webnovel

GADIS 100 MILIAR

Zizi tidak pernah menyangka papanya yang sangat menyayanginya telah menjualnya pada seorang pengusaha kenalannya. Hidupnya berubah dalam semalam. Dimulai dari pesta palsu yang berakhir tragis hingga hampir saja dia kehilangan keperawanannya, lalu dikurung di sebuah mansion. Pengusaha yang membelinya memiliki kepribadian ganda. Suatu waktu dia sejahat monster, di waktu yang lain dia menjadi sebaik malaikat. Pria itu selalu berhasil mengaduk-aduk perasaannya. Dia melukainya, namun dia juga yang menyembuhkannya. Pria bermata hijau juga berhasil memenangkan hatinya, membuatnya jatuh cinta dan mencintai dengan sepenuh hati untuk pertama kalinya dalam hidupnya. * Novel ini awalanya bercerita tentang Zizi, seorang gadis berumur 27 tahun, yang dijual ayahnya seharga 100 miliar rupiah pada kolega bisnisnya yang bernama Andres, seorang pria blasteran Indonesia-Spanyol berumur 31 tahun. Benih-benih cinta muncul sejak pertemuan pertama mereka di malam pertama Zizi diantarkan papanya ke rumah Andres. Zizi yang memimpikan pria bermata hijau dan Andres yang mencari perempuan bermata hitam menyuburkan benih-benih cinta yang tumbuh. Kisah cinta mereka diselingi kisah-kisah cinta dari orang-orang terdekat: sahabat Andres bernama Dika, adik Zizi bernama Betrand, sepupu perempuan Andres bernama Ariel dan banyak tokoh lainnya yang akan muncul secara bertahap.

Giralda_Blanca · สมัยใหม่
Not enough ratings
170 Chs

BABY WIPES

Zizi mendekati jendela dan menarik tirainya sedikit untuk memberinya akses melihat ke luar. Zizi suka memandang ke luar jendela setelah bangun tidur. Biasanya dia hanya berdiri sebentar, namun sekarang dia telah berdiri lebih dari setengah jam. Mungkin saja karena ukuran jendela disini jauh lebih besar dan lebih cocok dipanggil dinding kaca.

Zizi memikirkan banyak hal dalam hidupnya dimulai dari keadaannya saat ini, masa lalunya yang indah, dan masa depannya yang gelap. Suara pintu terbuka mengagetkannya. Melihat pria itu, melihat sorot matanya, melihatnya berjalan mendekat, Zizi mundur dengan kaki gemetaran. Jika dengan gaunnya semalam yang sedikit terbuka pria itu bisa berbuat sejauh itu, lalu apa yang akan terjadi padanya pagi ini yang hanya memakai bra dan celana dalam?

Pria itu membuka kain yang dibawanya dan membungkus tubuh Zizi. Ini di luar perkiraannya. Zizi menurut ketika dia mendorongnya menuju sofa dan menjatuhkan tubuhnya perlahan. Matanya kemudian mengikuti langkah pria itu hingga dia berbalik dengan nampan di tangan. Zizi menoleh dan berpura-pura menatap lurus ke depan. Pria itu duduk di sampingnya setelah meletakkan nampan di atas meja. Dari sudut matanya Zizi melihatnya memotong roti dengan pisau. Zizi kembali dikejutkan ketika garpu yang berisi potongan roti dan ham mendarat di depan mulutnya. Aroma makanan yang menempel di garpu itu memenuhi rongga hidungnya dan masuk ke dalam tenggorokannya. Zizi memundurkan kepala agar mulutnya tidak terbuka secara otomatis. Garpu itu masih di tempat yang sama. Ini menyulitkan Zizi untuk menghindarinya.

"Aku tidak lapar," akhirnya kata itu berhasil diucapkannya.

Pria itu meneriakkan sesuatu yang tidak dipahaminya. Zizi kaget mendengar suara dentingan keras yang berasal dari garpu yang dibuangnya. Pria itu marah. Jantungnya kembali melompat ketika kepalanya ditarik secara kasar ke samping menuju kepala pria itu. Kening pria itu menekan keningnya.

"Kamu makan atau aku memakanmu?!" Tanyanya mengancam sambil menekan hidungnya ke hidung Zizi.

Zizi segera menjawab sebelum bibir pria itu yang berjarak hanya beberapa senti dari miliknya melumatnya lagi seperti semalam, "a-aku makan."

Zizi menghembuskan napas lega ketika dirinya dibebaskan.

"Minum dulu," kata pria itu sambil menyodorkan segelas susu.

Suaranya terdengar lebih tenang. Kepala Zizi menggeleng secara reflek.

"Aku tidak suka minum susu," Zizi segera menjelaskan sebelum pria itu kembali marah dan berharap tidak menyulut kemarahannya yang lain.

"Akan aku ambilkan air," jawab pria itu.

Ucapannya barusan membuat Zizi menoleh. Itu bentuk kepedulian yang tidak pernah dia sangka akan datang dari seorang monster yang berwujud pria tampan bermata hijau. Sesuatu bergerak turun di dadanya mengikuti hembusan napas. Hatinya berdesir. Setelah itu dia merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Pria itu berbalik di depan pintu dengan tatapan mengancam, melarangnya bergerak selama dia pergi.

Zizi membuka mata ketika pria itu membuka pintu. Dia membawa satu nampan teko kaca berisi air, satu gelas kosong, dan satu bungkus tisu basah. Dia duduk di posisinya semula. Dia menoleh padanya dan memperhatikan wajahnya. Zizi merasa tidak nyaman dipandang seperti itu. Apalagi yang memandangnya sepasang mata hijau yang harus Zizi akui sangat memesona. Tangan pria itu memegang pipi kirinya dan memutarnya sedikit sehingga pandangannya sejajar dengan miliknya.

"Kumohon jangan," pinta Zizi ketika kedua tangan pria itu bersarang di kedua pipinya.

Zizi tahu dengan sekali tarikan, maka habislah bibirnya dilumatnya. Zizi ingin menangis. Dia tidak mau kejadian semalam terulang lagi.

Kedua alis pria itu terangkat. Mata hijaunya melebar. Pria itu tersenyum. Zizi sempat menyadari itu bukan seringai licik tapi tetap saja dia merasa ketakukan sambil menebak-nebak apa yang akan pria itu lakukan setelah ini. Pria itu melepaskannya. Untunglah, Zizi merasa sedikit lega.

Zizi melihatnya mengambil bungkus tisu basah. Pria itu membuka plastik perekatnya dan menarik satu helai. Kepalanya menoleh lagi padanya. Zizi menarik tubuhnya ke belakang ketika tangan kiri pria itu kembali terangkat dan hendak memegang pipinya. Pria itu berhasil menangkap kepalanya dengan mudah dan menariknya ke depan.

"Jangan bergerak," perintahnya terdengar pelan.

Tangan kanannya menempelkan tisu itu di pipinya dan mulai membersihkan wajahnya. Mata Zizi melotot. Dia terkejut dengan perlakuan tiba-tiba ini. Dia melihat pria itu menyunggingkan senyum tipis sambil memerhatikan wajahnya yang sedang dibersihkannya dengan tatapan serius. Pria itu mengambil satu helai tisu lagi dan membersihkan bibirnya. Gerakan tangannya memelan. Pria itu memiringkan kepalanya dan melihat bibirnya lebih dekat. Dia terlihat.... terpesona? Zizi tidak yakin dengan itu.

Zizi baru menyadari bahwa kegiatan membersihkan sisa make up-nya bisa terasa seintim ini. Sentuhan lembut tisu basah yang bergerak pelan mengusap bibirnya dan hembusan hangat napas pria itu di wajahnya... Oh, Tuhan! Zizi berusaha keras tidak terbawa suasana meski kini jantungnya berdetak sangat kencang dan sesuatu berdesir lembut di dadanya.

"Buka mulutmu," perintahnya lagi.

Zizi menggigit bibirnya dari dalam, menutup mulutnya lebih rapat. Wajah pria itu menjauh. Tangan kirinya yang memegang kepala bagian belakangannya bergeser ke bagian depan wajahnya. Jempolnya menarik dagu Zizi ke bawah. Mulut Zizi terbuka. Pria itu tersenyum senang. Dia mendekatkan wajahnya lagi sambil melanjutkan pekerjaannya di bibir Zizi. Apa-apaan ini?! Zizi mengumpat dalam hati.

Pria itu seharusnya hanya butuh waktu beberapa detik membersihkan bibirnya. Dia tinggal mengusapnya dua hingga tiga kali, maka semua sisa lipstick di bibirnya terangkat. Ini sudah lebih dari dua kali 60 detik baru dia selesai.

"Tutup matamu," perintahnya lagi.

Mata Zizi melotot.

"Aku mau membersihkan noda hitam di matamu," jawabnya sambil mengambil tisu lagi.

Zizi memberi tahu, "kamu tidak bisa membersihkan sisa maskara dan eyeliner waterproof dengan tisu basah."

"Bagaimana aku tahu ini tidak akan berhasil kalau aku tidak mencoba?" Balasnya cepat, secepat tangannya yang mendaratkan tisu basah di matanya.

Mata Zizi terpejam secara reflek. What the hell dengan pria ini?! Zizi bertanya pada dirinya sendiri.

"Jangan keras-keras! Kamu bisa membuatku buta!" Zizi memperingatkan dengan mata yang masih terpejam.

Matanya mulai perih. Semoga saja tidak terjadi iritasi. Tisu basah jenis baby wipes tidak dibuat untuk membersihkan wajah apalagi area mata. Pria ini benar-benar tolol, sinting, atau gila?

"Ini sudah pelan. Kalau terlalu pelan, mana bisa kotorannya terangkat?!" Suara pria itu lebih keras darinya.

"SUDAH KUBILANG INI TIDAK AKAN BERHASIL!" Zizi berteriak frustasi.

Sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh bibirnya dan menekannya pelan. Zizi sadar tidak ada lagi usapan di matanya. Dia membuka mata dan menemukan pria itu sedang menciumnya. Zizi menarik kepalanya, namun tertahan oleh cengkraman di belakang kepalanya. Bibir pria itu kembali menekan dan menghisap pelan bibir bawahnya. Zizi merasakan jilatan ujung lidahnya sebelum ciuman itu berakhir.