"Hallo, Nona Luci! Aku Evan Robert Hudan," kata Evan dengan suara dinginnya.
Tubuh Evan serupa sebuah tongkat yang telah membeku di dalam lautan es, begitu tinggi namun dingin dan mengerikan.
Kebekuan itu bahkan mampu membuat bulu kuduk Luci berdiri.
"Tu – Tuan Evan," desis Luci tak percaya.
Awalnya Luci berpikir bahwa Tuan John memanggilnya ke sini karena ingin mendiskusikan suatu misi antara Luci dengan Tuan John.
Atau setidaknya Tuan John ingin mengetahui seberapa profesional Luci ketika harus dipanggil dalam keadaan darurat dan membutuhkan waktu singkat untuk mencapai tempat tujuan.
Dan untungnya Luci bisa mencapai tempat ini tepat waktu.
Lalu ketika melihat orang lain bersama Tuan John, tadinya Luci ber pikir bahwa orang lain itu adalah teman Tuan John. Atau setidaknya orang lain itu hanyalah relasi bisnis yang hanya ingin mendampingi Tuan John.
Biasanya Luci mendapatkan klien seperti itu. Bisa dibilang calon kliennya Luci akan membawa orang lain yang sebenarnya juga tertarik untuk menyewa jasa Luci.
Hanya saja mereka masih ragu dengan Luci. Oleh karena itu orang yang ragu itu menemani rekan bisnisnya unuk melihat bagaimana cara kerja Luci.
Tapi ternyata orang lain itu adalah Evan Robert Hudan, seorang CEO yang kemarin malam telah ditemui Luci, dan sialnya hampir ditabrak oleh Luci.
Gadis itu tidak berpikir macam-macam ketika menemukan kartu Evan di flat sewaannya tadi, karena Luci pikir mungkin Evan membutuhkan jasanya.
Namun ketika datang atas panggilan Tuan John, tapi malah yang ditemui Evan, ini agak membuat Luci curiga.
'Jangan-jangan Tuan Evan menyadari dia hampir mengalami kecelakaan.
Lalu dia mengerahkan tim miliknya untuk melacak semua rekaman CCTV di dalam negeri.
Dan mereka bisa mengidentifakasi wajahku. Mereka sudah menemukanku. Sial!' batin Luci.
Wajah penuh semangat Luci saat harus pergi ke taman kota demi menemui Tuan John kini musnah seketika. Apalagi ketika melihat banyak sekali pengamanan di sekeliling tempat ini.
Sementara itu jauh sekali dari taman kota, mungkin berjarak sekitar lima puluh meter, gadis-gadis sudah berteriak histeris ketika melihat Evan. Mereka adalah penggemar berat Evan.
'Aku pun juga menjerit sekarang walau di dalam hati.
'Kupikir Tuan Evan ingin memenjarakanku karena aku sudah hampir menabraknya. Atau dia ingin meminta ganti rugi.
'Mampus, aku tidak punya banyak uang yang tersisa,' lanjut Luci dengan ratapan di dalam pikirannya sendiri.
Ada uang sisa sekitar sepuluh juta untuk bagian Luci. Itu artinya Alan baik sekali.
Tapi uang itu akan digunakan untuk biaya kebutuhan Luci dan juga pengobatan Hans. Uang itu tidak akan cukup untuk mengganti mobil super mahal milik Evan.
Apalagi sekarang ini Luci belum mendapat klien baru. Akhir-akhir ini job Luci agak sepi.
Sementara uang seratus juta yang mana Alan berikan sebagai bonus, adalah hak milik partner Luci. Gadis itu tidak akan bisa mengambil bagian orang lain.
"Eh, Tu – Tuan Ev – Evan." Luci tergagap saat menyapa Evan.
Bahkan wajahnya menunduk takut-takut.
Jika biasanya Luci genit, maka tidak kali ini. Luci cukup tau bahwa sekarang ini dia tidak boleh kelewat batas kepada Evan karena bisa jadi nanti Evan justru marah dan menambah uang denda kepada Luci.
"Kau tidak seperti yang kudengar selama ini." Evan berkata ketus dan sangat dingin.
Suara Evan bahkan sudah bisa mencabut nyawa Luci kalau mau. "Aku ada urusan denganmu," lanjut Evan."
JEDER!
Kata-kata terakhir Evan seperti sebuah sambaran petir bagi Luci. Dan itu membuat Luci memikirkan dengan serius tentang urusan yang dimaksud oleh Evan. Kira-kira apa?
'Apa dia benar-benar ingin meminta uang dariku? Tuan, tolong kau sangat kaya raya,' pikir Luci.
Harusnya Luci menjawab urusan apa yang Evan maksudkan. Tapi Luci sama sekali tidak memiliki pikiran tentang etiket itu.
Yang saat ini Luci pikirkan adalah bagaimana nanti dia harus membayar Evan jika ternyata tuan kaya itu menginginkan ganti rugi.
'Tapi aku juga dirugikan di sini. Dia sudah menciumku, ciuman pertamaku. Dan dia juga sudah memegang-megang tubuhku.' Luci berpikir sangat keras.
"Apa kau berusaha mempermainkanku?" tanya Evan dengan sanagt ketus, karena untuk waktu yang lama Evan dibiarkan menunggu tanpa mendapat satu pun jawaban dari Luci.
Luci yang mendengar suara berat dan sangat dingin dari Evan itu lantas berlutut dengan takut.
Keberanian Luci untuk menuntut balik Evan sudah menguap seperti salju yang mencair ketika musim semi.
Sekarang ini Luci hanya ingin meminta ampunan pada Evan. Luci bahkan akan melakukan apa pun sejauh Evan tidak menuntutnya.
"Ampun, Tuan Evan. Ampuni saya. Saya mohon ampuni saya yang bodoh ini, Tuan Evan – Emm, Tuan Evan adalah orang paling terpuji di dunia. Emm, mmm seluruh keberkahan untukmu Tuan." Luci menggigil di bawah kaki Evan.
Bahkan gadis itu hampir memeluk kaki Evan hanya demi mendapat pengampunan dari tuan kaya itu.
Seperti yang diketahui oleh banyak orang, Evan itu adalah seorang lelaki konglomerat yang mana memiliki sifat yang kejam dan bengis.
Dan terkadang beberapa orang yang kontra kepada Evan akan menyebut tuan kaya itu adalah psikopat.
Hal itu disebabkan oleh bagaimana Evan menghukum para musuhnya dengan cara yang keji dan pelan-pelan.
Luci yang sempat mengira Evan akan berkata kasar dan semakin marah pun akhirnya terkejut.
Bukannya marah Evan justru tertawa ketika melihat Luci berlutut di depannya. Bahkan tawa Evan menggelegar seperti petir yang meledak di langit yang lengang dan bebas hambatan.
Luci yang mendengar tawa memekak Evan itu pun lantas mendongakkan wajahnya. Luci mengernyit penuh heran.
'Apa? Kenapa dia tertawa?' batin uci tak berkesudahan. Tapi tidak ada jawaban yang bsia Luci dapat.
Lalu Evan terlihat memanggil seseoang melalui alat komuniaksi yang menempel di telinganya. Alat komunikasi itu mirip seperti yang dimiliki oleh Spider.
Tak lama kemudian Tuan John datang dengan tubuh tegap miliknya. Gesture miliknya yang kaku dan penuh disiplin bahkan masih mampu dilihat ketika dia berlari. Tuan John membungkuk ketika sampai di depan Evam.
"Bawa dia ke ruanganku!" perintah Evan kepada Tuan John.
Lalu Evan pergi begitu saja sembari masih tertawa terbahak-bahak tanpa henti.
Evan telah pergi untuk memasuki sebuah mobil yang telah dikendarai sopir pribadinya.
Sementara itu Luci justru diangkut oleh beberapa orang berjas hitam dan berkaca mata hitam, dengan alat komunikasi di telinga masing-masing.
Orang-orang itu mengerumuni Luci lalu mengangkat tubuh Luci secara paksa untuk memasuki mobil.
"Apa – apa ini? Hey, mau dibawa kemana aku? Tuan John, apa ini, Tuan?" Luci berteriak sembari menjejak udara.
Gadis itu masih meronta di bawah gendongan beberapa orang yang menarik tubuhnya seperti sekantong sampah.
"Tolong! Tolong, siapa pun tolong!" Luci berteriak kembali dengan harapan akan ada orang yang mau membantunya. Ini penculikan, jelas-jelas ini penculikan!
Tapi percuma saja, tidak ada yang mau menolong Luci.
Bahkan orang-orang yang berada di sekitar tempat itu telah diusir dengan jarak lima puluh meter jauhnya.
Sekarang Luci benar-benar sendiri dengan tubuh sudah dihempaskan ke dalam mobil bersama tangannya yang saat ini menggedori pintu kaca mobil agar mau terbuka.
***