berkelit!"

Dika menghela napas sebelum menjawab, "aku membayar semua biaya rumah sakit gadis itu."

Mata Andres membulat, "itu rumah sakit orang tuamu. Dia bisa mendapatkan perawatan gratis. Ah, ya. Kamu bisa menggunakan uang orang tuamu dulu kan? Mereka tidak mau membantumu?"

Dika menatap omeletnya. Dia mengambilnya dengan tangan, lalu memakan satu dengan gigitan besar.

Dia menjawab setelah mulutnya bersih, "mereka mau. Tapi aku memutuskan akan bertanggung jawab."

"Kamu gila! Gajimu berapa?! Itu bahkan tidak cukup membayar kebutuhanmu setiap akhir pekan."

"Aku berhenti." Akunya lalu mendesah.

"Total?"

"Iya, total sama sekali."

Dika bahkan tidak pernah datang lagi ke pesta teman-temannya.

"¡Madres mia! Aku tidak percaya kamu bisa berhenti. Karena gadis itu?"

Dika mengangguk.

"Jangan bilang perempuan yang akan kamu nikahi itu gadis itu?"

"Iya, aku mencintainya."

"¡Madres mia! Kamu yakin?"

"Aku yakin."

"Tapi dia," Andres tidak meneruskan.

"Aku mencintainya apa adanya."

"Kamu yakin tidak akan menyesal?"

"Aku akan menyesal kalau aku tidak hidup bersamanya."

"Kamu yakin kamu mencintainya?"

"Aku yakin."

"Kamu yakin tidak akan jatuh cinta lagi pada gadis lain di kemudian hari dan meninggalkannya?"

"Aku tidak akan pernah melakukan itu. Ya, aku yakin. Aku bahkan tidak tertarik ketika melihat perempuan seksi."

Andres tertawa. "Bagaimana dengan laki-laki seksi?"

"Sudah kubilang itu hanya penasaran. Aku straight!"

"Baiklah. Aku percaya. Tapi aku masih ingat kamu bilang tidak ada pria 100% straight di dunia, yang ada hanya hampir."

Dika mengangguk, "mostly straight. Iya, itu juga benar."

Andres memicingkan matanya. Dika tertawa.

"Aku tidak akan berani menggodamu seandainya aku berada di level paling bawah sekalipun."

Andres mengancam, "aku akan memotong barangmu kalau kamu berani melakukannya!"

Dika tertawa lagi.

"Aku ingin menjenguk Rei hari ini. Aku harus meminta maaf padanya." Kata Andres kemudian.

"Kita bisa berangkat bersama." Dika memberi tawaran.

Andres menggeleng. "Aku berangkat sendiri. Aku harus menunggu Bea bangun."

"Dia belum bangun?"

"Tidak. Dia kecapaian semalam."

Dika tidak habis pikir Andres sudah berbuat sejauh itu secepat itu.

Andres berteriak, "JAGA PIKIRANMU!!! Kami tidak melakukan apa-apa! Itu semua karena kamu tidak datang lagi kemarin sore! Aku kedinginan dan kena flu. Aku terus bersin sampai tengah malam. Untung saja Bea membuatkanku teh jahe."

Dika menyesal. Dia lalu bertanya untuk memastikan, "aku memberi terlalu banyak dosis penurun panas?"

Andres menggeleng. "tidak. Aku,"

Andres tidak melanjutkan.

Dika mengejarnya, "apa yang kamu lakukan?"

Andres mendesah, "aku berendam di bathtub dua jam lebih."

"Gila!!! Kamu bahkan tidak boleh mandi!"

Dika menatapnya tidak percaya. Andres benar-benar sudah gila. Gadis itu yang sudah membuatnya gila.

"Aku tidak tahu bagaimana caranya agar,"

Andres tidak melanjutkan lagi.

"Agar apa?"

Andres mendesah. "Kami berciuman dan barangku tiba-tiba terjaga."

Dika tertawa terbahak-bahak.

"Barangmu bisa terjaga? Itu tidak mungkin!" Tanyanya lalu tertawa lagi.

"Itu sudah kedua kalinya."

"Karena Zizi?"

Andres mengangguk.

Dika mengangguk-angguk, "aku semakin yakin dia anak itu."

"Jika tebakanmu benar, aku akan menganggap semua hutangmu lunas sekaligus hutang-hutangmu yang akan datang, dan aku akan membangunkanmu rumah."

Mulut Dika menganga.

"Aku juga akan menanggung pesta pernikahanmu kalau orang tuamu tidak mau membiayai."

Dika masih tidak bisa bersuara saking terkejutnya.

"Aku sedang mengerjakan banyak proyek besar. Satu proyek saja kukira sudah cukup untuk menanggung hidup keluarga kecilmu nanti, kalau cuma untuk makan."

Sahabatnya ini yang sudah seperti kakak kandungnya memang selalu memberikan apa yang dia butuhkan.

"Kamu sudah seperti ayahku." Dika memberitahu apa yang sedang dipikirkannya.

Andres berteriak lagi, "jangan memanggilku papa!"

Dika tertawa. Dia ingin sekali mengatakan 'papa' tapi dia tidak mau menerima pukulan keduanya hari ini. Andres sedang kehilangan kendalinya. Dika sekarang mengakui kekuatan cinta itu ada dan nyata. Mata Dika menangkap perubahan di gazebo ini. Ada kursi kayu panjang yang menghadap ke pagar. Dia melihat langit biru di atasnya. Dika tersenyum membayangkan langit itu di malam hari.

Aku kira hanya aku yang sepemikiran dengan Dika, ternyata banyak hahaa

Ada yang mau ikut taruhan? Andres atau Dika yang akan menang?

Aku bertaruh untuk Dika!

Aku tidak mau ada pihak ketiga yang datang merusak hubungan Andres dan Zizi! Aku lebih baik berhenti menulis, jika itu terjadi!!! Hikssss

Terima kasih untuk batu kuasa dan komentarnya ^^

Bisa membantuku lagi? Kalau kamu berkenan, bantu share cerita ini ya...

Aku menyayangimu!

Giralda_Blancacreators' thoughts